Hujan turun begitu derasnya malam ini disertai angin yang berhembus kencang. Seorang gadis baru saja turun dari taksi dan segera berlari ke dalam rumahnya. Ia merapatkan jaketnya ketika air conditioner menyapa kulitnya.
Dalam hati ia menggerutu kesal, saat cuaca dingin seperti ini harusnya mama menyalakan penghangat bukannya pendingin ruangan.
Hanum, nama gadis itu berjalan pelan menunju kamarnya. Namun, langkahnya terhenti melihat pintu kamar mama terbuka. Hanum menyembulkan kepalanya, mengintip apa yang tengah mama lakukan di dalam.
Keningnya berkerut bingung melihat mama sedang mengemasi pakaiannya ke dalam sebuah koper yang cukup besar.
"Mama mau ke mana?" tanyanya menghentikan kegiatan mama.
Mama menatap Hanum sekilas, "Bali," ucapnya kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti tadi.
"Urusan kerjaan?" Mama menggeleng. "Di ajakin sama om Evan."
Mendengar nama yang sudah tak asing ditelinga nya itu Hanum mengangguk. "Berapa hari?"
Mama mengangkat lima jarinya. Hanum ber-oh-ria menanggapi. Hah, dirinya akan sendiri lagi di rumah ini selama lima hari. Sendirian dan kesepian. Tidak apa-apa Hanum sudah biasa.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi Hanum melenggang ke kamarnya. Mengganti pakaian, lalu membungkus tubuhnya dengan selimut tebal miliknya.
Manik kelamnya menatap langit-langit kamar. Begitu banyak pikiran yang memenuhi kepalanya. Terutama mengenai hubungan mama dengan om Evan.
Hanum bukan lagi anak kecil. Ia tahu betul ada sesuatu antara dua orang dewasa itu. Om Evan cukup sering mengajak mama jalan-jalan keluar kota. Tidak mungkin jika status keduanya hanyalah teman.
Seringkali Hanum ingin menanyakan hal ini pada mama, tapi otaknya seakan melarangnya. Menganggap itu adalah privasi sang mama. Tapi kalau di pikir-pikir bukankah Hanum punya hak untuk bertanya? Mau bagaimana pun Hanum tetap anaknya mama.
Bagi Hanum tidak masalah kalau mama memang punya hubungan dengan om Evan. Toh, mama itu single parent. Hanum mengerti Mama butuh pendamping, butuh sosok yang selalu ada untuknya, menyayangi dan melindunginya.
Sebenarnya Hanum hanya butuh kejujuran mama saja. Tidak lebih. Lagi pula om Evan itu orangnya baik, sangat sayang sama mama. Hanum merasa jahat kalau tidak merestui hubungan mereka.
Memikirkan semua itu membuat Hanum mengantuk. Matanya memberat dan perlahan terpejam menuju alam mimpi.
Esoknya Hanum memutuskan untuk tidak sekolah. Padahal ia sangat jarang absen tanpa alasan. Ini semua karena pemandangan yang tak sengaja ia lihat pagi tadi.
Adalah mamanya pergi pagi-pagi buta tanpa berpamitan pada dirinya. Kasarnya, mama pergi diam-diam. Dan yang paling membuatnya dongkol yaitu Rachel selaku kakak kelasnya dan merupakan anak dari om Evan juga ikut.
Kalian tidak salah baca. Om Evan memang seperti mama, seorang single parent. Sialnya anaknya om Evan itu kakak kelas yang selalu mengganggunya di sekolah. Padahal Hanum tidak pernah mencari gara-gara padanya.
Sejujurnya Hanum agak sakit hati mengingat kejadian tadi pagi. Ia seakan ditampar oleh kenyataan kalau dirinya bukanlah siapa-siapa. Ini bukan sekali dua kali, sudah berulang kali selalu seperti ini. Jika om Evan mengajak mama jalan-jalan sudah pasti mereka akan liburan. Dan Rachel pasti akan ikut, sedangkan dirinya mendekam di rumah, sendirian.
Tidak salah kan kalau Hanum ingin ikut? Dirinya juga termasuk dalam keluarga itu. Dia anak kandung mama, bukan orang asing. Lantas mengapa mereka melakukan itu padanya, terutama sang mama.
![](https://img.wattpad.com/cover/311881536-288-k788218.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother || Haechan ✓
General FictionCOMPLETE Hanum hanya punya satu keinginan yaitu, Hilmi menerima keberadaannya. start: 15/06/22 end: 01/10/22