Brakes and Awereness

39 2 0
                                    

[H-2 Bulan Sebelum Kejadian]

Sungguh aku kesal hari ini. Jam weker ku tak berbunyi seperti biasanya. aku menggerutu di dalam hati. Sepertinya aku lupa menyalakan tombol on nya.
"huft hari ini gue telat membuat bekal yang lebih baik."
aku terus mengeluh dan berjalan gontai ke kamar mandi untuk bersiap pergi ke sekolah. Pagi ini aku bangun agak terlalu siang tapi tidak harus membuatku buru - buru ke sekolah. Tapi karena bangun lebih siang dan tidak seperti biasanya, jadinya hari ini aku hanya sempat membawa bekal sandwich dengan isi telur dadar di dalamnya. Kalian pasti mau bertanya orang tuaku dimana kan? Dan mari kita berkenalan terlebih dahulu.

Namaku Secha Lily Alea. Kenapa? aneh ya. Aku juga tak banyak tau sebenarnya arti dari namaku ini. Nanti lebih jelas tanyalah orang tuaku. Orang tua? apa aku punya? ya aku tentu punya. Aku tinggal dirumah yang sederhana dikawasan Bandung selatan bersama dengan Ayahku,superhero yang paling hebat di dunia.
Aku hanya tinggal berdua dengan ayah karena aku tak mempunyai seorang kakak ataupun adik. Soal Ibuku, dia telah tiada sejak aku berusia 9 tahun. Tapi aku tak pernah kesepian dan aku merasa bahagia selalu.
*Tidak. Kata-kata di kalimat terakhir itu aku bohong. hahaha

Aku periang namun kadang merasa kesepian di rumah. Mungkin karena ayah yang sibuk mengurusi perusahaannya. Oke, mari back to the earth. Aku menuruni tangga dan kemudian menyapa ayahku,

"hai yah selamat pagi!" kataku kurang bersemangat.
"Selamat pagi my Lea. Loh, kamu kok tumben lemes gini. Biasanya anak ayah kan selalu riang. Ada apa? karena kamu bangun kesiangan?"
Kutarik lagi mukaku yang terlihat lesu dan kembali menampakkan senyum terbaikku.

"Ah tidak. aku masih jadi anak ayah yang periang. Aku hanya sedang tidak bersemangat hari ini" raut mukaku kembali suram.
"aku kesiangan dan hanya bisa bikin bekal yg jelek ini untuk Ardi".

Kalo kalian kepo Ardi itu siapa, dia pacarku! Jangan coba-coba memilikinya. Karena dia miliku! #oke ini aku terlampau lebay.

"Sudahlah, ayah yakin kalo soal itu sih Ardi pasti bisa memaklumi. Cepat kamu berangkat. lihatlah sudah mau hampir setengah 7. Ingin diantar ayah atau seperti biasa?"
aku kemudian menyahut "seperti biasa yah. Lea berangkat dulu ya!" Aku mencium pipi ayahku sambil masih mengunyah roti di tanganku.

Aku menuju ke garasi untuk mengambil sepeda miniku dan bersiap berangkat. Ini lah rutinitasku biasanya. Tunggu. Kalian heran ya kenapa Ardi yang notabene adalah pacarku tapi tidak menjemputku setiap paginya? Ardi itu arah rumahnya berlawanan dengan arah rumahku dan aku yang mengatakan padanya tak masalah jika tak berangkat bersama. Toh kita juga masih bisa bertemu di sekolah. Aku lupa mengatakan dimana aku sekolah. Aku bersekolah di SMA Perjuangan Bandung. Aku bukan anak yang cerdas seperti einsten dan tidak bodoh juga. Aku di taraf rata - rata.

Sekolahku yang tidak begitu jauh dari rumahku membuatku lebih memilih berangkat naik sepeda mini ini selain sekalian olahraga, aku juga bisa menikmati udara dingin nan sejuk Bandung di pagi hari.

Aku terus mengayuh sepedaku dengan riang. Melewati jalan raya yang sepi dan belum begitu ramai kendaraan berlalu lalang. ku kayuh terus sepedaku. Melewati tanjakan dan turunan dengan sekotak bekal berisi sandwich di keranjang milikku. Saat melewati turunan yang lebih curam aku merasa remku tidak berfungsi dengan baik. Aku sangat panik dan aku bisa menabrak apapun saat ini. Kucoba terus tapi remku tetap tidak bisa berfungsi.

"Gawat. Ada orang. Siapa itu? Kayaknya..." aku berbicara di dalam hati.

aku panik sekarang ya benar benar panik. Aku kemudian berteriak
"Hey!Minggir! Rem sepedaku blong!"
Tetap tidak ada respon dari orang di depanku ini. Hah kebiasaan Drian memakai headset saat berjalan menyusahkanku.
" HEYY!DRIAN APA LO NGGAK DENGER?"
Ya Drian. Tetangga ku yg punya level cuek sangat tinggi namun sebenarnya orang yang mempunyai tingkat kepedulian sangat tinggi.
Tapi ini bukan waktunya untuk berbica banyak tentangnya. Aku sudah berteriak memperingatkannya. Tapi dia tak mendengar.  Aku kesal sekaligus panik. sebentar lagi sepeda ku meluncur ke arahnya!
Aku terus membunyikan bel sepedaku berharap ia mendengarnya. Dan yap! Ia menengok ke arahku dengan tatapan bingungnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CAN'TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang