Winter berdiri mematung menatap refleksi dirinya di cermin. Rambut hitam yang semula panjang menyentuh pinggang kini hanya sampai pundak. Ia memotongnya.
Tidak buruk juga, penampilannya terlihat lebih segar dengan rambut pendek. Dress ivory yang ia kenakan juga terlihat apik tanpa ada rambut panjang yang menutupi detailnya.
Gadis cantik itu menghembuskan napas, mencoba menarik sudut bibirnya ke atas. Ini berat. Ia sangat dekat dengan Ethan. Rumah mereka bahkan hanya berjarak dua rumah berseberangan jalan. Keluarga keduanya pun sama-sama mendukung hubungan mereka. Rasanya berat kalau mereka benar berpisah.
"Perubahan semacam ini gak berpengaruh ke pertemanan kita, kan?"
Bohong. Winter sudah tau kalimat itu tidak akan terealisasi.
"Winter, dijemput Ethan tuh!"
Seruan mami Winter membuatnya sedikit tersentak. Segera gadis itu meraih tas kecil dan ponsel dari ranjangnya, lalu berlarian menuruni tangga.
"Winter?! —oh, ini anaknya." Winter tersenyum lebar melihat Ethan sudah berdiri di dekat pintu utama bersama maminya.
"Kalian mau kemana, kok, rapi banget?"
"Kencan, Mi. Aku bawa dulu ya, Winternya," jawab Ethan dengan senyum khas. Mami Winter mau tak mau juga ikut tersenyum. "Jangan terlalu malam pulangnya!" pesan Mami.
Ethan membalas dengan anggukan sopan, lalu menggenggam pergelangan tangan Winter, "Ayo," ajaknya.
Jantung Winter berdetak lebih cepat dari biasanya. Ethan benar-benar membuat semuanya persis seperti kencan pertama mereka. Pria itu memakai setelan jas hitam yang sama seperti 5 tahun lalu. Ia juga meminjam Porsche 911 milik abangnya lagi walaupun Ethan sudah punya mobil sendiri. Winter ingin menangis rasanya.
"You did super effort for these...," lirih Winter saat Ethan membukakan pintu untuknya.
"What effort? It's just our normal date."
"No way... you even bought strawberry ice cream!"
Ethan hanya menyengir sambil memasang seatbeltnya. "One spoon for two," ucapnya diiringi tawa renyah. "It's our last date. So that gua make sure gak ada satupun kenangan yang tertinggal," tambahnya.
"Gila! Lu ngajak putus apa ngajak gamon?"
"Hahaha lu bukan sih yang ngajakin putus?"
Winter terdiam. Memang dia yang secara gamblang menyebut kata 'break'. Tapi Winter sangat tau Ethan, pria itu sendiri yang menginginkan ini. "We need it, Than. Especially you, right?"
Pria itu fokus menatap jalanan. Senyum tersungging terlihat sangat tipis di bibirnya. "We'll talk later," ujarnya. Winter tersenyum kecut memalingkan wajahnya menatap hamparan padang rumput di sepanjang jalan.
"Hey, we are here to have fun. Jangan mikir yang lain dulu, ya?" Ethan mengusap kepala Winter lembut.
"By the way, you look so pretty with that new hair," puji Ethan. Winter menoleh, kembali tersenyum lebar. "Thanks. Now open your mouth, Prince. This strawberry ice cream can't wait longer," ujar Winter sembari membuka bungkus es krim dan menyendok isinya. Ethan melahap suapan itu lalu kembali menghadap ke jalan.
Winter memilih untuk sekali lagi menuruti kemauan Ethan. She won't ask anything until Ethan talk about it later.
"Win, nyanyi dong," pinta Ethan memecah keheningan.
"Nyanyi apa?"
"Terserah deh. Suara lu enak, nyanyi apa aja ya enak."
Winter yang tengah menyendokkan es krim ke dalam mulutnya terlihat berpikir. "How 'bout 2002 by Anne Marie?" tanya Winter yang langsung dibalas anggukan antusias Ethan. "That song called out our childhood memories," katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
do you get deja vu? | Ethan Lee
FanfictionDo you ever be in a perfect relationship? It's like everybody look at your relationship as a reference, every couple wants to be as happy as yours. Tragically, only you can see a little black dot on the white clean paper they used to call 'couple go...