Meetings and Offers

1.4K 118 5
                                    

Dia diam diantara riuh ucapan selamat disekitarnya. Duduk termangu dikursi tempatnya duduk semula. Sebuah pencapaian luar biasa saat dirinya berhasil keluar dari ruang lingkup menyesakkan yang selama hampir empat tahun ia jalani. Memakai toga dan baju wisuda menjadi awal dari perjalanan barunya. Tetapi mengapa tidak satu pun orang menghampiri dirinya untuk sekedar mengucap selamat? Jawabannya adalah tidak satu pun sanak saudara yang ia bawa ke tempat ini. Tidak dengan orang tua atau pun saudara kandung.

Dia hidup seorang diri sepuluh tahun terakhir. Menghidupi diri sendiri, menjalani hari-hari sendiri, mengambil jalannya sendiri. Banting tulang hanya untuk makan hari ini. Dibalik itu semua, Tuhan masih adil, memberinya satu manusia yang tidak pernah meninggalkannya sejak bangku sekolah menengah pertama. Huang Renjun adalah satu-satunya manusia yang tidak malu ketika orang lain bertanya siapa Haechan baginya. Pemuda penuh perhatian yang sering kali beradu argumen dengannya.

"Haechan!"

Kepalanya ia angkat, untuk melihat siapa gerangan yang memanggil namanya. Dalam jarak kurang dari lima meter, sahabatnya berdiri melambaikan tangan. Raut berseri miliknya begitu indah untuk dipandang.

"Selamat untuk kelulusan kita, Haechan!" ujar si mungil dengan suara riangnya. Segera menubruk Haechan yang masih tak bergerak dari tempatnya dengan sebuah pelukan erat. "Rasanya baru kemarin aku melihatmu membentak senior saat ospek," lanjut pemuda itu.

Haechan terkekeh ditengah haru biru yang tercipta. Ia mendorong tubuh sahabatnya, menatap wajah yang sudah dihiasi air mata. "Dan aku masih ingat saat kau menangis hanya karena cintanya ditolak oleh kekasihmu yang sekarang!" guraunya. Lalu tawanya meledak saat Renjun balas memukul bahunya.

Sejujurnya, Haechan juga ingin menangis. Memutar kembali ingatan pada perjuangan-perjuangannya yang mencoba bertahan hingga sejauh ini. Memperjuangkan gelar yang di impikannya sejak duduk dibangku sekolah menengah. Kini, ia dapatkan gelar itu, akan ia tunjukkan pada orang yang tak lagi mengakuinya sebagai seorang anak bahwa dirinya mampu.

"Renjun?"

Dua sahabat itu menoleh pada sosok yang baru saja bersuara memanggil nama. Senyum cerah terukir dibibir si pemilik nama, berbeda dengan Haechan yang telah menegang ditempatnya. Netra bulatnya bersirobok dengan netra sekelam malam. Jantungnya berdetak tidak menentu, ingin sekali Haechan kabur dari tempat itu.

"Jae!" ucap Renjun semangat pada kekasihnya. Dua insan yang seolah lupa bahwa ditempat itu bukan hanya ada mereka. Berpelukan tak tahu malu dengan suara jeritan tertahan dari sang submisive. "Aku sudah membuktikan kalau aku bisa wisuda tepat waktu!" kata si mungil lagi, menyombongkan diri dari kekasih yang telah lebih dulu lulus dua tahun lalu.

"Selamat, sayang." Dua lubang cacat yang lagi dan lagi membuat Renjun salah tingkah. Ditambah lagi lelaki itu menyodorkan buket bunga besar pada tambatan hatinya.

Haechan muak. Bukan dirinya benci, hanya saja dirinya terlalu kenyang menyaksikan adegan romansa pasangan itu. Seolah dirinya menjadi makhluk paling kecil saat berada dalam satu kawasan dengan Renjun dan Jaehyun. Haechan pamit lebih dulu sebelum melenggang. Berniat memberikan ruang leluasa untuk sahabatnya itu.

Siapa yang menyangka jika langkahnya di ikuti sosok yang datang berbarengan dengan Jaehyun? Lelaki jangkung dengan setelah formal yang tampak memukai walaupun terkesan biasa. Lelaki yang tidak pernah ingin Haechan temui lagi sejak berakhirnya malam itu. Mereka sama-sama sadar, mereka mengenali dengan siapa mereka menghabiskan malam panas kala itu.

"Haechan-ssi!"

"Aku rasa kita sudah tidak ada urusan lagi, Tuan," tegas Haechan. Menolak saat tangannya dicekal dan ditarik pelan. Ia malu jika mengingat wajah itu yang telah membuatnya melayang hampir empat bulan lalu.

PURPOSE | Johnhyuck Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang