Mahkota ditaruh di atas kepalanya, tanda sang alpha memerintah mulai hari itu.
Sorak sorai para rakyat dengan tepuk tangan terdengar, lampion dilepaskan tanda bahagia sedang melanda.
Sesak.
Semua yang dilihatnya seperti masih terasa gelap.
Pemimpin dari negeri seberang menghampirinya, rambut pirang dengan kunciran di atas juga surai pendeknya terlihat berantakan.
"Penari terbaik dari negaraku kali ini berkunjung. Apa kau mau melihat penampilan mereka? Kali ini aku sampai rela membiarkan kesayanganku tampil, demi kau, Yang Mulia." Tawar sang omega.
Yang ditawarkan menatap jijik, "cukup, Manjiro, kalau kau memang ingin melakukannya, kau tau aku akan mengizinkannya, jangan sok begitu." Jawabnya.
Manjiro tersenyum tengil meski sorot matanya nampak kosong.
Lelaki itu menatap pemilik tato naga sambil tersenyum, puluhan penari omega masuk dengan cadar di wajah mereka, namun masih bisa tampak raut bahagia dari sorot mata para omega itu.
Musik dimainkan, selain para penari yang mulai menari, mata sang ratu ikut bergerak menatap penari satu persatu.
Maniknya jatuh pada yang bersurai pirang seperti Manjiro, dia lelaki.
Kesayangan milik Manjiro, ya?
Manik hijau kembali bergulir, jatuh ke pemilik surai kelam bergelombang.
Omega itu menatap ke bawah, nampaknya gugup.
Sang Alpha masih menatap si penari, wajah nona penari mulai terangkat, menatap teman di sampingnya—kedua matanya menyipit, nampaknya tersenyum atau tertawa.
Wajah sang omega menoleh ke depan, bertatapan dengan sang Alpha.
Maniknya membola, ingin mengalihkan pandangan, namun tidak bisa.
Kakinya tetap bergerak ke kiri dan ke kanan, kadang berjalan mundur dan maju.
Namun matanya masih belum bisa lepas dari sang ratu.
Selendang di tangannya di gerakkan ke samping lalu spontan ke depan, dia takut.
Sangat takut.
Namun, mengapa eksistensi terindah di depannya tidak menghentikan adu tatap mereka?
Matanya mengalihkan pandangan ke kanan, diikuti putaran dengan kedua kaki.
Ditutupnya matanya, lalu kembali menatap kepada yang mulia.
Kembali terbelalak, sang bulan masih menatapnya.
Apa itu?
Sebuah senyuman? Atau hanya ilusinya saja?
Tidak memperhatikan langkahnya lagi, dirinya hampir saja terjatuh jika dia tidak kembali mengambil keseimbangannya.
Kepala kembali menoleh, satu pasang manik hijau itu masih menatapnya.
Dia mengambil posisi siap.
Dengan ramainya para penari yang masih menggerakkan anggota tubuh mereka, dia mengambil langkah seribu lalu menghilang dari antara mereka.
Sang ratu kecewa.
Dia bingung kemana hilangnya gadis yang membuatnya hampir tertawa itu.
Sekarang harus bagaimana?
Ah, benar.
Sang puan kembali tenang dalam duduknya.
Seolah-olah tidak sempat merasa dunianya yang cerah kembali meski hanya seperkian detik.
Seperti yang seharusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANESREGN | Akashi Senju x Reader
Historical FictionHujan dan Bulan. Bulan itu serakah. Selain mengambil cahaya dari sang matahari, dia juga yang menjadi sinar paling terang saat suasana menggelap tanpa berusaha. Sebab itu, sang Bulan memutuskan untuk menyimpan keinginan dan harapan yang pasti akan...