Alethea tiba di tujuan. Ia bersegera turun. Mengabaikan Mahesa yang entah apakah masih tertawa ataupun menatap Alethea. Alethea terhenti di depan gerbang rumahnya. Menyentuh gagang pintu pagar. Terdiam. Alethea takut melangkah ke halaman rumahnya. Masih teringat bagaimana Ayahnya menamparnya sangat keras. Namun, mau tidak mau Alethea harus bertemu Bundanya yang mungkin sedang menunggu Alethea pulang di sofa ruang tengah.
Baru saja Alethea membuka pintu pagar, terdengar suara teriakan dari dalam rumahnya. Alethea mengurungkan niatnya untuk memasuki rumahnya. Samar samar mendengar teriakan Ayah dan Ibunya.
"ALETHEA HADIR NAMUN KAMU JUSTRU MENDUA!"
"SEDANGKAN ALETHEA BUKAN ANAK DAGING DARAH SAYA."Alethea berjalan menjauh dari rumahnya. Memutuskan untuk menuju taman kota yang tak jauh dari rumahnya. Ia duduk di ayunan. Mengayunkan pelan dengan kakinya. Alethea menatap kosong tanah di bawahnya. Baru saja ia hidup dengan bahagia dengan orang tuanya, kini terancam buruk. Hanya karena dirinya bukan anak kandung.
Ayah saat itu sedang dinas di luar negeri. Saat Dinas luar negeri ini Ayah mendua dengan keadaan Bundanya hamil namun anak dalam kandungannya gugur. Bunda memutuskan untuk mengadopsi anak dan itu Alethea tanpa memberi tahu kepada Ayahnya. Ayahnya mengira Alethea anak Bunda. Alethea bahkan baru mengetahui akhir akhir ini.
"Kakaaak!" tiba tiba seorang anak kecil terjatuh tidak jauh dari tempat Alethea. Ia menangis memanggil kakaknya. Hati Alethea tergerak untuk menolong. Ia mendekat lalu mengelus puncak kepala anak kecil tersebut.
"Hey, mana yang sakit?"Alethea mencari luka anak kecil tersebut. Ia hanya melanjutkan menangis. Alethea menemukan lecet kecil di lutut dan telapak tangannya. Alethea meniup luka tersebut.
"Cup, cup. Sini Kakak obatin." Alethea mengeluarkan air minum dan plester. Alethea membersihkan luka anak kecil tersebut pelan pelan walau anak kecil tersebut tetap menangis mengeluh sakit.
"Namamu siapa?" Alethea pelan pelan memasangkan plester setelah dibersihkan dengan air minum. Anak kecil tersebut hanya sesenggukan berusaha menahan tangisnya.
"Aidan." ia mengusap air matanya kasar.
"Udah selesai. Sekarang Aidan cari kakak Aidan." Alethea menggandeng tubuh Aidan. Ia mengingat Aidan berteriak mengadu mencari kakaknya saat ia terjatuh.
Aidan terdiam, matanya menatap sekeliling.
"Aidan!" Seorang laki laki berambut panjang dengan jaket denim mendekat dan Alethea merasa tak asing.
Aidan melepas gandengan dengan Alethea, berlari sedikit terpincang mendekati lelaki tersebut. Ia memegang bahu Aidan, khawatir melihat mata sembab Aidan.
"Aidan kenapa nangis?" Netra laki laki tersebut menelisik tubuh Aidan. Ia terkejut mendapati permukaan kulit yang dibalut plester di lutut dan di telapak tangan Aidan.
"Jatuh?" laki laki tersebut menangkupkan tangan di pipi Aidan. Aidan mengangguk kecil.
"Besok kalo lari jangan lupa lihat jalannya, oke?" Mahesa mengusap puncak kepala Aidan. Aidan mengangguk menurut. Alethea terdiam di tempat menatap lelaki tersebut menggendong Aidan.
"Ah, Terimakas..." belum sempat lelaki tersebut menyelesaikan kalimatnya, Alethea menggumamkan nama lelaki tersebut.
"Kak Mahesa..."
"Eh, lo yang tadi di halte?" Mahesa terkejut, lalu tertawa kecil. Pipi Alethea memerah. Ia menutup wajahnya yang mungkin sudah memerah dengan kedua tangannya. Menahan malu.
"Kak... jangan di bahas." Alethea melepas tangannya dari wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Berusaha berekspresi senormal mungkin.
"Sorry, haha, habis lo lucu banget asli." Mahesa menahan tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
unknown [on going]
Fanfic" semua skenario tuhan kita nggak tahu Ale " started : 07.01.22 (in writebook) 19.04.22 (in wp) done :