Prolog

11 2 0
                                    

Di malam yang tenang, terlihat seorang gadis yang tengah tertidur nyenyak.

Di mata orang lain dia memang terlihat tidur pulas, namun nyatanya sampai sekarang dia masih terjaga dalam keadaan terpejam.

Merasa lelah dengan kegiatannya, mata sipitnya mulai terbuka. Netra almondnya melirik pada jam waker di nakasnya. Jarum pendek menunjuk angka 1 pada jam waker kecil itu.

Dia menghembuskan napas pelan.
Ya, lagi-lagi ia tidak bisa tidur. Pikirannya berkecamuk tak karuan. Pusing, pening, bingung, takut, sedih, dan kecewa bergelut menjadi satu. Rasanya kepalanya akan pecah.

Dia memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurnya.
Bukan bed mewah, hanya kasur lantai tipis bergambar bunga lili putih yang diletakkan di lantai, dengan bantal, guling dan boneka kelinci pink yang sudah kumuh.

Dia berjalan menuju jendela, menyibak gorden berwarna kuning usang, dan membuka jendela perlahan.
Angin malam berhembus tenang, menerbangkan anak rambut yang lepas dari karet getah di kepalanya.

Sunyi...

Sejuk...

Tenang...

"Heii!"
Suara melengking seorang gadis tiba-tiba mengagetkannya. Membuatnya refleks menoleh ke belakang.

"Belum tidur, Rin?" Ucap gadis itu lagi.

Sebut saja Viola, gadis bertubuh mungil dengan suara melengking, yang mengagetkannya tadi.
Viola, gadis itu adalah putri tunggal dari keluarga harmonis yang cukup berada. Dia adalah teman sekamarnya di asrama ini.

"Belum, Vi. Gue nggak bisa tidur. Lo sendiri? Bukannya tadi udah tidur?" Sahutnya

"Kenapa, Lo? Kepikiran masalah Tante Farah lagi?" Bukannya menjawab pertanyaannya, Viola malah balik bertanya.

"Hmm." Gumamnya membenarkan.

"Zerin, lo jangan terlalu merasa bersalah dan sedih banget kaya gini, deh. Percaya sama gue, Tante Farah pasti punya alasan penting buat ngerahasiain hal ini. Jangan merasa kalo Lo cuma beban di hidupnya. Oke, gue nggak ngerti rasanya jadi lo, tapi gue bisa ngerasain ada di posisi lo saat ini. Gue yakin Lo bisa hadapin semua ini." Ucap viola.

Pandangan zerin kembali beralih ke luar jendela. Menatap bulan yang hanya terlihat separuh. Ia menghembuskan napasnya pelan. "Gue harap juga begitu, Vi." Ucapnya meyakinkan diri.

Zerin kembali menatap sahabatnya itu. Ia tersenyum tulus. Ia bersyukur masih ada orang yang mau menerima dirinya di titik terendahnya ini. "Thanks, Vi. Lo masih mau jadi sahabat gue, disaat banyak orang yang ngejauhin gue."

Zerin merasakan rangkulan di pundaknya "It's okay, Ze. Itu udah jadi tugas gue sebagai sahabat. Kalau Lo ada masalah cerita aja sama gue. Yaa, walaupun gue gak bisa bantu seenggaknya itu bisa bikin beban Lo berkurang. Semangat, Zerin! Lo pasti bisa melalui semua ini." Ucap Viola tulus.

~Bersambung~

Ini cerita kehidupan.
Mungkin awalnya kelihatan sad, tapi tenang aja, ada sisipan komedinya kok nanti.
Semoga nggak ada yang baca ya. He he.

Salam manis,

Onna

DewasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang