Aula fakultas hari ini keliatan lumayan padat. Banyak mahasiswa lalu lalang keluar masuk gedung itu. Ada yang menenteng lampu sorot, benah-benahin kabel, naikin tirai-tirai hitam, dan segala bentuk persiapan lainnya.
Ini hari Jumat. Dan malam ini bakal ada pementasan teater. Unit Kegiatan Mahasiswa Teater Karsa ngadain pengas aplikasi, pementasan 2 naskah dalam rangka pengesahan dan pengenalan anggota baru ke khalayak kampus. Pementasan ini cuma bisa dihadiri oleh jajaran pengajar, staff dan mahasiswa aja.
Di sisi lain, segerombol mahasiswa duduk membentuk lingkaran gak jauh dari aula fakultas.
Alan, mahasiswa semester 2 Program Studi Sastra Indonesia itu jadi salah satu kunci penting pementasan kali ini. Sebagai pemeran utama buat naskah "Kita Semua Mati". Cowok 19 tahun itu duduk sembari memejamkan mata sejenak setelah nyelesain sesi latihan fisik.
Ini bukan pementasan pertama buat Alan, sejak SMA Alan udah tampil dalam berbagai pementasan teater dan udah pernah dapet berbagai macem peran. Tapi, pementasan kali ini sedikit lebih istimewa dari yang lalu-lalu, karena ini pementasan pertama Alan sebagai seorang mahasiswa.
Di awal semester kedua ini, Alan emang gak mau ambil pusing buat milih organisasi dan UKM, dia langsung aja mendaftarkan diri di Teater Karsa yang berbasis di fakultasnya. Alan juga udah kenal beberapa orang, karena ada beberapa kakak kelasnya pas SMA yang juga gabung di UKM ini.
Setelah sesi latihan uncut full naskah selesai, semua pemain akhirnya membubarkan diri. Termasuk Alan yang udah minta ijin buat pulang sebentar.
Rumah cowok itu gak begitu jauh dari kampus. Cuma sekitar 3 kilometer aja. Jadi gak makan waktu lama buat Alan sampe di rumahnya.
"Kok udah pulang?" suara lembut itu langsung menyapa pendengaran Alan pas cowok itu masuk ke ruang tamu rumahnya.
"Iya, ti. Cuma latihan sekali aja tadi, latian terakhir buat pementasan nanti malem. Ini mau mandi terus balik lagi ke kampus," Alan menyahuti mbah uti, nenek yang adalah satu-satunya orang yang tinggal satu atap dengan dirinya saat ini.
"Ya sudah, habis mandi langsung makan ya."
Alan ngecungin kedua jempol dan langsung lari pelan ke arah kamarnya.
Alan cuma tinggal berdua aja sama neneknya karena Alan adalah anak tunggal. Orang tuanya udah cerai pas dia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Ibunya tinggal sama suami dan keluarga barunya di kota lain, dan udah lama banget gak bertegur sapa sama Alan. Sedangkan ayahnya sekarang berprofesi sebagai karyawan agen travel di Singapura.
Tapi gak ada yang kerasa berat saat ini buat Alan. Dia udah terbiasa, dan semua emang terasa biasa aja. Menurut Alan, masa-masa sedih itu udah berlalu. Sekarang saatnya fokus sama pendidikan dan masa depannya.
Setelah ngelempar asal dompet dan HP-nya ke tempat tidur, Alan segera bergegas ke kamar mandi buat bebersih badan.
Gak seberapa lama, setelah selesai sama urusan bersih-bersih badan, ganti baju, ambil charger HP, dan makan sore, Alan segera bergegas nyamperin neneknya yang lagi nata-nata ulang pot bunga di depan rumah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELOVED
Teen FictionDari berbagai jenis seni yang ada di alam semesta, jika harus memilih satu, maka Arjuna dan Arlan akan memilih seni yang paling membingungkan; Seni Cinta. Jatuh cinta kadang memang merupakan hal sepele. Tapi dicintai adalah perkara lain. Bagi Juna d...