Satu Bulan Menuju Ujian Nasional
Dead Note
***
Dug!
Kelas senyap.
Mata yang dihiasi dengan bingkai kaca tebal itu mengedar dengan tajam, melayangkan tatapan mengintimidasi yang terasa membunuh membuat tubuh siswa-siswi di dalam kelas itu terpaku di tempat dengan punggung tegak bak tentara yang siap dikirim ke medan perang.
Peluh didahi, tangan cemas meremas rok, kaki yang bergerak gelisah dibawah bangku, perut keroncongan minta di isi, otak kosong yang isinya tak jauh dari angan-angan duniawi, serta harapan hati agar kelas lekas usai agar mereka bisa segera ke kantin untuk melarikan diri.
Suasana tegang yang sangat familiar bagi pelajar, dimana cobaan terberat dan terpanjang bagi mereka adalah saat mata pelajaran tersulit 'Ma-te-ma-ti-ka' , diampu oleh seorang guru yang menyandang gelar killer, tepat dihari senin yang padat dan panas. Sungguh membuat siapa saja akan merana dengan kondisi tubuh dan mental yang Lelah, Letih, Lesu, dan Lapar.
Bu Kilmi, yang disapa akrab Bu' Kil terlihat menarik nafas untuk memulai wejangan pedasnya.
"Satu bulan lagi..., Ujian Nasional." Lagi, bukan sekali dua kali mereka mendengar Bu'Kil memberitahukan agenda wajib bagi pelajar itu. Bahkan dua bulan sebelum ujian Nasional Pun, Bu'Kil sudah jauh-jauh hari memberitahu mereka, Dua Bulan lagi Ujian Nasional, Satu bulan lagi Ujian Nasional, hampir disetiap pertemuan Bu'Kil akan selalu memberitahukan hal sama.
Tak hanya itu. Bu Kil juga rutin membacakan point-point kekasalahan yang telah dilakukan dan nilai minus yang didapat oleh para siswa-siswi. Berpapasan dengan Bu Kil juga merupakan sebuah bencana, entah dimanapun itu, dia akan selalu mengingatkan muridnya 'nilai kamu minus dan banyak kurang, besok saya kasih tugas tambahan' atau saat beliau selesai mengajar dikelas sebelah dan berjalan di sepanjang lorong menuju ruang guru, beliau akan memasuki kelas yang akan diajarnya pada hari berikutnya dengan peringatan 'besok senin jam saya mengajar, tugas harus sudah di kumpulkan'. Tak heran kenapa guru berusia tambun itu mendapatkan julukan tambahan, Death Note.
"Peraturannya tetap sama. Jika di ujian nanti saya liat ada bola mata kalian yang bergerak ke kanan dan kekiri," Bu Kil menggerakkan pelanggaris nya seperti jarum jam. "Langsung saya kasih nilai minus." Tekannya pada kata minus.
Tak sadar, para murid menelan ludah.
"Dan jika ada yang mencotek, memberikan teman contekan, membantu teman mencontek, menyembunyikan contekan, ada niatan mencontek, ikut-ikutan mencontek, pokoknya mencontek!" Dug! Penggaris kembali di pukul kemeja. "Langsung saya kasih kosong."
"Pa-ham!"
"Paham!" Serentak murid.
Habis sudah.
Nyata ancaman Bu Kil bukanlah gertakan semata. Kenapa begitu? Bukti nyata sudah banyak. Sedari masih menjadi murid baru pun ke-killer'an Bu Kil sudah menjadi legenda yang diwariskan turun-temurun oleh kakak kelas mereka terdahulu. Belum cukup? Nyatanya banyak kakak kelas yang harus tetep mendudukan bokong nya di bangku kelas 12, jawaban nya sudah jelas, nilai kosong atau nilai dibawah standar yang membuat nilai rapot mereka menjadimerah. Memang, pelajaran Bu Kil bukanlah satu-satunya penentu utama, tetapi jika sudah tersebar bahwa seorang murid mendapat nilai minus atau kosong dari Bu Kil, maka guru lainpun akan ikut menandai mereka sebagai murid yang harus diwaspadai.
Lebih lima menit dari lima belas menit waktu untuk istirahat para murid terpotong oleh Bu Kil. Dalam hati dan perut para murid kerusuhan sudah terjadi. Hati yang tak terima karena waktu istirahat mereka di korupsi oleh Bu Kil, juga perut kelaparan yang sudah meraung-raung minta segera di isi, apalah daya waktu lima menit mereka digunakan mendengar penutup dari Bu Kil yang selalu membuat ngeri.
"Pulang sekolah, yang remidial datang ke ruang guru."
Blam! pintu tertutup, menelan tubuh Bu Kil yang kata para murid bentukannya seperti cik'gu besar di kartun Upin dan Ipin.
"Hooh, akhir gue bisa nafas." Seru Nela meraup rakus udara seperti baru naik dari permukaan air laut.
"Anjir, gue berasa dihisab sebelum dilempar ke neraka coy." Sahut Caca tak kalah heboh.
"Perut gue nyaris sekarat."
"Yang pengen jadi penegak hukum, tolong disiplinin Bu Kil dong biar nggak korupsi waktu istirahat kita." Rengek yang lain.
Arshila hanya menggeleng mendengar misuhan yang berlebihan dari teman sekelasnya. Bukannya apa, tapi dari pandangan Arshila--Bu Kil termasuk guru yang peduli terhadap muridnya. Buktinya beliau mau susah-susah mengingat mereka untuk memperbaiki nilai, untuk apa? Tentu untuk kebaikan murid itu sendiri. Tapi seperti biasa, guru yang seperti itu malah yang paling dihindari oleh para murid.
"Biru, mau langsung ke kantin?" Tanya Arshila melihat gadis dengan rambut sebahu itu sudah berdiri dan gegas menuju pintu tanpa membereskan terlebih dulu buku dan alat tulisnya yang berserakan di meja.
Pertanyaan Arshila hanya dibalas anggukan oleh Biru sebelum akhirnya tak terlihat lagi di balik pintu. Akhirnya dengan inisiatif sendiri, Arshila yang membereskan peralatan Biru dan memasukannya ke kolong meja, takut nanti ada yang iseng mencurinya.
"Shil, nggak ke kantin?" Tanya Sesil seusai membenarkan make-upnya.
"Nggak deh, masih ada bekal makan siang. Mau ke perpus aja." Jawab Arshila disambut dengusan Sesil dengan yang lain.
"Yaelah Shil, perpus muluk perasaan."
"Tau nih, ntar cowok lo ribut lagi nyariin lo." Sahut yang lain.
Arshila mendongak setelah mengeluarkan kotak makannya dari dalam tas. "Bilang aja gue di perpus." Ucapnya, lalu keluar dari kelas.
"Heran deh gue sama si Arshila. Punya pacar kayak Arkan bukannya dijagain malah di anggurin." Ucap Sesil sewot.
"Kayak nya Arkan nggak berharga-harga amat dihidup Arshila." Balas Novi.
"Huh, biarin aja dia sia-sia in Arkan. Gue embat baru tau rasa." Ungkap Sesil terlihat serius sembari kembali memoles lipbam di bibirnya.
Novi hanya mencibik. "Kayak lo mampu aja."
***
Berbeda dengan Arshila. Biru, gadis ber postur mini dengan rambut sebahu itu langsung di sambut begitu keluar dari pintu kelas oleh sang pacar, Rama.
Rama dengan tubuh jangkung yang bersandar miring di tembok kelas Biru langsung menegakkan badan dan merangkul sang pacar menuju kantin. Tempat yang paling di sukai Biru dari sekolah.
"Mau makan apa hari ini?" Tanya Rama.
Sungguh pertanyaan yang sangat Biru sukai, karena dia akan menjawab.
"Apa aja. Aku suka semua." Yang artinya, Biru akan memakan apa saja yang dibelikan oleh Rama, bahkan jika Rama sudah tak punya uang dan hanya mampu membelikannya mie goreng pun tak masalah. Bukan karena dia bisa menerima Rama apa adanya, tapi karena Biru memang pemakan segalanya.
Mendengar ucapan sang pacar, Rama hanya bisa mengigit pipi gemas. Di usak nya rambut sebahu itu dengan sebelah tangan mencubit ringan pipi temban Biru dengan perasaan bangga. Bangga karena dia yang sudah berhasil membuat pipi itu setembam sekarang.
Sedang di sisi lain seseorang tengah sibuk mencari pacarnya
TBC
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Love With Logic
Teen Fiction~Cinta ini kadang-kadang tak ada logika~ "Kalau mau selamat saat jatuh cinta, jangan lupa gunakan otak dan logika."