Bait satu

27 2 0
                                    

Kehadirannya menimbulkan desir
Yang tak bisa ku tolerir
-𝓭

📜

"Permisi," Dabin menginterupsi sekelompok siswa kelas sebelas yang tengah duduk rapi, yang masing-masingnya memegang ponsel.

Karena tidak ada yang menanggapi, Dabin mengulangi ucapannya. Hingga akhirnya salah satu dari mereka beranjak menghampiri Dabin yang berdiri di ambang pintu.

"Gimana?"

"Tadi saya di titipin pesan kalau kelasnya Mas, jam 1-2 kosong. Kalau nggak salah lihat, pin bapaknya yang pesan ke saya tulisannya Pak Mat- siapa gitu."

Meski sekilas, Dabin dapat melihat kakak kelas didepannya itu tertawa.

"Oh, Pak Mattius. Kamu anak kelas sepuluh, ya?" tanyanya.

"Iya, Mas."

"Udah jalan dua semester ternyata belum hafal nama-nama guru disini, ya?

Dabin nyengir. Dalam hati dia menggerutu karena menurutnya, nama orang itu adalah salah satu hal yang paling sulit diingat.

Orang di depan Dabin bertanya lagi, "Udah?"

"Kalau Mas namanya siapa?"

Sedetik kemudian, setelah menyadari kalimat yang baru saja ia lontarkan, Dabin meruntuki dirinya sendiri. Sedangkan orang didepan Dabin bersusah payah menahan tawanya.

"Aidan."

"Oh, oke. Tolong disampaikan pesannya Pak Matt ke temen-temennya Mas. Makasih ya Mas Aidan."

"Iya." Aidan mengangguk. "Kalau ketemu lagi, jangan lupa gantian kasih tahu nama kamu ya."

"Iya, Mas," jawab Dabin. "Eh, sekarang aja Mas, aku Dabin."

Sedari tadi, bibir Aidan terus terangkat mendapati lawan bicaranya yang sedikit unik itu. "Oke. Meski udah kasih tahu nama, nanti tetap harus ketemu lagi ya, Dabin."

"Iya." Dabin kontan terbelak. Terkejut dengan ucapan spontannya. Inilah kekurangan dari mulut yang terlalu responsif. Karena takut ada salah paham, Dabin segera meralat. "Iya, maksudnya pasti ketemu lagi ngga si Mas? Kan sekolahnya sama?"

"Hm, apa iya?"

Dengan senyum canggungnya, Dabin mengangguk. "Iya."

"Tapi sebelum hari ini, kenapa nggak pernah ketemu?"

Jujur, Dabin sudah tidak tahu bagaimana cara menanggapi Aidan. Selain merasa canggung karena Aidan baru ditemuinya, Dabin juga gugup bukan main karena sejak tadi kalimat yang dilontarkan Aidan seakan melepas segerombol kupu-kupu dalam perutnya.

"Takdirnya hari ini kali, ya?" kata Aidan lagi. "Kehadiran seseorang tuh emang ngga bisa dipresiksi, ya? Haha, yaudah sana kamu balik ke kelas. Nanti aku bilangin ke teman-teman pesan dari Pak Matt. Thanks, Dabin."

Dabin mengangguk. Dia sedikit membungkukkan badannya dan akhirnya berlalu dari hadapan Aidan.

Sedangkan Aidan belum kembali lagi ke ruangan. Aidan menunggu hingga Dabin memasuki ruang kelasnya, baru kemudian dia berbalik dengan senyum yang masih bertahan dibibirnya.

📜

An Untold FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang