2.Piknik

4 1 0
                                    

Suara tapak kuda semakin jelas terdengar. Arabella menoleh, tersenyum kecil dan mendapati Althea dan Belinda yang baru datang dengan kuda putih milik Althea.

Raut wajah Belinda tampak masam, pasalnya dia malas satu kuda dengan Althea jika saja buka Arabella yang minta. Althea terlihat biasa saja, memilih mengabaikan Belinda yang kerap kali mendelik setiap bertemu tatap dengannya. Salah apa aku?

"Ayo, Althea!" seru Arabella bersemangat. Althea mengangguk, menunggang kudanya lebih dulu agar Arabella bisa mengikutinya.

"Belinda," panggil Althea. 

"Aduh! apa?!  kamu berbicara tepat di telingaku, Althea!" jawabnya ketus.  Netranya memilih memperhatikan Arabella yang tampak tenang menunggang kudanya.

"Rambutmu bau daging asap."

"Sialan." Belinda berbisik kecil, takut-takut Arabella mendengarnya. "Badanmu bau lumpur danau. Tidak mandi ya?"

"Iya, aku tidak mandi sudah tiga hari nih. Kenapa?  kamu mau ku peluk biar ikut bau?"

Belinda mendengus, lalu agak menjaga jarak dari Althea. Sedangkan gadis penyihir itu hanya tertawa puas. Ia menoleh, mengawasi jika Arabella baik-baik saja dengan kudanya.

"Jauh tidak?" tanya Arabella.

"Sebentar lagi sampai mungkin, kita hanya perlu melewati pohon besar di sana. Lalu belok dan turun," jawab si gadis penyihir. Belinda hanya mendengarkan, udara panas membuatnya malas. Apalagi tidak ada yang mengipasi dirinya sekarang.

Memasuki hutan, mereka sudah melewati pohon besar sesuai yang Althea bilang. Berbelok ke kiri dan turun dari kuda mereka.

"Sekarang apa?" Belinda mengibaskan tangannya di depan wajahnya, panas semakin menjalar dan dia sudah tidak kuat. 

"Turun ke bawah," jawab Althea. Netra belinda membulat, menunduk ke bawah dan bergidik ngeri melihat tangga alami yang tampak licin dan kotor.

"ARGH, BAGAIMANA KALAU AKU TERPELESET?! AKU- AAAAAA!" Belinda berteriak sesaat setelah Althea mendorongnya begitu saja, seperti tak ada beban. Hingga gadis itu berseluncur di atas lumpur dan sampai ke bawah dengan penampilan yang berantakan.

"ALTHEAAA!" Putri kerajaan itu menatap marah pada Althea, kesal melihat gaunnya yang sudah berlumuran lumpur.

"Memang begitu cara kerja tangganya," jawab Althea santai. Arabella terdiam, lalu tanpa diduga meluncur dari atas. Althea melotot begitupun Belinda.

"Arabella, astaga! Apa yang kamu lakukan?!" Althea sampai di bawah lebih dulu dengan sihirnya, menahan Arabella yang mungkin saja akan tersungkur karena tida berhati-hati.

"Tadi kata Althea cara kerja tangganya begitu," jawab Arabella. Althea terdiam, astaga ....

"Pentingnya Jangan berbicara asal di depan Arabella," ujar Belinda. "Sekarang tanggung jawab dengan gaun kami berdua."

Althea menggelengkan kepalanya. Kemudian mengeluarkan tongkat sihirnya. Mengucap mantra dan mengarahkannya pada kedua sahabatnya.

Boom~

Gaun keduanya kembali bersih. Akthea menghela nafas lalu menoleh ke arah tangga, menutup mata dan mengucap mantra. Tongkat sihirnya ia arahkan, dan tak butuh waktu lama, tangga itu menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Arabella bertepuk tangan.

"Kenapa baru diperbaiki saat kita sudah turun?!" Belinda mendengus.

"Yang penting pulang nanti tidak terjadi hal serupa bukan?" Althea memutar bola matanya, kemudian melangkah lebih dulu ke dekat danau. Di sana sudah terhampar kain sebagai alas, dengan barang-barang yang dibutuhkan untuk piknik.

Drie VriendenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang