02

648 54 13
                                    

Waktu berlalu begitu cepat.

Seperti kereta yang melaju cepat di atas rel.

Seperti pesawat yang lepas dari landasan tanpa keraguan

Ibarat kapal meninggalkan dermaga dengan enggan.

Melintasi setiap saat-saat yang aku lalui bersamamu.

Menelan masa ketika kita saling tersenyum pada pertemuan pertama.

"Joshua!" Suara itu menyapa, membuat sang pemilik nama menoleh ke arah sana.

Gadis berkerudung itu masih berada dalam jarak yang cukup jauh, namun berusaha mencapainya secepat mungkin.

"Kan aku udah bilang kamu duluan aja ke perpusnya." Omelnya saat mendapati Joshua yang berdiri di depan kelasnya dalam jangka waktu yang cukup lama.

"Aku gak masalah. Yang penting sama Aruna." Ucap Joshua seraya tersenyum cerah. Aruna hanya mendengus dan mendorong punggung Joshua agar laki-laki itu berjalan lebih dulu.

Mereka bukan lagi seorang bocah, mereka adalah siswa sekolah menengah.

Mereka telah memasuki fase remaja dan telah mengetahui batasan-batasan antara pertemanan beda kelamin.

Diantaranya adalah Aruna tidak bisa lagi menggandeng tangan Joshua seperti dulu.

"Aruna nggak mau ke kantin aja?" Tanya Joshua begitu Aruna berjalan di sampingnya. Gadis itu hanya menggerakkan kepalanya.

"Kenapa?"

"Aruna puasa." Ucap Aruna membuat Joshua mengerutkan dahi.

"Ini bukan bulan ramadhan kan? Kok puasa?" Tanya Joshua membuat Aruna tersenyum.

"Puasa emang identik sama bulan ramadhan tapi kenyataannya puasa juga bisa dilakukan di luar bulan ramadhan."

"Terus, kenapa puasa?"

"Hm... biar dapet pahala tambahan. Joshua tau kita bentar lagi ujian buat kelulusan. Aruna puasa biar dapet kemudahan." Joshua hanya mengangguk paham. Ia tidak tahu fakta yang satu ini karena ini pertama kalinya ia mendapati gadis itu tengah berpuasa dan ia merasa sedikit aneh.

"Tapi kalo Joshua laper bisa aku temenin." Tambah Aruna membuat Joshua tersenyum.

"Nggak deh, kalo Aruna gak jajan aku juga gak jajan." Ucap Joshua membuat Aruna protes.

"Nggak bisa gitu dong. Joshua gak sarapan lagi kan pasti? Mending Joshua beli roti atau susu deh, dari pada pingsan kan ribet gotongnya."

"Dih, lemes banget. Aku gak segampang itu roboh. Lagian Aruna gak makan aku jadi gak nafsu." Aruna hanya menghela nafasnya pasrah.

Joshua tidak pernah berubah dan selalu menjadi bayangannya. Apa yang ia lakukan, kemana ia pergi, Joshua selalu menyertai.

Ini bukan karena Joshua tidak memiliki teman atau memiliki masalah dalam bergaul seperti saat ia kecil dulu, tapi karena laki-laki itu sepertinya hanya ingin terus bersamanya tanpa kejelasan dan Aruna sendiri tidak merasa sungkan karena ia sangat dekat dengan Joshua sejak mereka masih kecil.

Lagi pula, Aruna dan Joshua, sudah seperti bagian satu sama lain.

"Aruna baca buku apa?" Joshua bertanya, mendapati sang gadis tampak begitu tenang di sampingnya.

"Oh, ini... Aruna lagi baca kisah para Nabi dan Rasul." Gadis itu menjawab, tanpa mengalihkan tatapan pada buku.

"Aruna pernah baca buku itu sebelumnya, kan?"

"Iya, ini yang ke-tujuh belas kalinya." Aruna berkata penuh kebanggaan.

"Kenapa Aruna suka sekali baca buku kisah itu? Kan banyak buku yang menceritakan kisah lain." Aruna tersenyum mendengar pertanyaan Joshua. Gadis itu menutup bukunya sejenak, menatap lawan bicaranya.

"Karena Aruna takut lupa. Lupa pada siapa kita harusnya mencari panutan, lupa pada segala hal yang baik dan benar, buruk dan salah. Takut sekali." Jawabnya singkat, sebeum kembali pada bukunya, tenggelam pada setiap kalimat yang menggambarkan suatu peristiwa penuh pesan kepada umatnya.

