Bab 31: Menyusun Kepingan Cinta

22 8 3
                                    


Waktu terasa berjalan begitu cepat setelah percakapan di bawah pohon besar itu. Meski hati Aliza masih dihantui keraguan, ada sedikit ketenangan yang mulai meresap. Keputusan untuk memberi ruang bagi perasaan yang tumbuh di antara dirinya dan Reyhan, meskipun sulit, setidaknya memberi mereka kesempatan untuk memahami satu sama lain lebih dalam.

Di sekolah, suasana pun berubah. Aulia mulai menunjukkan sikap yang lebih dingin, seolah ada jarak yang terbentuk antara dirinya dan Aliza. Aulia, yang biasanya selalu ada untuk Aliza, kini sering menghindar dan tidak banyak bicara. Aliza merasa cemas, namun ia juga tahu, ini adalah konsekuensi dari keputusan yang mereka buat. Tidak ada lagi yang bisa disembunyikan, dan mungkin persahabatan mereka harus diuji.

Pagi itu, Aliza duduk sendiri di bangkunya, menatap kosong ke luar jendela kelas. Pikiran-pikirannya kembali berputar, merenung tentang apa yang akan terjadi ke depan. Di satu sisi, ia merasa bahagia bisa menjalani hubungan yang lebih dekat dengan Reyhan, namun di sisi lain, hatinya merasa berat karena harus mengorbankan persahabatannya dengan Aulia. Ia ingin semuanya berjalan dengan lancar, tetapi kenyataan sering kali lebih rumit daripada yang dibayangkan.

Aulia masuk ke kelas dengan wajah yang terlihat lelah. Tatapannya kosong, seolah ia sedang membawa beban yang berat. Aliza yang melihatnya langsung merasa cemas, meskipun ia tidak tahu harus memulai percakapan dari mana.

"Lia," panggil Aliza pelan, mencoba menarik perhatian Aulia yang sudah duduk di bangku sebelahnya.

Aulia menoleh sekilas, namun tidak memberikan respons yang hangat seperti biasanya. Hanya senyum tipis yang terukir di bibirnya. "Ada apa, Za?"

Aliza menatap sahabatnya dengan hati yang penuh pertanyaan. "Aku... aku merasa kita semakin jauh, Lia. Apa kita bisa bicara?"

Aulia menghela napas panjang, kemudian menatap Aliza dengan tatapan yang agak tajam. "Bicara apa, Za? Apa kita harus membicarakan semuanya lagi? Apa kamu masih merasa nyaman dengan semua ini?"

Aliza terkejut mendengar pertanyaan itu. "Aku... Aku nggak tahu, Lia. Aku cuma merasa kita nggak seperti dulu lagi."

Aulia mengusap wajahnya, seolah berusaha menenangkan diri. "Kita memang nggak seperti dulu, Za. Waktu dan keadaan mengubah segalanya. Aku nggak bisa selalu ada untuk kamu, karena aku juga punya perasaan yang harus kuhadapi."

Aliza merasa hatinya teriris, namun ia berusaha untuk tetap tenang. "Lia, aku nggak pernah ingin membuat semuanya jadi rumit. Aku tahu perasaanmu, dan aku juga merasa bersalah karena aku nggak bisa lebih memperhatikan persahabatan kita."

Aulia menatapnya lama, seolah mencoba membaca setiap kata yang keluar dari mulut Aliza. "Tapi kamu harus tahu, Za. Terkadang, cinta bisa mengubah segalanya. Aku nggak bisa mengabaikan perasaan ini. Aku suka Reyhan."

Ucapan Aulia itu membuat dunia Aliza seakan berhenti sejenak. Hati Aliza terasa seperti dihantam batu besar. "Lia... kamu... kamu suka Reyhan?" suara Aliza terdengar pecah, meskipun ia berusaha untuk tetap tegar.

Aulia menunduk, tampak ragu. "Iya, Za. Aku juga nggak bisa menghindarinya. Sejak pertama kali kita mulai bicara, aku merasa ada sesuatu. Tapi aku nggak bisa menghalangi apa yang terjadi antara kamu dan Reyhan."

Aliza terdiam. Semua yang selama ini ia rasa—rasa takut dan keraguan—sekarang terasa semakin nyata. Persahabatan mereka yang dulu begitu erat, kini harus berada di persimpangan jalan, terpisah oleh cinta yang tak terelakkan.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang, Lia?" tanya Aliza, suaranya hampir tak terdengar.

Aulia mengangkat wajahnya, mata mereka bertemu. "Aku nggak tahu, Za. Tapi yang jelas, kita nggak bisa terus-terusan terjebak dalam perasaan yang nggak jelas. Aku nggak mau jadi orang ketiga di antara kalian, tapi aku juga nggak bisa menghindari perasaan ini."

Aliza merasa hatinya semakin berat. "Aku nggak tahu kalau perasaan kamu selama ini begitu kuat, Lia. Kenapa kamu nggak bilang lebih awal?"

Aulia terdiam, lalu menjawab dengan suara lembut. "Karena aku tahu kalau kamu juga suka sama Reyhan, Za. Aku nggak mau merusak persahabatan kita, tapi sekarang aku nggak bisa lagi berpura-pura."

Keheningan menyelimuti mereka berdua. Aliza merasakan seolah ada jarak yang semakin besar antara dirinya dan sahabatnya. Namun, ia juga tahu bahwa mereka tidak bisa terus menghindari kenyataan ini. Cinta, persahabatan, semuanya saling berbenturan dalam perasaan mereka.

Aulia akhirnya berdiri dan menatap Aliza dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku nggak tahu apa yang akan terjadi, Za. Tapi aku berharap kita bisa saling mengerti, meski ini sulit."

Aliza mengangguk pelan, air mata mulai menggenang di matanya. "Aku juga berharap begitu, Lia. Aku nggak mau kehilangan kamu, tapi aku juga nggak tahu harus bagaimana."

Aulia menatapnya sekali lagi, lalu melangkah pergi, meninggalkan Aliza di dalam kelas yang terasa begitu sepi. Aliza menundukkan kepala, mencoba mencerna semuanya. Dalam hidup, terkadang kita harus menghadapi kenyataan yang tak pernah kita inginkan, dan sekarang, ia harus memilih antara menjaga persahabatan yang sudah bertahun-tahun dibangun atau mengikuti perasaannya sendiri.

Cinta memang bisa begitu rumit, dan Aliza tahu bahwa hari-hari ke depan tidak akan mudah. Namun, ia harus berani untuk memilih. Dan apa pun yang ia pilih, ia tahu, itu akan menjadi awal dari babak baru dalam hidupnya.

Cinta Yang Tak Terucap [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang