Hai, namaku Zerina. Zerina Kanaya Putri lengkapnya. Usiaku sekarang 17 tahun. Aku tinggal di sebuah rumah sewa yang sederhana bersama ibuku. Iya, hanya kami berdua.Ayahku?
Fajri Wijaya Pratama, beliau adalah ayahku. Seorang pria luar biasa yang tak kenal lelah, sabar, sangat ramah, selalu terlihat tersenyum dan ceria. Tak pernah sekali pun aku mendapati beliau sedang marah. Walau pun demikian, beliau adalah sosok yang tegas, berwibawa dan bijaksana.Dilihat dari postur tubuhnya yang tegap dan seragam yang beliau pakai saja sudah dapat dipastikan kalau beliau bukan orang sembarangan. Ayah termasuk kategori orang tersibuk yang pernah kutemui di hidupku. Bisa dihitung berapa kali beliau ada di rumah, mungkin dua atau tiga kali dalam sebulan. Setiap beliau pulang dari bekerja, pasti ada saja kisah yang beliau ceritakan, tentang perjalanan beliau ketika bekerja, negara-negara yang baru saja dikunjungi, sampai kisah-kisah nabi dan orang-orang hebat di dunia.
Inilah ayahku, yang selalu ku tunggu kepulangannya dan selalu ku nantikan sejuta kisah menakjubkannya.Namun kini semua itu hanya tinggal kenangan. Kecelakaan pesawat 11 tahun yang lalu telah merenggut nyawanya. Kecelakaan pesawat itu terjadi ketika perjalanan pulang dari Swedia, yang mana ia adalah pilot pada penerbangan itu. Pesawat yang beliau terbangkan hilang kendali kemudian jatuh bebas ke laut. hingga saat ini, baik bangkai pesawat maupun jasad ayah masih belum bisa ditemukan. Sampai akhirnya, kasusnya ditutup 6 bulan setelahnya karena tidak ada kemajuan. Umurku 6 tahun ketika itu, dan mulai saat itu, aku menjadi anak yatim.
Saudaraku?
Iya, aku punya seorang kakak laki laki, namanya Zidan Pratama Putra. Usianya 4 tahun lebih tua dariku. Dia sangat baik padaku. Selama aku mengenalnya, kami tidak pernah bertengkar sama sekali, dia juga tidak pernah membuat masalah, hmm... walaupun sedikit usil. Tapi pada intinya dia sayang padaku. Mungkin.Mulanya aku mengira dia adalah kakak terbaik yang pernah ku punya, tapi ternyata tidak juga. Dia berubah. Lima tahun setelah ayah dinyatakan meninggal, dia menjadi orang yang kasar, jarang pulang, suka berkelahi, sering membentak ibu, dan tak pernah lagi berbicara denganku.
Hingga pada saat usianya 18 tahun, ia menyusul ayah. Aku melihat dengan mataku sendiri, dia tewas setelah tawuran antar sekolah. Kondisinya sangat mengenaskan yang mana tulang tengkoraknya retak, kedua kaki dan tulang ekornya patah. Dia meninggal di perjalanan ke rumah sakit karena kehabisan darah.
Umurku 14 tahun kala itu, mulai kejadian itulah aku hanya tinggal berdua dengan ibu.Oh, ibuku.
Nama beliau Farah Dwi Kanaya. Wanita yang biasa ku sapa "ibu" itu merupakan sosok yang selalu menjadi panutanku. Aku merasa beliau adalah wanita terhebat yang pernah ada di hidupku. Terlebih setelah kami hanya tinggal berdua.Setiap hari ibu bekerja banting tulang dan Bermandi keringat, demi menghidupi ku, agar aku tetap bisa mengenyam bangku sekolah, setidaknya sampai aku kuliah. Ibu punya butik kecil yang dia bangun sendiri. Setiap hari dia selalu berangkat pagi dan pulang malam, kadang kala tidak pulang karena banyak pesanan dan ia harus lembur hingga berakhir menginap di sana.
Aku sering ditinggal sendiri. Sering juga aku merasa kesepian. Tapi melihat tubuh ringkih ibu yang kelelahan berbaring di sofa setelah bekerja seharian, membuatku tak tega untuk menyampaikan keluh kesah ku padanya. Ku putuskan untuk membawa langkahku kembali ke kamar dan memendam kembali keinginanku. Harusnya aku bersyukur memiliki sosok ibu seperti beliau bukannya mengeluh seperti ini.
Untungnya Tuhan masih sangat berbaik hati padaku. Aku masih dikaruniai seorang sahabat yang baik hati. Namanya Raina. Dia gadis yang sangat ceria, setiap aku bersamanya pasti ada saja yang membuatku tertawa, hingga melupakan rasa kesepianku ketika di rumah. Aku berusaha untuk menyibukkan diriku dengan mengikuti club basket di sekolah. Akhirnya aku benar-benar melupakan kesedihan dan kesepianku. Aku bahagia dengan hidupku saat ini.
~Bersambung~
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewasa
Novela JuvenilMenceritakan seorang remaja yang dituntut menjadi dewasa oleh semesta. Menghadapi kerasnya kehidupan dan pahitnya kenyataan di usia belia. Orang bilang, dewasa itu pilihan. Tapi baginya, Dewasa adalah keharusan. Bahkan menurutnya, dewasa adalah sebu...