Aruna adalah gadis periang, seseorang dengan aura yang cerah. Namun, ketika dihadapkan dengan sebuah buku maka dia akan jadi setenang air di danau. Gadis yang penuh dengan warna.

Joshua mempertahankan senyumnya, setia menemani Aruna dengan tenang seraya menumpu kepala di lipatan tangannya. Tanpa lelah menelisik wajah lembut gadis berkerudung putih di depannya.

Yang entah mengapa, membuat jantungnya berdebar semakin hari semakin kuat.

...

"Arunaaa..."

"Astaghfirullah..." Gadis berkerudung merah muda itu benar-benar terkejut saat seseorang memanggil namanya cukup keras dalam jarak dekat.

"Joshua ngagetin banget, tau!" Aruna berseru, memandang pemuda yang kini menumpu tangan di atas pagar rumahnya. Dan tertawa lebar.

"Mau ke mana?" Joshua bertanya, bergerak menuju Aruna yang masih berdiri di tempatnya.

"Ke masjid, nganter camilan sore." Ucap Aruna seraya mengangkat sekeranjang kue di tangannya.

"Ah, aku juga mau ke gereja. Barengan aja, yuk."

"Boleh banget, dong. Ayo..." Aruna berkata riang, mengundang senyum yang lebih lebar di wajah Joshua. Pemuda itu merebut keranjang kue dari tangan Aruna untuk ia bawa, membiarkan gadis mungil itu berjalan tanpa beban.

Sepanjang jalan mereka lalui dengan langkah lambat, beriringan membahas beberapa topik ringan tentang diri mereka masing-masing. Saling meledek atau saling menyindir selayaknya anak usia mereka.

"Sebentar lagi kita masuk SMA. Kayak cepet banget ya?" Aruna bertanya, yang dibalas Joshua dengan gerakan bahu.

"Aruna mau masuk SMA mana?" balas Joshua bertanya.

"Hm... ayah minta Aruna masuk ke Madrasah Aliyah. Ikut kakak Aruna." Jawab sang gadis, membuat Joshua segera memutar wajah ke Aruna.

"Oh..." Joshua bersuara sekenanya.

"Kalau Joshua mau masuk SMA mana?"

"Aku.... Aku udah didaftarin ke SMA Xaverius." Aruna menatap pemuda di sampingnya, menangkap gurat enggan darinya.

"Yah, kita pisah ya..." Aruna menggumam dan tak mendapat balasan lagi dari Joshua.

Aruna mengerti bahwa Joshua ingin mereka bersekolah yang sama, begitu pun dengan Aruna. Tentu saja, mereka sudah berteman sejak sekolah dasar, selalu berdua kemana pun mereka berada. Kenapa harus berpisah di masa SMA?

"Tapi nggak apa-apa. Kan kita masih bisa ketemu pas pulang sekolah, iya kan?" Gadis itu berusaha menenangkan pemuda di sampingnya, membuat Joshua menyunggingkan senyum.

"Ah, udah sampai." Aruna berkata saat mereka tiba di persimpangan antara gereja di sebelah kiri dan masjid di sebelah kanan, tempat di mana mereka bertemu pertama kalinya saat Joshua baru pindah.

"Okay..." Joshua menyerahkan keranjang kue ke Aruna yang gadis itu sambut dengan baik.

"Nanti Aruna langsung pulang aja, aku kayaknya bakal lama." Ucapnya, disanggupi oleh Aruna.

Saling melepas senyum sebelum sang gadis berbalik menuju ke masjid sementara Joshua masih berdiri di sana, menunggu sampai gadis itu benar-benar masuk ke sana.

Mata Joshua memperkatikan deretan rapi kaligrafi yang berisi pujaan-pujaan untuk tuhan yang Aruna sembah, tampak begitu menenangkah seperti halnya tempat ia beribadah. Meskipun perbedaannya sangat jauh.

Entah apa yang mereka yakini, atau bagaimana cara mereka berkomunikasi dengan sang pencipta.

Tapi, Joshua meyakini bahwa apa yang mereka panjatkan adalah sama. Untuk selalu bersama.



Bapa...

Aku berdoa untuk gadis yang selalu ada bersamaku.

Lindungilah dia meskipun bukan engkau yang dia puja.

Karena anakmu ini, sangat menyayanginya.

...

Perbedaan yg sangat jauhhhh

Btw, maaf banget semalem ngga bisa update tepat waktu karena aku capek banget loh....

Sampai jumpa minggu depaaannn

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Short Story Book For Ramadhan [ Joshua Hong ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang