"Paman, Jake? Bagaimana?"
"Jay," panggil pria yang di sapa Paman tadi, sambil menepuk pundaknya.
Jay dengan kaos putih yang terlihat noda darah di pundaknya segera berlari menuju dokter yang baru saja keluar dari bilik IGD. Hampir gila Jay. Hanya ingin keluar sebentar bertemu Heeseung temannya, mencari ketenangan dan mengumpulkan kesabarannya, tapi kembali dengan kondisi Jake yang bisa dibilang sekarat. Menyebalkan. Jay tidak berhenti mengutuk dirinya. Kalau saja dia tidak terlena dengan video games, kalau saja dia mendengarkan apa yang Heeseung katakan untuk pulang lebih cepat untuk kembali mengajak Jake makan, kalau saja dia tidak kalah dengan keegoisannya. Dasar bodoh, hentikan dialog kalau saja di otakmu.
"Jake buruk. Lambungnya luka—lagi, dehidrasi, dan badannya benar-benar lemah."
Jay tertunduk.
"Paman sudah usahakan yang terbaik. Setelah Bibi Jihyo menyelesaikan administrasi, Jake pindah ke ruang inap. Jay temani Jake dulu ya?"
"Paman, kapan Jake kembali? Sudah dua bulan, tapi semakin parah.." lirih Jay. Ia tau, sepupunya bukan sekedar sakit secara fisik. Tapi ia kehilangan dirinya, depresi dan traumanya hampir mengalahkan tubuhnya.
"Secepatnya. Perlahan-lahan, nanti paman kenalkan terapis yang bisa bantu Jake. Jay dampingi Jay terus, ya?"
Anggukan terlihat, Seokjin menepuk puncak kepala anak dari adiknya. "Anak Yoongi memang sangat bisa diandalkan. Bibi sudah bawakan makan siang untukmu. Dimakan, hm?"
Jay menggangguk.
"Paman tinggal dulu ya. Kamu boleh duduk di samping Jake. Masuk sana," ujar Seokjin lalu meninggalkan Jay.
Jay masuk perlahan, membuka tirai, dan mendapati saudaranya tertidur damai. Keringatnya sudah mengering, wajahnya masih sangat pucat. Ia benci, kenapa harus mendahulukan egonya tadi? Kalau saja Jay tidak pergi, mungkin ia setidaknya berhasil membuat Jake minum, atau sekedar menahannya untuk menghisap benda mengerikan itu. Bodoh, kau bahkan sempat berpikir lelah menghadapi Jake, padahal kau juga yang tidak bisa hidup kalau dia pergi.
"Maaf.." lirih Jay.
"Jay?" suara serak seperti igauan keluar dari mulut Jake, membuat yang dipanggil mendekat.
"Hey? Gue ganggu? Maaf ya.. tidur lagi aja, sebentar lagi kita pindah." Jay mengusap lembut kening Jake yang hangat, terlampau hangat. Dingin tangan kekar itu membuat Jake lebih nyaman.
"Jangan dilepas. Tangan Jay dingin, nyaman." rengek Jake dengan suara serak, dan terdengar sangat manja.
Demi Tuhan, lebih baik Jay melihat Jake menjadi manja seperti ini.
"Um, tidur lagi ya?"
Bukannya tidur, Jake malah membuka matanya. Tatapannya sayu, membuat Jay makin merasa bersalah.
"Mau pergi? Jay?"
Tuh kan, lo pake acara marah sama Jake.
"Nggak. Gue disini."
"Tadi Jake pusing.. tapi Jay gaada." lirihnya.
"Masih ya pusingnya?" Jake mengangguk.
"Yaudah, dimeremin. Kalo lo nakal, ga nurut, gue pergi lagi."
"Jay marah, takut."
Coba?! Siapa yang dari kemarin akting seperti orang yang bisa ngelarin semua sendiri?!
"Haduh, nggak. Gue ga marah. Tidur, atau gue jadi beneran marah?"
Jake merengut.
Tangan Jay menangkup kedua pipi Jake, sambil memainkan pipi tirus itu. Dasar, ngerokok aja jago, tapi sifatnya persis bayi tiga tahun.
"Gue ngga marah. Maaf ya? Tadi gabisa nurunin emosi, gue khawatir, tapi lo bebel. Gue juga gatau harus gimana, lo ga dengerin omongan gue sama sekali. Gue sedih banget. Khawatir, tapi lo sendiri ga peduli sama badan lo. Tadi niatnya keluar sebentar, nenangin pikiran. Tapi ternyata emang lo gabisa ya gue tinggal?"
Perlahan Jake mengangguk. "Maaf, Jake nakal."
"Gue maafin. Jangan bandel lagi ya?"
Jake mengangguk lagi, lalu menangis.
"Heh, kok nangis? Pusing? Perut lo sakit?" Jay mengusap air mata Jake.
"Jay jangan pergi lagi. Jake gasuka sendiri..."
Haduh.. bayi.
"Gue ngga pergi Jake. Kalo lo ga suka sendiri, makannya kalau ada apa-apa, bagi ke gue. Ngerti? Lo punya gue. Lo jangan cuman takut gue pergi doang. Tapi semuanya dipendem sendiri. Oke?"
Lagi-lagi Jake menggangguk. Jay mendekat dan memeluk saudaranya lembut, menepuk punggungnya. Hampir saja, Jay terlewat. Semesta Jake memang sedang kejam, tapi setidaknya dia punya Jay, dengan semesta yang lebih tenang untuk terus bertahan.
"Gue juga mohon, jangan berpikir buat pergi lagi."
— end.
KAMU SEDANG MEMBACA
the arcane and his haimish | Oneshot Jayke 2J Enhypen ✔️
FanfictionSingkat tentang Jay dan Jake, saudara sepupu yang selalu bersama sejak belajar bicara. Tentang semesta Jake yang terlampau kejam dan Jay yang selalu berusaha ada, setidaknya memastikan Jake bangun tiap paginya. Kelam menenggelamkan Jake, membuatnya...