"Jadi agar kalian bisa berbaur dengan lingkungan sekolah dan kakak kelas, kalian harus mencari masing-masing dua siswa kelas 12 dan minta tanda tangan mereka disertai dengan nama dan kelas," jelas salah satu pengurus OSIS SMAN 1 Armada.
"Kalian akan kami beri waktu 20 menit untuk menyelesaikan tugas kalian, jika ada yang tidak bisa mendapatkannya dalam waktu yang sudah ditentukan akan mendapatkan hukuman," sambung pengurus OSIS yang lain.
20 menit sepertinya waktu yang sangat cukup untuk mendapatkan tanda tangan tersebut, hanya mencari siswa kelas 12 dan meminta tanda tangannya, itu sangat mudah. Begitulah kira-kira pikiran dari semua murid baru.
Padahal pengurus OSIS tidak akan memberi perintah semudah itu, mereka sudah bekerja sama dengan semua murid kelas 12 agar tidak terlalu menampakkan dirinya.
Para murid baru tengah berpencar untuk mencari kakak kelas mereka. Susah sekali untuk menemukan kelas 12 disini, sungguh pengurus OSIS yang sangat licik. Murid-murid baru itu ingin menangis saja dibuatnya.
Berbeda dengan Wawa, disaat teman-temannya sibuk mencari kakak kelas, Ia malah keluar dari lingkungan sekolah untuk menikmati seporsi mie bakso. Dia tidak peduli dengan hukuman itu, hukuman hanya dianggap sebagai permainan olehnya.
Disisi lain Farel sangat kebingungan mencari Wawa, bagaimana bisa gadis itu tidak menghampirinya dan meminta tanda tangannya. Sudah banyak murid baru yang Ia beri tanda tangan, tapi sahabatnya yang satu itu tidak kunjung menghampirinya.
Farel mengitari seluruh penjuru sekolah tapi Ia tidak menemukan sahabatnya, mengapa dua hari ini Wawa membuat hidupnya benar-benar terganggu.
Sudah lelah Ia mengitari sekolah, Farel memutuskan untuk mencari temannya diluar lingkungan sekolah. Pilihannya untuk keluar sangat benar, Ia melihat Wawa sedang asik menyeruput kuah baksonya disana.
"Kamvret lu Wa, ngapain malah makan disini, waktunya tinggal 10 menit lagi nih tolol, seenggaknya lu nyariin gua lah, gua bakalan sukarela ngasih tanda tangan gua ke lu." Farel menjewer telinga Wawa sambil mengatainya. Itu sontak membuat Wawa tersedak kuah bakso, kenapa ada curut yang tiba-tiba datang mengganggu sarapannya.
"Gua tau sih kalau lu sendiri yang bakal nyamperin gua, makanya gua tinggal nunggu sambil makan dimari." Wawa mengelap mulutnya menggunakan tissu yang sudah disediakan lalu memberikan selembar kertas pada Farel untuk laki-laki itu tanda tangani.
"Rel lu liat Dito gak? gua mau tanda tangan kalian berdua."
"Di Perpustakaan paling tu bocah, tapi lu seriusan mau tanda tangan dia? mana mau dia ngasih ke lu palingan sih lu bakal dikacangin ama dia," ucap Farel dengan mimik wajah yang tidak yakin dengan tindakan Wawa. Wawa menempatkan jari telunjuknya dibibir menyuruh Farel untuk diam.
Waktu yang tersisa tidak banyak lagi, Wawa berlari secepat mungkin agar segera sampai di perpustakaan. Wawa bersyukur setelah sampai di perpustakaan, ia benar menemukan Dito sedang mengerjakan soal-soal Matematika di antara rak yang jarang dikunjungi oleh siswa SMA Armada.
"Pagi kak," sapa Wawa pada Dito. Wawa benar-benar canggung jika berdekatan dengan manusia batu itu. Dito yang merasa ada seseorang yang menyapanya mendongakkan kepala untuk melihat siapa orang itu. Sepertinya Ia pernah melihat wajah gadis ini dalam waktu dekat, tapi Ia lupa kapan Ia melihatnya. Saking acuhnya dia dengan lingkungan sekitar, Dito bahkan tidak terlalu mengingat wajah-wajah orang yang pernah Ia temui, Dito hanya akan mengingat wajah yang sering ia temui seperti guru, keluarga, dan teman sekelasnya.
"Kak boleh minta tanda tangannya gak? ini waktunya udah mepet banget sumpah, 5 menit lagi nih. Tolongin gua dong kak pleaseeee." Wawa sangat memohon kepada Dito, tapi tetap saja tidak digubris oleh Lelaki itu.
"Heh njing, lu dengerin gua gak sih? tolongin bentar napa. Tinggal tanda tangan di kertas ini doang ellah, ribet banget lu. Pantes ga punya temen, dasar BATU," kesal Wawa dengan menekankan kata batu diakhir kalimatnya.
"Berisik! kalau minta yang sopan." Akhirnya Dito buka suara, Ia tidak suka jika ada seseorang berbicara kasar kepadanya, terlebih lagi jika keluar dari mulut seorang wanita. Menurutnya wanita harus lemah lembut dalam bertutur kata, tidak asal-asalan apalagi mengucapkan kata-kata kasar seperti yang Wawa ucapkan tadi.
"Maaf kak kalau lagi emosi emang suka kebablasan gitu, tapi boleh kan kak minta tanda tangannya? Please kak gua udah ga punya cukup waktu buat nyari kakel yang lain, yayaya pleaseeee" mohon Wawa dengan menunjukan puppy eyesnya. Itu membuat Dito gemas sendiri, ternyata Wawa memiliki sisi yang menggemaskan dibalik wajahnya yang kurang menarik itu.
Dito mengambil kertas itu dan menandatanganinya, Ia masih memiliki rasa belas kasih untuk membantu orang-orang, walau sebenarnya Ia sangat kesal dengan Wawa yang mengganggu waktu belajarnya.
Wawa melompat kegirangan setelah keluar dari perpustakaan, Ia berlari dengan senyum yang tetap merekah. Sepertinya Ia tidak ingin mengumpulkan kertas tersebut ke pengurus OSIS, Ia ingin memajangnya saja didalam kamar.
Waktu yang diberikan sudah habis, kini semua murid baru berkumpul lagi ditempat semula dan satu persatu menyetorkan kertas yang berisi tanda tangan. Ada sekitar 30 an murid baru yang tidak mendapatkan tanda tangan.
30 siswa tersebut menerima hukuman yang berbeda-beda dari pengurus OSIS, ada yang disuruh untuk menyanyi dengan huruf vokal yang diganti dengan huruf O, ada yang membaca komposisi dari bungkus roti dengan nada puisi, ada pula yang disuruh untuk melawak. Kurang lebih seperti itulah hukuman yang mereka terima.
Setelah MPLS hari ini selesai, Wawa menghampiri salah satu pengurus OSIS yang memegang kertas tanda tangan tadi. Wawa meminta kertas tanda tangannya untuk dibawa pulang. Pengurus OSIS tersebut tentu saja dengan senang hati memberikannya ke Wawa, lumayan untuk mengurangi satu sampah di sekolah katanya.
Pakaian Wawa sudah diganti, sekarang ia sudah memakai baju santai rumahan. Ya, Wawa sudah sampai rumah sekitar satu jam yang lalu.
Wawa membuka isi tas nya dan mengambil selembar kertas disana. Kertas yang menurutnya sangat spesial, kertas yang berisikan tanda tangan sang idola. Ia memandangi kertas itu dengan perasaan bahagia dan menempelkannya di buku harian.
Buku harian miliknya baru ia beli kemarin, mungkin dia akan menceritakan kisah SMA-nya di buku itu atau mungkin saja yang lain? Lembar pertama berisikan dengan biodatanya, dan lembar kedua berisikan tanda tangan milik Dito. Ada beberapa untaikan kata yang ia tulis disekitar tanda tangan tersebut.
Aku tidak tau perasaan apa yang sering muncul ketika menatap mu. Jantungku berdegup kencang, perutku seakan-akan menjadi taman yang dihinggapi banyak kupu-kupu. Kali kedua dan ketiga aku bertemu denganmu, perasaan ini lah yang muncul. Entahlah, mungkin aku hanya kagum dengan mu.
Kurang lebih seperti itu lah kalimat yang ia tulis, Wawa saja tidak tau perasaan apa yang ia rasakan, apalagi orang lain?
________________________
Perasaan apaan guys? Kok si Wawa ada kupu-kupu diperut sih?
Cerita gua rada ga jelas ya gak sih?
Jangan lupa vote and commentnya bestie, have a nice day<3
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTUK D
JugendliteraturHanya tentang gadis sederhana yang menyembunyikan banyak hal sendiri. Gadis dengan paras biasa saja yang sering di kucilkan oleh orang-orang sekitarnya. "Dit makasih udah jadi temen baik gua, gua harap lu bisa membuktikan kata peduli yang lu lontark...