Chapter 3 : The Beginning

236 47 14
                                    

Negri indah itu kini dilanda duka. Begitu banyak kesedihan, menyebar hingga keseluruh desa-desa. Kabar duka tentang menghilangnya pangeran yang selama ini begitu mereka cintai, begitu melukai. Pangeran yang selalu memperdulikan rakyat, yang selalu membela yang lemah, yang selalu menjadi tameng Zephyra, pangeran Jeffrey telah hilang.

Warga dilanda rasa takut. apakah ini akan menjadi akhir dari Zephyra? Musuh-musuh mulai menyerang secara terang-terangan. Terror yang mereka dapat hampir di setiap malam. Warga semakin tak tenang. Monster bermunculan di perbatasan.

Mereka mulai putus asa. Tak ada yang bisa mereka harapkan. Bahkan di hati meraka mulai muncul keraguan yang berkembang menjadi kebencian pada Jefrano, sang pangeran yang seharusnya mereka jadikan tumpuan, menjadi orang yang mereka jadikan tempat untuk berlindung setelah sang raja.

Warga mulai membelot dari Jefrano. Mereka kecewa saat mereka bahkan tak melihat kehadiran sang Pangeran di saat mereka membutuhkannya. Desas-desus mulai bermunculan di tengah maraknya jeritan ketakutan dari mereka yang mendapat terror bahkan serangan dari berbagai makhluk menyeramkan yang berasal dari kegelapan.

Negri Zephyra benar-benar berada di ambang kehancuran sekarang.

◆◆❄️◆◆

Jester Nathaniel, Jansen Phantom, Ramond Steward, Hayden Lionel, Charles Leonard dan yang terakhir, Mark Alvred. Keenam utusan dewi itu berdiri mengelilingi ranjang sang pangeran kecil. Tanpa ada suara, tanpa ada percakapan, hanya mereka yang memandangi pangeran yang terlelap dalam tidur panjangnya.

William bersama sang istri dan juga putrinya masuk dengan perlahan. Wajah Irene begitu nampak tak bercahaya, begitupun dengan Jasmine.

“Tuan Jester,”

Jester menatap William dengan tatapan datar seperti biasa.

“Sampai kapan kita harus menunggu? Apa putraku akan baik-baik saja?” Tanya William dengan suara yang begitu terdengar putus asa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Sampai kapan kita harus menunggu? Apa putraku akan baik-baik saja?” Tanya William dengan suara yang begitu terdengar putus asa.

“Tak ada yang tahu sampai kapan Dewi menahan Jefrano di sana. Kami tak bisa berbuat apa-apa.” Jawab Jester.

Irene menatap Jester dengan berkaca-kaca. “Ini hari keempat puluh putraku tertidur seperti ini, tuan.”

William dan Jasmine memeluk Irene. Sedangkan para Elbio hanya menatap mereka.

Jester akhrinya berjalan kehadapan Irene. Mereka saling tatap, hingga kemudian Jester menutup mata Irene dengan telapak tangannya. Hingga kemudian, tubuh ringkih itu ambruk di pelukan William.

“Dia harus beristirahat. Akan lebih baik jika tertidur lelap setidaknya semalaman ini.”

William paham maksud Jester melakukan hal itu pada istrinya. Jeffrey yang hilang, dan Jefrano yang mereka temukan tak sadarkan diri di ruang perpusatakaan. Sungguh hati dan jiwa Irene sebagai seorang ibu sedang terguncang saat ini.

TACENDA (SHORT STORY) (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang