Motor Caleb perlahan mulai memelan saat memasuki jalanan perumahan tua di bagian barat ibukota. Seketika, aroma lembab yang khas langsung memenuhi indra penciumanku. Bukan aroma lembab yang dikeluarkan oleh tanah dan rumput sehabis hujan turun, melainkan aroma lembab yang biasa kau dapatkan jika tempat tinggalmu berada di dekat sungai, serta aroma kayu-kayu tua yang telah lapuk setelah dihantam hujan berkali-kali.
Hampir seluruh rumah di area tempat tinggalku dibiarkan tak terawat setelah ditinggalkan oleh pemiliknya, kebanyakan memilih pergi karena benar-benar tidak ada harapan yang tersisa lagi. Seolah-olah waktu telah berhenti berputar. Sementara dunia luar mulai mengalami beberapa kemajuan, hanya tempat ini yang terkubur bersama waktu. Ini tidak seperti aku ingin menetap selamanya di sini, tapi mengurus kepindahan membutuhkan banyak biaya, bukan? Apa yang bisa diharapkan dari murid sebatang kara seperti diriku? Setidaknya aku harus lulus dari sekolah umum terlebih dahulu agar bisa mendapatkan pekerjaan.
Itulah alasanku untuk mengikuti balapan tadi. Siapa yang tidak tergiur dengan hadiah 800 pound? Uang itu cukup untuk membantuku bertahan hidup selama setengah tahun. Untunglah, Caleb membiarkanku menggunakan motornya meski kami harus terlibat adu mulut beberapa saat. Dengan berat hati tentu saja, karena ia tahu betapa putus asanya aku terhadap uang setelah kematian nenekku beberapa bulan lalu. Aku harus mulai mengurus hidupku sendiri. Dan dengan uang hadiah ini, setidaknya untuk sementara waktu, aku bisa bersantai.
Motor Caleb berdecit dan berhenti di depan rumah tua bercat cokelat yang mulai lapuk. Dengan mudah, aku melompat turun dari atas motor lalu berdiri menghadapnya.
"Segera hubungi aku jika terjadi sesuatu," ucap Caleb setelah melepas helmnya, dan aku menahan diri untuk tidak merapikan rambutnya yang berantakan. Ia menghela napas lalu merapikan rambutku yang sepertinya juga berantakan setelah aku melepaskan helm dari kepalaku. "Kau tahu, bukan? Orangtuaku sering berpergian lama karena pekerjaan, aku bisa menyelundupkanmu ke rumahku jika kau tidak ingin aku menemanimu di sini."
"Berapa kali harus kukatakan? Kalau aku baik-baik saja,"
"Sesekali, aku ingin melihatmu bergantung padaku,"
"Bukankah aku baru saja melakukannya? Aku meminjam motormu tadi untuk ikut balapan,"
Caleb tersenyum penuh arti sebelum kembali bicara. "Masuklah! Aku akan menelponmu nanti, dan jangan bukakan pintu untuk orang asing." Ucapnya sambil memakai helm.
"Aku bukan anak umur 5 tahun, astaga." Decakku, sebal.
Aku menatap kepergian Caleb hingga motornya menghilang dari balik tikungan, lalu berjalan ke arah pintu masuk rumahku. Rumah tua dengan dua lantai yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama dengan rumah-rumah lainnya di sekitar sini. Tanpa sadar, rumput-rumput di halamanku kini sudah setinggi betis. Aku terlalu malas untuk memotongnya, lagipula untuk apa aku membereskannya, toh tak akan ada yang datang bertamu juga selain Caleb dan teman-temannya.
Aku mengangkat vas bunga di sebelah karpet yang sedang kuinjak, mengambil kunci rumah dari sana. Tak lama kemudian, muncul bunyi bising dari lubang kunci yang sudah berkarat sehingga berhasil memecah malam yang sunyi ini. Ini mengesalkan, aku bisa saja menggunakan mantra sihir yang diajarkan nenek tapi ia bilang aku tidak boleh menggunakannya di luar dunia sihir. Aku bahkan tidak tahu dimana dunia itu berada? Lalu kenapa repot-repot mengajariku jika aku tidak bisa menggunakannya dengan bebas?
Ketika pintu rumah berhasil terbuka diikuti dengan suara deritan karena pengaruh engselnya yang telah berkarat. Dengan langkah gotai, aku berjalan menuju ruang tengah setelah memastikan pintu sudah kembali terkunci. Tidak mau repot-repot menaiki tangga hanya untuk tidur di kamar. Toh, lagipula hanya aku seorang yang tinggal di sini. Namun tiba-tiba instingku mulai menajam, seolah-olah ada seseorang yang berhasil masuk. Itulah yang kau dapatkan setelah sekian lama dipaksa untuk bertahan hidup sendiri. Secara tidak sadar, kepekaanmu mulai meningkat dan kau bisa langsung menyadari saat ada ancaman di sekelilingmu. Begitulah aku menjalani hidup selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bully | Draco Malfoy, 18+
FanfictionMenjadi mangsa baru Draco memang berbahaya. Tapi diinginkan olehnya itu mematikan.