"Jadi lu nemu nih bayi ada di depan pintu rumah lu gitu?"
"Ya betul!"
"Gak ada orang lain yang ada di sana selain bayi ini setelah suara bel rumah lu bunyi?"
"Ya betul!!"
"Tega banget orangtua ini bayi, ckck dasar" guman aylan sembari menggendong bayi itu.
"Ya betul!!!"
"ARDHAN! Stop ngomong kayak gitu, kita gak lagi main super deal!!"
Aylan melempar guling bergambar shinchan yang tergeletak di sampingnya ke arah Ardhan, laki-laki yang sempat menelponnya tadi. Si tetangga rusuh bin rese.
Kini aylan sedang berada di kediaman keluarga Dhimaran. Lebih tepatnya di kamar Ardhan, sang anak tunggal keluarga ini. "Idhan, lu udah bilang ke mama tania belum?"
Ardhan tertawa mencurigakan. "Belom, gua nemu nih bayi aja langsung nelpon lu bukan mama gua"
"Bodoh!, telpon mama tania sono sekarang!!"
Aylan melempar kembali bantal yang ada di dekatnya. Anak aneh memang Ardhan ini, di saat orang lain jika ada suatu masalah pada dirinya yang pasti akan paling awal dihubungi adalah anggota keluarganya. Lain berbeda dengan Ardhan, ia malah menghubungi Aylan. Keluarga bukan, pacar pun bukan. Hanya teman sekolah dan tetangga, itu pun tetangga jauh berbeda komplek.
Soal pacar, ya Ardhan punya seorang pacar yang cantik dan boleh di bilang sangat Waw! Berbeda dengan aylan. Dan aylan sendiri pun sudah memiliki pacar, yang begitu dia sayang.
Ardhan keluar dari kamarnya untuk menghubungi mamanya. Aylan sendiri tengah mengusap lembut ubun-ubun bayi itu. Guratan senyuman terukir di bibir mungil bayi itu, menandakan bahwa sang bayi menyukai usapan yang aylan berikan. Tak lama kemudian Ardhan kembali.
"Udah kan? Gimana tanggapan mama tania?"
"Mama, ya gitu" jawab ardhan, lalu duduk di tepi kasur samping aylan
Aylan menendang pinggang ardhan, dirinya sangat kesal lama-lama berhadapan dengan makhluk seperti ardhan. "Gitu apanya?! Lu kalo ngomong suka gak jelas"
Ardha mengelus pinggangnya yang sakit sambil menggrutu kesal, kesal dirinya selalu di jadikan samsak oleh aylan. "Mama bilang, dia gak keberatan kalo ini bayi tinggal di rumah ini. Mama malah kirim uang tambahan buat kebutuhan nih bayi"
Aylan berseru gembira, sambil bertepuk tangan heboh. Aylan memang sangat menyukai anak kecil, terlebih kalo itu bayi, dia akan sangat-sangat menyukainya. Baginya bayi itu sangat menggemaskan bahkan di saat dirinya lelah setelah melakukan hal apapun ketika melihat bayi yang bahagia rasanya semua energi kembali terkumpul.
"Baguslah, lagian mama tania irit banget punya anak cuman satu aja. Gak enak tau, kesepian" ujar aylan menyindir langsung ardhan
"Bukan irit ay, mama gua menegakkan program KB"
"Mana ada KB, KB itu 'dua anak lebih baik' lu kan sendiri gak berdua"
"Yaa. . . YA GITU LAH! lagian gua gak kesepian, masih ada si siti yang masih nemenin gua"
Aylan menaikkan satu alisnya. Siti? Siapa dia? Setahu dirinya tidak ada anggota keluarga ardhan yang bernama siti, atau siti adalah pembantu di rumah ini. Kok dirinya baru tahu? Biasanya ardhan akan laporan padanya apapun itu. Contohnya hal terkecil pun yang tidak penting bin unfaedah ardhan pasti akan memberitahunya.
"Siti siapa?"
"Lah lu gak tau siti?" Tanya ardhan setengah tertawa pada kalimatnya. "Tuh siti"
Ardhan menunjuk pada rumah kucing anggora miliknya yang berada di kamarnya. Kucing anggora berbulu putih bersih dan bermata kuning emas itu keluar dari kandangnya ssat ardhan menyebut namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Brother !
Random. . Di usia 18 tahun ardhan belajar untuk menjadi sosok seorang ayah bagi bayi kecil itu dengan bantuan sahabat sekaligus tetangganya Aylan. Bisakah ardhan merawat bayi ? . . . "Ck, anak tunggal kayak lu mah mana bisa rawat bayi" -ayy "Ay, lambe lu...