Punggungku menegang penuh antusias saat aku melihat ke arah orang-orang yang sedang berkumpul di depan sana, menyebar kesana kemari dan berbaur satu sama lain. Motor-motor yang telah dimodif agar bisa turun ke arena balap berjejer di kanan kiri jalan. Beberapa pemiliknya duduk di atas sana bersama kawanan gengnya, mengobrol sambil sesekali mengamati keadaan sekitar dengan rokok dan gelas plastik merah berisi vodka di tangan. Wajah mereka tampak lebih tua dari usia yang sebenarnya, dan potongan buruk rambut mereka semakin memperparah keadaan. Sebagian besar orang yang ada di tempat ini berusia enam belas atau tujuh belas tahun—termasuk diriku—, belum memasuki usia legal untuk bisa mengonsumsi alkohol yang dikhususkan untuk delapan belas tahun keatas. Tapi aku tidak peduli. Kami semua tidak peduli.
Caleb mulai memelankan laju motornya, mencari teman-teman sekolahnya yang sudah berkumpul lebih dulu. Para gadis remaja dalam pakaian ketat dan minim segera menyingkir begitu motor kami bergerak ke arah mereka, memberi ruang agar kami bisa lewat.
"Ini waktu yang tepat untuk mencari pacar, bukan?" ucapku sambil menempelkan dagu di atas bahunya agar ia bisa mendengar suaraku di tengah keramaian.
Caleb tertawa kecil. "Apa kau tidak bosan terus menyuruhku mencari pacar?"
"Aku hanya kasihan melihatmu, semua temanmu sudah bergonta-ganti pasangan. Apa kau tidak ingin memiliki satu saat melihat mereka? Aku sempat curiga jangan-jangan kau tidak tahu cara mendekati perempuan? Tapi, itu tidak mungkin. Kau bahkan bisa menarik semua perempuan hanya dengan satu lirikan."
Aku benar-benar serius saat mengatakannya. Caleb berubah menjadi sosok yang jauh berbeda setelah lanjut belajar di sekolah asrama swasta. Saat ia kembali ke rumah untuk menikmati waktu liburnya begitu tahun keempaatnya selesai, aku terpana melihat tubuhnya yang tinggi dan kekar dengan otot-otot sedemikian rupa. Rambut cokelatnya dibiarkan panjang di bagian atas sementara pinggirannya dipotong menjadi lebih pendek, alisnya yang sebelumnya seperti semak kini terbentuk dengan rapi sehingga mempertajam mata birunya. Rahangnya tajam, dan karena sekarang sedang musim liburan sebelum tahun ajaran akhir dimulai, ia membiarkan rambut-rambut halus tumbuh di sana.
"Kau saja yang jadi pacarku, bagaimana?" ucapnya.
"Hanya terjadi di mimpimu," jawabku. "Lagipula orangtuamu tidak suka denganku."
"Kita bisa mencari jalan keluarnya bersama," ia mengangkat kedua bahunya. "Itu pun kalau kau juga menginginkannya."
Aku tersenyum miring. "Mungkin kau harus berusaha lebih keras lagi untuk itu."
"Tunggu saja, aku akan membuatmu tergila-gila padaku." Godanya.
"Oohhh, aku sangat tidak sabar menantinya."
Delapan tahun yang lalu, kami pergi ke sekolah dasar yang sama, hanya saja waktu itu kami belum mengenal satu sama lain karena ia merupakan senior satu tingkat diatasku. Caleb memiliki dunianya sendiri bersama teman-temannya, dan begitupun denganku, aku memiliki banyak teman hingga tidak tersadar bahwa ada seorang lelaki bernama 'Caleb Grayson' di sekitarku. Namun saat aku menginjak usia sembilan tahun, kehidupanku berubah drastis.
Semua orang mulai menjauhiku dan menganggapku anak aneh, termasuk teman-teman yang sering bermain bersamaku. Padahal aku tidak melakukan apapun, aku hanya menunjukkan bahwa aku bisa membuat benda-benda melayang, dan menurutku itu adalah hal yang keren. Aku ingin semua temanku melihat kemampuanku, tapi jika aku tahu akan berakhir seperti itu, dijauhi oleh banyak orang dan dianggap aneh. Lebih baik aku tidak pernah melalukannya.
Aku bertanya pada Granny, dan ia menceritakan mengenai siapa diriku yang sebenarnya, yaitu seorang penyihir berdarah murni. Kedua orangtua yang tidak pernah kukenal atau bahkan kuingat merupakan keturunan Rosier dan Weasley. Itulah alasan mengapa aku bisa melakukan hal-hal yang dianggap aneh oleh semua orang di sekitarku atau Granny biasa menyebut mereka dengan julukan muggle.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bully | Draco Malfoy, 18+
FanficMenjadi mangsa baru Draco memang berbahaya. Tapi diinginkan olehnya itu mematikan.