4. Tugas Kelompok

37 11 0
                                    

"Silakan bentuk kelompok beranggotakan empat orang. Utamakan ada satu perempuan dan satu laki-laki karena di materi ini kita butuh pendapat dari dua gender yang berbeda. Mengerti?"

"Mengerti, Bu."

Siswa-siswi kelas 11 MIA 2 menutup buku pelajaran Sejarah Indonesia segera setelah Bu Dara meninggalkan kelas. Padahal mereka sengaja mengambil peminatan ilmu alam demi menghindari hafalan dan bacaan yang tiada henti, tapi rupanya masih ada pelajaran Sejarah yang hanya mendengarnya saja sudah membuat mual.

Beberapa siswa menghela napas. Bagi Arjuna atau Hasya yang senang bersosialisasi alias banyak bicara, tugas ini sangat mudah untuk dikerjakan. Mereka hanya perlu berteriak, bertanya siapa yang belum punya kelompok, lalu bergabung setelahnya. Namun bagi introvert seperti Wisnu dan siswa lainnya, tugas kelompok merupakan siksaan karena mereka harus banyak berdiskusi dan mengeluarkan energi dalam bentuk kata-kata.

"Gue sama lo," kata Wisnu sebelum Arjuna bertanya. Sisa anggotanya terserah Jun, ia tidak peduli. Seperti tahun sebelumnya, ia hanya akan mengerjakan bagiannya dan memberikannya ke Jun supaya lelaki itu yang menggabungkannya. Kalau ada yang kurang, Jun akan kembali ke Wisnu agar temannya segera memperbaikinya.

"Oke."

Arjuna pergi ke meja-meja, menanyakan temannya satu per satu. Catat, dia hanya bertanya pada teman yang rajin karena tidak ingin memungut 'parasit' yang hanya menumpang nama di halaman depan.

"Jun, lo udah?"

"Baru aja gue mau nanya. Gue sama Wisnu, nih."

"Oke, gue sama Karin gabung, ya?"

"Nggak."

Bukan Jun, tapi Wisnu yang menyahut. Tanggapan itu membuat dua temannya merasa heran, sebab biasanya Wisnu tidak pernah mau ikut campur soal pemilihan kelompok.

"Sama Karin loh, masa ga mau?" tanya Hasya yang dibalas tatapan tajam oleh lelaki itu.

Hasya berdecak. "Ya udah! Gue cari yang lain! Repot banget sih lo. Mana Karin belum balik kelas lagi," keluhnya. Lalu kembali ke tempat duduk dengan mulut maju ke depan.

"Ada masalah sama Karin?" tanya Jun. Seperti Hasya, dia juga sudah kembali ke tempat duduknya.

Wisnu menggeleng.

"Sama Hasya?"

Ia menggeleng lagi. Bicara saja jarang, bagaimana mungkin berseteru? batinnya.

Arjuna menghela napas kasar. Percuma bertanya dengan es batu saat moodnya juga sedang jelek. Lebih baik ia memainkan game di ponselnya sembari menunggu kedatangan guru berikutnya---yang sepertinya sengaja bermalas-malasan. Untuk pemilihan kelompok, urusnya nanti saja. Jun mau menjernihkan pikirannya lebih dulu.

Tanpa disangka-sangka, Wisnu menyeret bangkunya ke meja milik Arjuna. Membuat sahabatnya menghentikan aktivitas login yang baru saja hendak dilakukan. "Gue mau sama siapa aja, asal jangan sama Karin."

Tapi, Jun tidak ingin bertanya. Ia sudah keburu malas dan menghindari, kalau-kalau Wisnu menutup mulutnya lagi. Jadi ia memilih kembali fokus pada layar di ponselnya, sambil memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan Wisnu.

"Lo nggak nanya kenapa?" tanya Wisnu, agak bingung karena Jun tidak menginterogasinya seperti biasa.

"Emang lo mau jawab?" Ia bertanya tanpa melirik.

"Enggak." Wisnu kembali ke mejanya dengan wajah datar. Kalau begini, kan Jun jadi merasa bersalah. Apa tanggapannya terlalu dingin sampai cowok itu marah? Tapi Jun tidak ingin ambil pusing, biar saja sekali-sekali Wisnu yang kebingungan.

"Dasar."

••

Wisnu Pratama mematikan mesin sepeda motornya di halaman rumah Arjuna. Ia meminggirkan kendaraan roda empat itu ke kanan, supaya kalau mobil keluarga itu mau masuk, ia tak perlu lagi bergerak.

Matanya jatuh pada sepasang sendal ungu muda yang familiar. Ia mendesah, sudah tahu keadaan seperti apa yang sedang menyambutnya.

"Terus terus, kalian kok bisa deket sih?" Gadis dengan crop tee berwarna hitam dengan bawahan rok katun selutut itu memajukan wajahnya, menatap Jun penasaran.

Arjuna mengedikkan bahu. "Biasalah, namanya juga Barisan Para Tampan, ya isinya orang-orang ganteng lah."

"Cih, kepedean. Kita mau buat BPCJ gak, Rin?"

"Apa tuh?"

"Barisan Para Cantik Jelita," balasnya lagi dan mengundang tawa semua orang.

"Ehem."

Deheman berat dari teras rumah menggema di udara, menarik perhatian tiga manusia yang sedang asyik mengobrol.

"Eh udah dateng lo. Bentar ya, gue ambil gelas satu lagi."

Bukannya ikut duduk dengan yang lain, Wisnu malah membuntuti Jun ke arah dapur.

"Jangan protes, gue nggak dapet kelompok lain. Kalo mau, gabung deh sama si Daniel. Gue biar sama Hasya Karin aja bertiga." Jun menyerahkan gelasnya ke Wisnu, lalu pergi meninggalkan temannya yang diam di tempat.

"Rin, lo gapapa 'kan sekelompok sama Wisnu?"

"Ya... ngga lah," balasnya ragu. "Namanya juga sekelas, kan..."

"Namanya juga pacar," ralat Hasya. Sebenarnya, Karin ingin sekali menyumpel mulut temannya, tapi ia masih tahu diri dan tidak ingin mempermalukan Hasya di depan Jun dan Wisnu.

"Jadi diskusi ga sih?"

Jun tertawa. "Elah es batu. Kita mulai dari mana nih?"

"Gimana kalau bagiin tugas dulu? Kamu bagian a, Hasya b, aku..." Ucapan Karin terputus. Dari poin-poin yang sudah dicatat, ternyata mereka hanya membagikannya menjadi tiga bagian.

"Ya lo sama Wisnu lah, banyak tuh," sahut Hasya.

"Lo sama Hasya, biar gue yang b." Wisnu, lagi-lagi menolak.

Baik Jun maupun Hasya tidak ingin ikut campur lagi dan memilih mencari bahan untuk disatukan nanti. Mungkin dua sejoli itu sedang ada masalah, jadi sepertinya diam memang lebih baik.

Keadaan rumah Jun semakin sunyi. Mereka benar-benar fokus pada materi yang akan dipresentasikan tiga hari lagi. Sementara anggota keluarga Jun sedang tidak berada di rumah, jadi hanya ada mereka di sini.

"Nanti pulang bareng gue."

"Tapi, Hasya---"

"Biar gue yang antar."

••

Hasya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hasya

°dipublikasikan ulang 30 November 2023°

Antara (Wonwoo, Yerin, Jun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang