Pembahasan

17 4 0
                                    

Saya Sri Ruwandani dan berasal dari kota Medan. 2020, adalah awal dari semua kekacauan yang terjadi. Dengan pemberitahuan libur selama 2 Minggu, nyatanya menjadi libur selama 2 tahun.
Hanya merasakan beberapa bulan kuliah tatap muka, bertemu teman-teman baru dari berbagai kota dan merasakan bagaimana indahnya tersemat kata mahasiswa.

Bersyukur masih kami rasakan, setidaknya, kami masih merasakan segarnya udara dari sekolah dasar sampai jenjang perkuliahan.
Banyak sekali anak-anak kurang beruntung yang bahkan menginjakan kaki di sekolah saja belum.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengamen cilik dan anak yang tertutup kostum badut di lampu merah. Mereka bersyukur walau hanya mendapat uang pecahan dua ribu rupiah dari para pengendara.

Hak dan kewajiban mereka sebagai pelajar terenggut dengan naasnya, ingin bersekolah namun tidak biaya. Ingin bekerja namun tidak ada pengalaman dan kemampuan yang mendukung.
Ada juga anak yang masih diberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan, namun karena pandemi yang merajalela, pembelajaran dilakukan lewat media komunikasi ponsel.
Lantas bagaimana dengan anak yang tidak punya ponsel? Mereka bertanya kepada teman sekolah, tentang tugas dan tentang materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Banyak hal yang sudah dilakukan pemerintah untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi, tetapi masih belum efektif.

Hak, setiap anak memiliki hak atas pendidikan. Setiap anak memiliki hak dalam mendapatkan bimbingan dalam pembelajaran. Namun nyatanya, para anak tidak mendapatkan hak mereka.
Apabila mereka sudah mendapatkan hak, maka mereka juga akan mendapatkan kewajiban sebagai seorang siswa, yakni belajar.
Pemerintah harus lebih berusaha memaksimalkan kinerja dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Meninjau langsung seluruh sekolah yang ada di Indonesia dengan mendatangkan start pemerintahan di setiap daerah.
Memberikan beasiswa bagi anak yang tidak mampu dan pastinya harus tepat sasaran.

Pengalaman yang sering terjadi adalah, anak kalangan atas mendapatkan bantuan beasiswa tidak mampu. Sedangkan anak dengan kalangan menengah ke bawah malah harus gigit jari memikirkan biaya untuk mewujudkan mimpi.
Tidak ada kata pemerataan yang berarti, semua hanya sekedar ucapan yang tidak ikuti dengan tindakan.
Marah dan kecewa pasti. Tapi apalah daya mereka bersuara tapi tidak didengar, berpendapat tapi tidak ditanggapi.
Miris. Di saat negara lain sedang gencar meluncurkan teknologi terbaru, di Indonesia malah masih mengurusi masalah yang itu-itu saja.

Berdasarkan informasi dari Investopediapada tahun 2020, tiga negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia adalah Finlandia, Denmark, dan Korea Selatan. Hal ini dilihat  berdasarkan tingkat perkembangan termasuk pendaftaran sekolah anak usia dini, nilai tes dalam matematika, membaca, dan sains di tingkat dasar dan menengah. Selain itu juga tingkat kelulusan sekolah menengah dan perguruan tinggi serta tingkat literasi bagi orang dewasa.

Di Korea Selatan rata-rata siswa pulang ke rumah pukul 10 malam, bukan untuk bermain-main, mereka melakukan kegiatan akademik, bimbingan les, dan lanjut belajar di perpustakaan hingga larut malam.
Bukan tanpa sebab mereka melakukannya, semakin maju zaman, semakin tinggi pula tingkat persaingan. Baik itu dalam dunia pendidikan dan dunia pekerjaan.
Kita dapat mencontoh mereka karena semangat dalam menempuh pendidikan.
Kesadaran juga sangat dibutuhkan dalam pikiran setiap anak di Indonesia.
Anak mudah terpengaruh karena lingkungan sekitar. Jadi, pengawasan orang tua juga merupakan faktor keberhasilan dalam membentuk karakter anak yang baik dan peduli pada pendidikannya.
Karena untuk mencapai gerbang merdeka dalam dunia pendidikan, bimbingan orang tua di rumah dan bimbingan guru di sekolah sangat penting bagi tumbuh kembang anak.

Kesenjangan pendidikan yang terjadi bukan semata-mata masalah sepele yang dipandang sebelah mata. Berikanlah kesempatan kepada semua anak di Indonesia untuk merasakan indahnya dunia pendidikan, berikanlah kesempatan setiap anak untuk merasakan indahnya jalinan pertemanan, berikanlah kesempatan setiap anak untuk merasakan indahnya duduk di bangku dan memperhatikan guru menjelaskan materi pelajaran, berikanlah kesempatan setiap anak untuk mendapatkan hak mereka sebagai pelajar yang mengerti pentingnya dunia pendidikan untuk masa depan yang cerah.
Mungkin mereka akan terlihat acuh dan tidak peduli akan pendidikan, namun siapa yang tahu dalam hati mereka menjerit seakan minta keadilan kepada Tuhan untuk hidup lebih layak.
Bukan hanya pemerintah saja yang harus memperjuangkan agar semua anak di Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak dan sewajarnya, tapi masyarakat juga turut andil dalam proses pemerataan yang berlangsung.

Caranya mudah, ketika bertemu anak yang menjadi pengamen dan badut di lampu merah, berikan motivasi kepada mereka untuk terus berjuang mendapatkan hak mereka dalam dunia pendidikan.
Selanjutnya pemerintah setempat dapat mendata anak mana saja yang tidak dapat bersekolah dan memberikan beasiswa kurang mampu kepada mereka.

Semua terasa mudah jika dilakukan dengan kejujuran, iya kejujuran. Tidak ada korupsi bantuan untuk anak sekolah.
Masih banyak kasus bantuan yang berkurang dan bahkan tidak sampai kepada yang membutuhkan.

Kesadaran sebagai orang dewasa dan sebagai wakil rakyat sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pemerataan pendidikan di Indonesia.

Kesenjangan Pendidikan di Indonesia Pada Masa Pandemi Covid-19Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang