Assalamualaikum...
Makasih karena udah mampir di part ini🤗
Happy reading..•
•
•
•°°°
Tatapan kelima pria yang belum genap sehari berada di pondok menjadi suram setelah mendengar bahwa tempat yang ditujukan pada mereka adalah kamar tempat tidurnya selama berada di tempat tersebut. Hal itu membuat kalimanya menghembuskan napas berat.
"Lo yakin ini kamar gue?!"
Santri bernama Fawwas lantas mengangguk pelan, ia sedikit mengernyit melihat tatapan para pria berandalan itu yang sepertinya tak suka dengan kamar tersebut.
"Ada apa?" tanya Fawwas dengan was-was.
"Didalam ada orang goblok! Gak mungkin gue tidur sama mereka. Mending balik ke ruangan tadi." Mirza menunjuk beberapa santri didalam kamar itu.
"Ya memang gini keadan kita. Satu kamar akan diisi sampai lima belas orang, bahkan ada juga sampai dua puluh."
"APA?!" Kelimanya terpekik kaget.
"Gak salah, lo? Ini pesantren atau tempat pengungsian, banyak bener!" sahut Mirza.
Fawwas menggeleng kepalanya pelan, ada-ada saja pikiran pria ini.
"Saya permisi dulu, Assalamualaikum!!" ucapnya kemudian beranjak keluar.
Kini tinggal-lah mereka berlima dan sepuluh orang yang berada didalam kamar tersebut. Tatapan tidak enak para santri itu membuat Mirza menghela napas.
"Awas kalau ada yang ngompol dan ileran. Gue bakal mutilasi mulut sama burung, lo!"
Deg!
Tak ada pengecualian untuk orang yang berada disana termasuk keempat teman Mirzaa. Mereka sama tegang dengan ucapannya.
°°°° Bukan Sekedar Santri °°°°
"Bangun, bangun! Ini sudah Maghrib, kalian masih tidur?"
Mirza menggeliat dalam posisi tidurnya. Sentakan ringan yang ia rasakan membuatnya berdecak. Bukannya terbangun pria itu malah memperbaiki posisi tidurnya.
Bukan cuma Mirza, keempat temannya tersebut ikut merasakan sesuatu yang menyentaknya. Mereka semua tidak ada yang bangun dari tidur yang sangat larut itu. Mereka seakan manusia yang baru saja tertidur dari kecapeannya masing-masing.
Ilham, Nadi, dan Fawwas terus membangunkan mereka. Sebentar lagi Azan Magrib dan kelima pria itu tak juga kunjung tersadar dari tidurnya.
Allahuakbar Allahuakbar...
Allahuakbar Allahuakbar...Azan Maghrib akhirnya terdengar membuat tiga santri yang membangunkan Mirza sedikit kesal. Bagaimana tidak kesal, sejak tadi mereka membangunkan pria itu namun tidak ada respon sama sekali. Mau tak mau, akhirnya para santri itu beranjak pergi menuju Masjid.
Dilain sisi tepatnya area Masjid, Kiai Hasan mengedarkan pandangannya mencari seseorang.
"Ada apa Kiai? Mencari seseorang?" Ustadz Mahmud bertanya demikian saat pria tua itu tengah gelisah.
Kiai Hasan menatapnya kemudian menyahut, "Saya mencari Mirza dan teman-temannya."
"Aku akan mencari mereka, Abi." Setelah menimpal. Raihan bergegas melewati Kiai Hasan dan Ustadz Mahmud untuk mencari pria yang menjadi pusat kegelisahan ayahnya.
Raihan berjalan dengan wajah yang sedikit sangar. Wajahnya yang tampa ekspresi sama sekali tak membuat pria itu terlihat memancarkan aura kejamnya. Semua santri tau bagaimana karakter seorang Raihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Santri
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [ON GOING] Belum di revisi Pria dengan kopiah hitam dikepalanya yang sedikit miring tengah memandang satu bangunan yang cukup besar di hadapannya. Sarung yang tadinya ia pakai kini berada dilehernya dan bergelantungan bebas...