🐰SATU🐰

16 9 0
                                    


Perempuan cantik itu, menuruni tangga rumahnya dengan bersenandung tidak jelas, kaki jenjangnya berjalan menuju dapur, guna menyiapkan makanan.

Aquira sesekali tersenyum kecil saat membayangkan Samudra memakan masakan buatannya seperti dulu. Ia bertekad membuatkan makanan yang disukai Samudra, membayangkannya saja membuat Aquira tersenyum senyum tidak jelas.

" Jadi!, Semoga Samudra nanti suka " Setelah beberapa saat berkutat dengan alat dapur, akhirnya makanan yang dibuatnya selesai dibuat.

Dengan semangat 45, Aquira berjalan keluar rumah, ingin cepat cepat sampai disekolah. Ia tidak pamit pada siapapun, siapa yang mau ia pamiti? rumahnya sepi, hanya ada dia dirumahnya. Ayahnya tidak pernah pulang, selalu saja bolak balik keluar negri,seperti tiada letih untuk itu.

Ibunya sendiripun sudah 5 th berada di rumah sakit. Koma. Semenjak kecelakaan hebat 5 th lalu yang menewaskan adik satu satunya, Askinan namanya dan membuat ibunya koma sampai sekarang.
Semenjak kejadian itu, Ayahnya semakin sibuk bekerja , bekerja, dan bekerja.

Sebenarnya Aquira tidak sendirian dirumahnya, ia tinggal dengan beberapa pembantu dan sopir serta tukang kebun.

Brum.. Brum..

Aquira mulai melajukan motor ninjanya dengan cepat, hari ini ia juga ada piket jaga gerbang.

Aquira disekolah menjabat sebagai sekretaris OSIS, ketua PMR dan Mayoret Sekolah. Piala dan piagam banyak berjejer di etalase dan dinding ruang tamunya, namun bagi Aquira itu tidak berarti, tak ada yang tersenyum bangga saat ia mendapatkan itu semua, mungkin hanya bi Asih sang kepala pembantu dan pak Cecep supir pribadinya.

Motor matic Aquira berhenti di parkiran sekolah, Aquira melepas helmnya dan turun dari motor, melepas jaketnya yang ia gunakan untuk menutup pahanya. Itu ajaran Samudra saat hubungan mereka masih baik baik saja.

" Kak Aquira "

" Pagi Ai.. "

" Pagi kak! "

" Pagi cantik "

" Pagi kak Aira "

Beberapa sapaan yang sesekali ia balas langsung terdengar di indra pendengarannya. Ini masih pagi, jadi tak terlalu banyak murid sekolah yang datang.

Kaki jenjang miliknya membawa munuju kelasnya, kelas XII IPA 1. Ia satu kelas dengan Samudra sejak dulu, langkahnya berjalan kearah bangku Samudra yang berada di pojok depan kanan, jauh dari bangkunya yang dekat pintu.

Aquira meletakkan bekal buatannya di loker meja Samudra, lalu nanti pulang sekolah ia mengambilnya kembali, kadang masih utuh, kadang pula masih sisa sedikit, kadang pun habis tak tersisa. Aquira tak tahu saja, bahwa bekal buatannya itu jarang dan hampir tidak pernah dimakan oleh Samudra, melainkan dimakan oleh Rehan atau teman temannya yang lain.

" Ngapain Lo? " Suara bariton yang dulu selalu hangat padanya kini terdengar dingin ditelinganya.

Aquira berbalik dengan senyum manisnya, ia agak bergeser, memberikan Samudra jalan untuk duduk di bangkunya.

" Itu, Gue buatin makanan kesukaan lo dulu kalo gue yang buat. Semoga masih suka " Aquira mengucapkannya dengan senyum lebar, matanya tersirat ada setitik harapan Samudra mau menerimanya.

Samudra berjalan menuju mejanya, lalu duduk di bangkunya. Tangan besar itu mengeluarkan sekotak bekal dari dalam loker mejanya.

" Ambil lagi " Ucap Samudra sarkas, menyerahkan kotak bekal bekal bergambar bulan dan bintang itu pada Aquira didepannya.

" Loh kenapa? Itu gue buat,buat lo.. "

" Gue nggak suka. Ambil lagi! "

" Kenapa? Dulu aja suka.. " Terlihat Dimata Aquira ada sirat kesedihan dan kekecewaan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

°•SAQUIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang