3. Perbatasan Kota
Fajar menyingsing, ayam mulai berkokok dan burung mencari makan sana kemari dengan kicauan riangnya.
Aku membuka mata dan duduk sebentar untuk mengumpulkan nyawa.
Badan ini terasa sakit semua, padahal baru setengah perjalanan. Mungkin karena kemarin terjadi hal di luar dugaan.
Yoshi sudah menyiapkan minum dan peralatan mandi. Aku segera bergegas menyiapkan diri.
Sarapan pagi ini tak seperti biasanya. Makanan yang tertelan seperti lewat tanpa permisi. Asin, asam, manis atau pahit terasa sama.
Tak ada rasa. Bukan karena indra perasa tak bekerja, tapi karena perasaan dan pikiran sudah jauh di sana.Aku memanggil Jendral Zi untuk makan bersama. Awalnya ia terlihat sungkan, namun aku tak mengizinkan perintah ditentang.
Jendral Zi datang, memberi salam, lalu duduk. Aku tersenyum.
Kutuangkan satu cangkir teh Mongol khas dataran tinggi Song untuknya. Jendral Zi menolak, tapi aku memaksa.
Memang Tidak boleh sembarang orang untuk minum teh ini.
Teh ini hanya boleh di minum oleh orang yang memiliki kedudukan terhormat. Keluarga kerajaan, keluarga pejabat, dan keluarga bangsawan.
Meskipun Jendral tidak memiliki hak untuk meminumnya, bagiku jasa besar yang ia lakukan lebih besar dan istimewa dari hak yang tak ia miliki ini.
Di tengah suasana hangat dan nikmatnya aroma teh mongol, kami mendengar percakapan dua orang pemuda yang sedang sarapan juga.
"Kasihan sekali nasib mereka, mereka sudah dua hari ini kekurangan stok pangan, kudengar kaisar sama sekali tidak mengirimkan bantuan pangan." Ucap salah satu pemuda berambut ikal.
"Benar. Mungkin bencana ini bukan sembarang bencana, langit ingin menyadarkan masyarakat bahwa kaisar tak pernah peduli terhadap rakyatnya." Jawab laki-laki bertubuh kekar dengan nada kesal.
"Lancang!" Jendral Zi mengepal tangan dengan emosi yang memuncak. Ia bersiap untuk berdiri dan memberi pelajaran pada mereka.
"Jendral, Duduk!" Aku berkata sambil memberi isyarat untuk bersabar. Menarik tangannya yang sudah siap untuk melayangkan pedang yang selalu ia bawa ke mana-mana.
"Untung suara Jenderal tidak terlalu keras tadi." Aku berbicara dalam hati sambil mengelus dada.
Aku diam beberapa detik setelah jendral duduk kembali sambil berpikir "Ada yang salah dengan kejadian ini. Jelas-jelas, dari 3 hari yang lalu kaisar telah memberi perintah untuk mengirim stok pangan lebih dari kebutuhan yang dilaporkan, harusnya sangat cukup. Gawat!" Aku spontan merasa ada yang tidak benar.
"Jendral, berangkat sekarang juga, percepat perjalanan!" Aku sudah tidak sabar untuk melihat kondisi korban bencana.
"Siap! Perintah saya laksanakan." Jendral pergi bergegas memberi informasi pada prajurit.
"Yoshi, segera urus masalah pangan! Pastikan pangan cukup untuk perjalanan kita, jangan lupa beli stok roti yang banyak untuk diberikan pada masyarakat di pengungsian nanti!"
"Baik nona!" Yoshi menerima perintah dengan memberi salam dan segera pergi mengurusnya.
Selama di perjalanan, pikiran ini sangat tidak tenang. Masalah ini tidak sesederhana yang terlihat.
Aku bolak balik untuk membuka tirai jendela, berharap cepat segera tiba di lokasi pengungsian.
Sesampainya di perbatasan kota, aku tertegun. Banyak rumah hancur. Rata tak tersisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERBATASAN KOTA
RomanceBlurb Jia Ni yang merupakan anak pejabat kerajaan dinasti song di utus untuk pergi ke Perbatasan Kota, memastikan pangan korban bencana aman. Tidak disangka perjalanan itu justru menjadi ancaman bertubi untuk Jia Ni. Bahkan ia mengorbankan dirinya s...