1. Prolog

9 1 0
                                    

Cinta itu membebaskan. ia memang mengikat, tapi bukan berarti terikat. cinta itu tumbuh dengan sendirinya, bahkan tanpa ada rasa keinginan yang mendalam, ia akan lahir dalam setiap perasaan yang kosong akan kasih sayang.

Tapi maknanya, cinta lahir bukan hanya pada perasaan yan kosong kasih sayang, cinta itu luas bahkan melebihi pikiran mu tentang siapa yang menciptakan langit dan bumi. cinta itu beragam. cinta itu anugerah. cinta itu indah, hakikatnya.

Awal kita lahir disambut dengan cinta. Pergi dari dunia pun akan dibekali cinta kepada-Nya sejak semasa kita hidup dan mengenal apa itu cinta.

******
Inka namaku. Dahayu Inkaira. Nama yang diberikan oleh mendiang nenekku. Umi Nafisah, seorang nenek yang sangat berjasa dalam hidupku yang telah mengenalkanku apa itu arti cinta tanpa syarat.

Pembahasan yang cukup berat di awal cerita, ya?

Oke, maaf ya, sebelum memulai cerita hidup ku. Aku akan memperkenalkan siapa aku.

Ya, kalian sudah tau namaku, nama terindah yang pernah ku dengar. Aku lahir di ibu kota, di lahirkan oleh sosok ibu penyayang yang sayangnya sudah dipanggil duluan oleh Tuhan. Aku dibesarkan oleh seorang Ayah yang hebat, Ayah yang sayang sama putri semata wayangnya, dan kini Ayahku juga sayang dengan 2 putri lainnya yang ia dapat dari istri barunya. Seperti anak broken home pada umumnya, saat ini aku tinggal sendiri setelah Umi Nafisah aka nenekku telah meninggal dunia 1 tahun yang lalu.

Aku tinggal di Jakarta bagian selatan. Di kost an 3 petak punya Ibu Ratna, yang sangat cukup bagiku untuk tinggal seorang diri.

Sebetulnya hidup ku ini sangat tidak ada yang menarik soal keluarga, karena ya begitu begitu saja, Ayah ku mengirimku uang sebulan sekali untuk bayar kost dan jajanku. Tidak banyak, hanya 500rb. Yang kata Ibu tiri ku itu sangat cukup, padahal itu hanya cukup untukku jajan selama sebulan. Hadeh.

Lalu, siapa yang membayar kost an ku selama ini? Ya, benar, diriku sendiri. Aku bekerja di sebuah toko buku di dekat rel kereta Lenteng Agung, sebagai kasir.

Sebetulnya Ayahku bukan orang yang pelit apalagi kepada putri tercintanya. Yang menghalangnya adalah Ibu tiriku. Karena menurutnya, adik-adik tiriku sangat lebih membutuhkan uang Ayahku untuk biaya sekolah mereka. "Loh, kan aku juga sekolah, Tan." Kataku setiap berkunjung kerumah Ayah dan meminta uang tambahan jika gaji yang ku dapat kurang untuk biaya hidup sendirian di kota Jakarta.

Aku tidak akan memanggilnya Ibu, Mama, Bunda, bahkan Mami. Ewh. Aku hanya punya satu Ibu. Aku wajar kan? Belum bisa menerima kehadiran Ibu tiri ku, padahal aku sangat butuh sosok itu.

Aku butuh sosok Ibu, Aku butuh sosok Ayah, dan Aku butuh sosok Teman.

*****

Terimakasih sudah mau membaca tulisan ku🫶🏻 semoga hari kalian bahagia terus yaa 💗
Jangan lupa vote cerita ku🥰
-E

IlungaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang