1 I Bermula

7.2K 225 3
                                    

Kejadian ini bermula saat teman dekat saya, si Rico Wij, curhat ke saya malam-malam saat nginep. Katanya, dari semua wanita yang sudah dia gagahi, dia masih merasa gak puas. Dia merasa hambar dan merasakan seks bukan lagi sebagai pemuas nafsunya. Namun sebagai suatu hal yang memang membosankan dan terasa hanya dipaksa dilakukan untuk sekadar mengisi waktu luang.

Tentu saja saya kaget. Rico Wij ini memang seorang hypersex, saya tahu pasti tentang hal ini. Karena saya sudah berkali-kali melihat dia bergonta-ganti cewek dan tanpa ragu, menunjukkan beberapa koleksi foto cewek-cewek yang pernah ditidurinya. Ada banyak pose yang ditunjukkan cewek itu. Namun saya tidak akan menceritakannya dengan detail di sini, karena saya tahu ... tulisan saya bukan ditujukan untuk merangsang para lelaki yang suka perempuan. Sebaliknya, sama seperti saya, tulisan-tulisan ini memang ditujukan untuk para penikmat tubuh lelaki. Khususnya lelaki-lelaki yang memang bertubuh maskulin, kekar, indah, enak buat dilihat, diraba dan diterawang. Dan semua paket lengkap itu bukan terletak pada cewek-cewek yang diceritakannya, tapi justru sempurna melekat pada sosok Rico Wij yang sedang tiduran di sisi saya sekarang. Katanya dia mau nginep, sumpek di rumahnya. Dan juga sumpek, kalau harus ujung-ujungnya coli sendiri sambil nontonin bokep yang baginya sama saja terasa hambarnya.

Dari curhatan dia lah, semua cerita yang ingin saya tulis ini bergulir. Saya tiba-tiba kepikiran ide, memberinya saran untuk merasakan dunia seks yang mungkin akan sangat disukainya. Dunia seks yang akan mengeluarkannya dari perasaan hambar dan bosan yang menjemukan. Benar. Dunia itu adalah dunia seks sesama pria, dimana dua pria tentunya sangat tahu dan mengenal, bagian-bagian tubuh mana saja yang akan terasa memuaskan untuk dimainkan. Dan beginilah cerita ini dimulai.

Sebelum saya menceritakan lebih lanjut, saya mau kasih tahu dulu, kalau Rico Wij sebenarnya umurnya 5 tahun di atas saya. Dia berumur 29 menjelang 30 tahun, sedangkan usia saya sekarang di selang antara 24 menuju 25 tahun. Saya berteman dekat dengannya selama tiga tahun terakhir, karena kita bekerja di tempat yang sama. Lama-lama kita menjadi akrab dengan sendirinya. Lagi pula, saya sangat gak keberatan buat berteman dekat dengannya, selain karena wajahnya ganteng khas lelaki Sunda dengan kumis tipis dan senyum manis, aroma tubuhnya juga entah kenapa selalu wangi. Saat saya iseng tanya, kenapa dia selalu wangi, dia menjawab kalau itu bisa jadi daya pikat terbaiknya untuk memancing cewek. Termasuk cewek-cewek yang jadi langganan konsumennya untuk menambah omset perusahaan.

Iya, kita sama-sama berada di tim marketing. Bedanya, dia berfokus pada penjualan, sedangkan saya bertugas untuk fokus mengelola media sosial, website, toko-toko online, dan segala hal terkait. Dengan alasan memegang semua hal ini, saya jadi bisa sekalian meminta Rico Wij untuk saya ambil gambarnya, videonya dan lain hal demi kebutuhan konten media sosial. Saya akan suruh joget-joget ringan di tiktok, berpose, promosi sebisanya di sana dengan gaya memikat dan banyak hal. Di situlah awal kedekatan saya dengan Rico Wij. Saya terbiasa memanggilnya dengan nama asli, dan dia gak keberatan. Menjadikannya makin memiliki aura tampan yang sulit dihindarkan.

Media sosial perusahaan yang saya kelola pun seolah menjadi daya tarik sendiri bagi Rico Wij untuk 'menjual' dirinya. Tetiba banyak konsumen yang mau kenalan dengannya, dan sebagian besarnya berisi cewek-cewek yang 'haus'. Dengan demikian, tak terhitung berapa cewek yang sudah dia tiduri, setelah sebelumnya Rico Wij memberikan syarat untuk membeli produk-produk perusahaan sehingga Rico kerapkali mendapatkan bonus yang cukup besar. Saya juga kebagian sih. Walau gak sebanyak Rico, tapi dia sering berbagi dengan saya. Tak hanya uang bonusnya, namun juga curhatan-curhatan sesuka hatinya seperti sekarang, sehingga saya mungkin masuk dalam kategori orang yang bisa dia percaya.

"Kalau lu bosan, kenapa gak coba hal yang lain? Yang berbeda dari biasa, yang lebih menantang gitu!"

Saya mulai memancingnya. Dia selalu suka dengan tantangan, termasuk acap kali bos kita sering memberikan tantangan dan target yang jauh lebih tinggi lagi saat performance kita di perusahaan baik dan selalu mencapai target.

"Maksud lu gimana? Semua gaya kayaknya sudah pernah gua coba sama cewek-cewek. Jadiin beberapa dari mereka slave pun, udah gua coba. Kayak di film semacam fifty shades yang diikat-ikat gitu, udah juga. Kan gua juga udah pernah cerita ke elo. Gue bolak-balik tubuh mereka, gue mainin, gue perlakuin sesuka hati, udah semua bro! Makanya gue bingung banget harus gimana lagi."

"Well ... tapi kan elu belum pernah nyoba sebaliknya."

"Sebaliknya gimana?"

"Ada di posisi ceweknya. Dibolak-balik, dimainin, diperlakuin sesuka hati."

Saya membalikkan semua kata-kata yang sudah disebutkannya sebelumnya.

"Mana ada lah cewek yang mau kayak gitu."

"Mungkin ada aja sih, tapi gue juga kurang tahu. Cuman ..."

"Cuman apaan?"

"Gue kayaknya bisa buat mainin lu, kalau lu mau Ric. Gue pernah mainin cewek-cewek juga, jadi somehow, gue punya alatnya mayan lengkap."

"Najis! Masa cowok mainin cowok. Ogah lah!"

"Ya ga usah kalau gitu. Gue sih ngasih ide aja ya. Gue sedih aja gitu, denger curhatan lo yang kedengeran putus asa gitu. Kayak dunia udah berakhir aja."

"Hah ... sudahlah bro! Gue mau tidur aja di sini. Capek bat gue mikirnya."

"Ya sok, tidur, tidur."

Saya pun lantas membiarkannya. Langsung sibukkin diri scrolling tiktok, karena belum ngerasa ngantuk. Saya paham Rico Wij bukan tipikal orang yang suka dipaksa. Pernah saya suatu waktu memaksanya buat bikin konten di saat dia gak mood. Wah, amukannya bukan level 1 lagi, tapi langsung ke level 10. Saat itu terjadi, saya hanya mendengarkannya saja dan tak memasukkannya ke dalam hati. Biarlah jadi pelajaran khusus saja, kalau Rico Wij bukan sosok yang suka dipaksa. Lebih baik dibiarkan saja, sebelum nanti biasanya dia berubah pikiran sendiri.

"Eh tapi ..."

Nah, udah mulai nih. Dia mulai kepikiran kayaknya. Soalnya dari tadi selama gue scrolling tiktok dengan volume yang gue kecilin biar gak ganggu dia banget yang mau tidur, dia malah gulang-guling. Meremas-remas rambutnya sendiri. Kayak orang yang lagi resah dan banyak pikiran. Saya gak mau nanyain dia kenapa, biarin aja. Karena saya cukup mengenal sosok dia. Dia akan mengutarakan isi kepalanya sendiri, saat dia rasa waktunya udah tiba. Dan mungkin memang sekarang saatnya.

"Lu emang bisa beneran? Lu sendiri gak jijik?"

"Gue mau jijik pun, kita udah deket berapa tahun sih Wij?", terkadang saya memanggil nama belakangnya. "Gue niatnya cuman mau ngasih solusi aja. Kalau lu gak mau, yowes. Kalau mau, ya gaskeun. Gue udah gak nganggep lu orang asing dan elu ke gue juga sama 'kan?"

"Iya sih, tapi ..."

"Udah, udah. Tidur dah lu. Gak usah dipikirin. Entar-entar aja lu pikirin lagi, sekarang mah mendingan lu tidur dulu."

"Mau tidur gimana bangsat! Badan gue udah panas dingin gini, pengin ngewe."

"Tuh kamar mandi ada, nyet! Lu coli aja sono. Biasanya juga lu sering coli sendiri."

Dia diam, nampak berpikir. Setelah merengut sebentar, dia lanjut ngomong, "dipikir-pikir bener juga ya kata lu. Gua yang selalu aktif dan mainin cewek-cewek selama ini. Gue gak pernah tahu tuh, rasanya dimainin kayak gimana."

Asyik, mulai kepancing nih. Saya suka kalau dia udah bersikap kayak gini. Gimana ya biar saya bisa dapetin dia?

Bermain SepuasnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang