Three Years

60 11 11
                                        


"Apa yang anda cari?"

Aku tersadar. Sedetik sebelumnya, pikiranku melayang entah kemana. Aku tersenyum kepada wanita muda berseragam merah di hadapanku.

"Eh... Sofa. Sebuah sofa."

"Baiklah, nona..."

"Xi Luhan."

"Ah, nona Xi. Mari saya antar anda melihat pilihan sofa yang ada di toko kami."

Aku menurut saja. Kami melewati beberapa bagian termasuk area kitchen set, lemari, meja mulai dari yang bulat hingga segiempat, sampai kursi – kursi customized berbagai jenis dan warna.

"Nona Xi?"

"Hah?"

Si wanita muda tersenyum, tapi dia kelihatan sedikit nggak nyaman. Aku nggak menyalahkan dia. Nggak tahu sejak kapan aku nggak memperhatikan sekelilingku, pikiranku sepertinya berkali – kali berkelana begitu saja.

"Maaf, Kau bilang apa?"

"Apa anda baru di Seoul?"

"Ah." Aku menggeleng pelan. "Sepuluh tahun. Aku berencana pindah rumah, makanya aku membutuhkan beberapa furnitur baru."

"Begitu." Si wanita muda terus saja tersenyum. "Ini jenis – jenis sofa yang ada di toko kami. Semuanya keluaran terbaru, dan dengan kualitas terbaik." Dia menunjuk satu yang terdekat. "Sofa Lawson Style dengan warna pastel yang sedang tren, sangat cocok anda letakkan di area baca atau taman kecil dimana anda ingin bersantai karena desainnya yang tegas dan mengutamakan rasa nyaman dengan bantal punggung." Dia menunjuk satu lagi. "Sofa bed, cocok jika rumah anda berdesain minimalis karena sangat menghemat ruang dan efisien. Atau anda tertarik dengan Loveseat? Sangat nggak makan tempat, dan bisa dipasangkan dengan meja samping yang diberi lampu baca saja, Nona."

Loveseat warna biru aqua tersebut kelihatan bagus.

Aku sudah melihat apartemen baruku dua hari yang lalu. Dengan penghasilanku yang sekarang dari tiga coffeshop yang aku miliki, aku puas bisa membeli tempat seluas itu. Ada banyak ruang untuk bernapas, walaupun ibuku terus saja protes dan mengatakan tempat yang terlalu luas membuat kesunyian lebih punya banyak tempat. Aku nggak khawatir dengan kesunyian. Aku punya kepalaku sendiri yang selalu berisik dan mau aku ajak berdebat kapan saja. Jadi, aku nggak akan serta – merta mengisi apartemen baruku dengan terlalu banyak barang, dan sofa manis dengan ruang duduk untuk dua orang itu masuk pertimbanganku.

"Boleh aku coba?"

"Silahkan, Nona Xi."

Aku maju, kemudian menjatuhkan diri di atas sofa tersebut. Empuk, hangat, baunya yang baru terasa asing di hidungku.

"Aku akan ambil yang ini."

"Pilihan yang tepat, Nona Xi." Si wanita muda masih dengan senyumnya yang sama sejak awal, tapi kali ini jelas sekali dia merasa senang. "Mari, kita urus semuanya di kasir."

Aku berdiri dari sofa tersebut, dan mengikuti si wanita muda. Saat itu, ponselku di dalam tas bergetar.

Maaf, Luhan. Ada masalah di tempat kerja sebelumnya, jadi aku baru bisa menghubungimu sekarang. Begitu bunyi pesannya yang masuk.

Begitu saja, dan diriku terbelah dua. Satu bagian merasa luar biasa senangnya, girang bukan main karena rindu yang sering terpendam akhirnya bisa tersampaikan walaupun hanya lewat sebaris pesan pendek, nyaris gila sampai ingin berjalan dengan kepala di bawah. Ya, itu bagian diriku yang jatuh cinta dengan hebat setiap hari, meskipun yang kucintai nggak pernah ada di depan mataku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PolaroidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang