"Haifa, Ayo kita berburu sekarang. Biarkan si cerewet Aya mengomel sepanjang waktu." Ajak Sasqia, Haifa mengangguk. Mereka berdua pergi.
Sekarang hanya ada kami bertiga, Aku, Arfi dan Aya. Perempuan itu menatap kami bengis. Sayangnya tangan dan kakiku terikat, kalau tidak sudah kuhajar mukanya. Ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya.
Aku membulatkan mataku, i-itu jarum suntik. Ia menyeringai, sambil menyuntikkan cairan bening di lengan Arfi. Seketika lelaki itu roboh dari kursi.
Ia berjalan kearahku.
Tap..tap..tap langkahnya semakin dekat, sial aku tidak bisa melepaskan jeratan ini.
Tak butuh waktu lama, kini ia sudah berdiri di hadapanku dengan senyum menyeringainya.
Sebuah benda kecil menusuk lenganku, seperti merobek kulitku dan masuk ke dalam pembuluh darahku. Sa-Sakit.
Aku terkulai lemas, siaal tidak dapat bergerak.
Semuanya berubah menjadi hitam.
-Sasqia POV-
"Duh capek ya. Udah berapa lama kita nyamar jadi teman si Ran dan Arfi itu? Mereka berdua tuh aneh. Hmm.. Gak salah kalo Aya nyuruh kita untuk ngejadiin mereka sasaran utama" ucap Haifa yang kini sedang berjalan di sampingku.
"Yap, mungkin Aya pun merasakan apa yang kita rasakan. Entahlah, menurutku permainan ini sangat asik" balasku.
Kami berjalan menuju rumah Ran, disana ada adiknya dan kami akan menjadikannya sasaran ketiga.
"Siap Fa?" Tanyaku.
Haifa mengangguk pasti.
Tokk..tokk..tokk
Haifa mengetuk pintu rumah Ran.
"Ya bentar" terdengar balasan dari dalam.
Pintu terbuka, dan di hadapan kami kini ada adik dari Ran yaitu, Ram.
"Eh kak Sasqi dan kak Hai, ada apa kak?" Tanya Ram.
Aku melirik Haifa dan Haifa mengangguk.
"Maaf mengganggu. Aku sangat lelah, bolehkah aku meminta segelas air Ram?" Tanya Haifa.
"Ya ampun kakak, kirain ada apa. Ku kira niat kalian kesini mau nyari kak Ran, kak Ran belum pulang dari tadi. Sebentar ya kak"
Saat Ram membalikkan badannya, dengan cepat Haifa menempelkan saputangan yang sudah diberi obat bius, dan dapatlah target ke-tiga kami.
-Arfi POV-
Perlahan kesadaranku mulai kembali. Meski baru sebagian, aku dapat menyadari jika aku bukan berada di kamarku. Bau apek yang menyengat memenuhi rongga hidungku. Suara desingan logam terdengar sayup di telingaku.
Aku mulai membuka mataku. Kulihat seorang wanita 'Aya' sedang menatapku dengan senyum miringnya.
"Aku tidak mengira kau bisa bangun secepat ini." ucapnya sambil berjalan mendekatiku. "Tapi tidak apa-apa, aku akan bermain sedikit denganmu Arf."
Sebilah pisau menggores wajahku. Tetesan darah mulai keluar dari luka sayatan tersebut. Aya mendekatkan wajahnya ke luka sayatanku. Seperti seekor hewan yang tak memiliki akal dia menjilat luka sayatanku. Didekatkan bibirnya ke telingaku.
"Ini masih belum cukup arf, setelah apa yang kau ambil dariku." ucapnya sambil melirik seseorang.
Aku tidak sempat melihat siapa orang yang dilirik Aya karena dengan tiba-tiba perempuan gila itu menusukkan pisaunya ke perutku. Teriakan kesakitanku terdengar nyaring, membuat orang yang tadi dilirik aya mulai bangun. Sedangkan AYA hanya tertawa dengan senang.
