"gue pulang dulu yaa, assalamualaikum." Pamit Batari pada rekan kerja nya.
"Yoo hati hati di jalan ya." Dan di jawab dengan acungan jempol dari Batari.
Terus Batari susuri jalan trotoar yang pencahayaan nya remang remang, ditambah dengan keadaan sepi semakin menambah kesan horor. Bukannya takut, Batari justru lebih tertantang untuk terus menyusuri nya, apalagi akhir akhir ini tengah beredar rumor tentang jalan ini.
Sebenar nya jalan yang tengah di susuri ini bukanlah jalan satu satu nya menuju rumah nya, hanya sesekali ia memakai jalan ini. Tapi, khusus malam ini ia akan coba buktikan rumor itu.
Sudah setengah jalan Batari menyusuri jalan itu dan Batari belum menemukan hal hal yang di katakan rumor itu. Rumor tentang seorang laki laki yang selalu terdengar merintih kesakitan. Dikatakan badan kekar dan besar, rintihan nya terdengar sangat memilukan. Namun, sampai sekarang belum ada orang yang mampu melihat sesosok itu.
Tinggal seperempat jalan lagi yang harus disusuri namun sesosok itu masih belum juga terlihat.
Sayup sayup Batari mendengar rintihan kesakitan seseorang. Batari bisa dengan jelas mendengar rintihan itu, rintihan seorang pria.
"Kau kesakitan?" Tanya Batari dengan sedikit mengeraskan suaranya.
"Bisakah kau mendengar ku?" Tanya kembali Batari.
"Aku tidak tuli." Pria itu menjawab, Batari langsung merinding mendengar suaranya. Suaranya yang dalam dan dengan nada yang dingin sekaligus menusuk.
"Kau dimana? Haruskah aku menolongmu?"
"Tepat di belakang mu."
Sontak Batari menoleh ke belakang. Batari langsung membolakan matanya ketika melihat pria itu.
Sosok pria itu menjulang tinggi dengan pakaian yang serba hitam, kemudian tangan nya yang sebelah kiri memegangi perut nya dan tangan kanan menyangga tubuh nya yang di sandarkan pada tembok sebelah nya.
Batari pun perlahan lahan sadar dari keterkejutan nya, Batari langsung terpaku pada matanya.
Matanya indah berwarna coklat gelap, gelap sekali sampai Batari sempat mengira bahwa itu berwarna hitam.
"Mendekat jika ingin menolongku."
Entah dorongan dari mana Batari berjalan menghampiri nya dengan langkah yang mantap dengan terus menerus menatap matanya si pria tersebut.
Batari berhenti berjalan ketika jarak tubuhnya dan tubuh si pria hanya berjarak dua langkah.
Batari menyingkirkan tangan kiri itu yang terus memegangi perut, Batari pun meraba perut si pria. Terasa basah dan Batari mengendus tangan nya yang basah itu.
Bau anyir menyeruak ke dalam hidung nya. Batari pun langsung mendongak menatap wajah si pria dengan ekspresi bingung.
"Darah?" Si pria pun hanya mengangguk.
"Kau kuat berjalan?" Si pria itu hanya mengangguk lagi.
"Mau ke rumah ku? Aku ingin mengobati lukamu."
Pria itu memalingkan wajah nya, kemudian dia menatap intens wajah Batari lalu mengangguk.
Di papahnya si pria tersebut oleh Batari, untung nya sebentar lagi mereka akan sampai ke rumah Batari.
***
Sesampainya di rumah Batari, keadaan sunyi pun menyapa mereka. Batari ingat bahwa orangtuanya sedang pergi ke rumah nenek nya, tanpa dirinya.
Didudukan nya si pria ke sofa dan Batari pun langsung mengambil handuk dan se baskom air hangat untuk membersihkan darah dari luka si pria tersebut.
Batari duduk di depan si pria dengan sedikit menyingkap kaos hitam milik si pria. Si usapnya handuk basah itu ke luka tersebut. Tidak ada ringisan yang keluar dari mulut si pria, Batari melihat hanya sedikit mengerutkan dahi nya ketika Batari sedikit menekan handuk basah itu ke lukanya.
Setelah selesai, Batari menyimpan handuk dan baskom ke dapur kemudian Batari mencari kaos yang paling besar di deretan baju kaos nya di lemari lalu setelah menemukan nya Batari menghampiri si pria dengan kaos juga kotak P3K yang di ambilnya dari dapur sebelum menghampiri si pria.
"Aku tak tahu bagaimana cara mengobati nya, jadi kau saja." Mendengar perkataan Batari si pria spontan membuka mata nya yang tadi nya tengah ditutup.
Kemudian si pria tersebut bangkit dari posisi bersandarnya, si pria membuka kaos nya di depan Batari sontak Batari langsung memalingkan wajah nya.
Bisa bisa ternoda mata nya yang suci ini, pikir Batari.
"Kau bisa sendiri, kalau begitu aku akan mandi." Si pria pun hanya mengangguk sekilas Batari pun langsung melenggang pergi ke kamar mandi nya.
***
Batari menghampiri si pria yang tengah duduk di sofa nya dengan menenteng setumpuk buku dan jangan lupakan dengan alat tulis nya.
Si pria yang melihat kedatangan Batari langsung melihat ke arah jam, Pukul 22.30.
"Sudah malam sebaiknya kau segera tidur." Batari langsung menggeleng seakan menolak saran si pria.
"Tidak, besok ada ulangan harian jika aku tidak mendapat nilai bagus aku pasti dapat hukuman."
"Sekolah tidak akan menghukum anak murid nya yang bernilai kecil, paling hanya akan dikasih remidian atau dikasih bimbingan lebih banyak."
"Sekolah mungkin seperti itu, tapi berbeda dengan orang tuaku. Tipikal orang tua yang kulot dengan mengutamakan nilai bagus." Batari menjawab dengan santai namun sukses membuat si pria terdiam.
To be continued.
See you next:)

KAMU SEDANG MEMBACA
Tragic Life
Teen FictionBatari Naura Rahmania tidak pernah sekalipun menginginkan hidup nya seperti ini. Tragis. Terjebak dalam kubangan masa lalu, strick parent, kehilangan orang orang yang dicintai nya ketika dia butuh penopang. Bukan hal mudah Batari di titik ini. Meski...