01. I'll BE YOURS

899 68 14
                                    

Dulu sekali, saat masih kecil, Haerin berpikir. Menjadi orang dewasa itu menyenangkan. Bisa melakukan apa saja, tanpa harus bertanya kepada orang tua. Seperti, bisa dengan bebas membeli permen kapas, bisa dengan bebas membeli makanan pedas, dan masih banyak lagi.

Oleh sebab itu, Jang Haerin ingin cepat cepat tumbuh dewasa. Ingin bisa melakukan apapun sendiri. Karena pernah dalam satu waktu, dirinya bertanya kepada ayahnya, "Papa, Haerinnie ingin makan tteokbokki yang sangat pedas." Gadis itu masih mengingat, bagaimana perasaannya yang meluap luap menginginkan sesuatu kala itu, tiba tiba saja di tolak oleh sang ayah, "Hari ini, papa belum mendapatkan uang, nak. Ibumu pasti sudah menyiapkan makanan dirumah, bagaimana jika besok saja? Papa janji akan belikan Haerin tteobokki besok. Haerinnie cepat dewasa, ya? Biar bisa melakukan apapun sendiri"

Dan sejak saat itu, Haerin berpikir jika menjadi dewasa itu sangat menyenangkan. Melakukan apapun sendiri, katanya. Haerin mendengus, terkekeh geli ketika mengingat kenangan kenangan masa kecilnya. Melirik sekilas jam yang berada di pergelangan tangannya, gadis itu lantas mempercepat langkah agar sampai dirumah tepat waktu. Beruntung sore ini cuaca sedang cerah dan tidak hujan, namun ia juga diam diam menyesali mengapa tidak menerima ajakan Dayeon yang menawarinya bantuan untuk mengantarkannya. Ah tidak. Haerin tidak boleh menyesal, ia memang harus melakukan apapun sendiri, bukan?

Sebelum memasuki rumah, gadis itu kembali mengecek bahan bahan Pizza yang berada di kantung kresek yang ia bawa, memastikan jika sepenuhnya sudah terbeli. Hari ini ia harus menyelesaikan sepuluh box pizza mini. Pesanan bibi Na, tetangganya yang sedang mengadakan arisan. Gadis itu lantas cepat cepat melepas outer, menguncir rambutnya dan bergegas ke dapur. Ia hanya menyempatkan diri mencuci tangan, dan memasang arpon. Dirinya tidak sempat untuk mandi dahulu.

"Aku pulang"

Sebuah suara memenuhi indra pendengaran Haerin. Gadis itu nampak tidak terganggu sama sekali, dan masih dengan fokusnya membuat adonan pizza. "Sangwon-ah, bersihin diri dulu, terus bantuin kakak disini kalau ga keberatan" Ucapnya, tanpa mengalihkan atensi.

Sangwon berjalan mendekat ke arah dapur, dengan ransel yang masih bertengger di pundak, ia mendudukkan diri dikursi meja pantry, menatap kakaknya.

"Kak, nerima pesanan lagi?" Tanya Sangwon menginterogasi yang hanya dibalas anggukan oleh sang kakak.

"Mama pasti marah kalau tau kakak masih nerima pesanan. Bukannya mama bilang jangan dulu selagi mama masih dirumah sakit?"

Gerakan tangan Haerin seketika terhenti. Gadis itu beralih menatap tajam adiknya. "Sangwon, dengar baik baik. Kalau kita dapat kesempatan, kenapa ga kita ambil? Selagi kita bisa dan sanggup, kenapa harus nolak? Lagian cuma sepuluh, bibi na bingung harus pesan ke siapa lagi kalau bukan kita?" Ujarnya, kembali melanjutkan aktivitas membuat adonan. "Kalau kamu ngga mau bantuin kakak, cukup diem. Dan jangan kasih tau mama."

Sangwon terdiam. Merenungi ucapan kakaknya. "Kakak ngga capek?"

"Enggak"

"Bohong pasti" Ucap Sangwon. Tentu saja, kakaknya ini sudah pasti lelah bekerja dikantor sejak pagi, saat pulang harus membuat pesanan pizza, lalu malamnya gadis itu akan pergi menemani sang ibu yang masih berada di rumah sakit.

"Kalau nggak mau bantuin, diem."

"Maaf" Sangwon seketika merasa bersalah, "Aku bersihin diri dulu ya kak? Nanti aku bantuin" Ujarnya, yang mendapat anggukan oleh kakaknya sebelum beranjak ke kamar.

Haerin sebenarnya juga diam diam berpikir. Apakah mamanya akan marah jika mengetahui dirinya melanggar perintah? Namun, ini semua demi kebaikan keluarganya. Demi kebaikan dirinya, mama, juga Sangwon. Jadi, semoga langkahnya ini tepat. Karena sungguh, Haerin harus kembali bekerja keras setelah uang tabunganya habis untuk membiayai pengobatan mamanya.

I'll BE YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang