Bab I: Bintang

61 6 10
                                    

"Za, Segera! Ini anak-anak belum tau tidur dimana." Kata salah satu panitia menegur Za yang sedang sibuk menyiapkan konsep acara besok.

Za, Sebut saja begitu. Kalian ga perlu taulah nama aslinya siapa, Za lebih nyaman dipanggil dengan namanya yang sekarang. Seperti biasa, Za yang selalu sibuk sedari SMA gemar sekali berorganisasi. Kegemarannya dalam merencanakan sesuatu menjadi senjata yang paling diandalkan. Apa kata orang-orang sekarang? Ah, ya. Konseptor. Za adalah konseptor terkenal (menurutnya).

"Ah, ya. Laki-laki tidur disini saja. Kita masih harus masang background, tau! biar perempuan tidur di rumah tante gua, ga jauh dari sini kok. Cuma 10 menit." satu urusan selesai, pindah ke urusan lainnya. Za menuju tempat konsumsi, memastikan snack-snack untuk acara besok sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan. Hari semakin malam, sudah pukul 11. Za bergegas memanggil beberapa teman laki-lakinya untuk mengantar panitia perempuan. Besok, mereka harus siap dari pagi buta untuk menyiapkan resepsionis dan finishing akhir ruangan.

Malam itu, seperti malam-malam sibuknya. Otaknya riuh dengan konsep-konsep acara besok, mengajaknya berfikir untuk mencari sumber masalah yang akan terjadi agar dapat diantisipasi dengan cepat. Itu kebiasaan Za sedari dulu. Ia gemar mencari masalah. Tapi memang benar, bukan? Masalah harus diketahui lebih dulu supaya dapat menemukan solusi. Justru, mencari masalah dalam sebuah rencana itu lebih rumit dibanding membuat suatu rencana dengan baik.

"Bagaimana kalau besok hujan?"

Bagaimana kalau ada tamu undangan yang dengan mendadak sakit perut hingga tidak bisa mengisi sambutan?"

"Bagaimana kalau besok tiba-tiba seluruh peserta keracunan makanan?"

"bagaimana kalau besok datang segerombolan alien yang ingin menguasai Bumi, tapi terlebih dahulu menghadiri acara besok dan mengisi sambutan. Memberi pengumuman dengan bahasa yang ga pernah kita pahami?" begitulah kira-kira yang ada di dalam otak Za. Mencari ribuan "Bagaimana" hingga bisa menemukan ribuan jawabannya.

"Za, kok melamun. Jadi masang backgroundnya?." Salah satu panitia menghampiri Za, menjentikkan jarinya untuk membuat Za sadar bahwa alien itu ga akan datang.

"Eh, jadi, jadi. Tuh, kita tinggal pasang disini aja. Panggil yang lain, habis ini kita istirahat." Za kaget dan segera menjawab singkat.

Seluruh persiapan acara sudah selesai 90%, sisanya adalah hari esok. Hari sudah berganti, pukul 00.10 dini hari, seluruh panitia istirahat.

******

Za membuka handphone-nya, melihat heran kenapa tidak ada notifikasi pesan yang masuk malam ini.

"Kamu sudah tidur, Nit?" Za mengirim pesan pada Nita, ekhm-ekhm nya Za. Kalian paham, kan maksudnya?.

Hening, tidak ada tulisan Online. Ah, mungkin Nita sudah tidur. Atau sedang menonton. Karena biasanya seperti itu. Jika Za mengirim chat kepada Nita dan tidak ada balasan, itu karena dua alasan; Tidur, atau nonton. Za yang sudah terlanjur lelah tidak berpikir panjang, segera mengambil posisi terbaik untuk tidur. Besok akan menjadi hari yang padat pikirnya.

PING!!! Pukul 04.00 dini hari. Satu notifikasi masuk, dari Nita.

"Belum, hehe." Jawab Nita singkat.

Za terbangun, membuka HandPhone nya. Eh, terus dari tadi Nita ngapain?

"Terus kamu habis ngapain, nit?. Nonton?." Tanya Za membalas pesan.

"mmm, ga ngapa-ngapain, hehe. Eh, ya. Gimana acara kamu? Persiapannya lancar?." Za lupa, dalam kamus percintaannya jawaban singkat berupa "iya", "hehe", "engga" adalah sebuah tanda kalau ada masalah diantara mereka. Kejanggalan pertama.

Ini tetap malam kita, bukan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang