Mengalah

4 2 0
                                    

.

Ding Dong, i'm back!
Setelah ribuan purnama akhirnya ada update guwys.
Enjoy!

.

Hari ini aku memutuskan untuk menemui Aksa di kantornya. Setelah acara pertunangan kami tiga hari yang lalu, kami belum berkomunikasi sama sekali. Aku dan Aksa hanya saling berpamitan setelah acara selesai.

Lucu ya, baru tunangan sudah diam-diam-an. Tapi kalian sudah pahamkan ini karena apa? Yap! Karena Aksa tetap keukeuh menggunakan WO untuk segala bentuk urusan yang berkaitan dengan pernikahan kami, sedangkan aku juga tetap pada pendirianku.

Aku sudah menyiapkan beberapa list vendor untuk acara pernikahan impianku sejak lama dan Aksa memaksa untuk menggunakan WO? Oh tidak bisa.

Kalian tau berapa lama waktu yang aku butuhkan untuk meriset vendor-vendor untuk pernikahan ini? Dua tahun. Selama dua tahun, aku tidak pernah absen untuk menghadiri acara pernikahan teman-temanku. Mulai dari teman kuliah, SMA, SMP, SD, dan bahkan teman TK yang aku pun sudah tidak ingat lagi namanya. Aku datang hanya untuk mengamati dan merasakan langsung hasil kerja beberapa vendor.

Ayam teriyaki dengan campuran bumbu rujak Resep Bu Adi, foto prewedding dengan konsep siluet hasil jepretan Rendi Brotoasmoro, venue outdoor dengan background pantai di Grand Elty Krakatoa, gaun pengantin tanpa payet namun elegan hasil rancangan Genta Abinaya adalah sebagian kecil dari konsep pernikahan yang sudah aku impikan dan rencanakan matang-matang. Dan dengan menggunakan jasa Wedding Organizer, tentu aku tidak bisa seenaknya menentukan pilihanku, karena pasti semuanya sudah masuk ke dalam wedding package mereka.

Oke oke. Tenang Lintang. Tenang. Kamu sudah sampai di kantor Aksa. Jangan marah, jangan heboh.

***

Aku mulai melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan Aksa dan tatapanku langsung tertuju pada pria yang saat ini sedang menatap layar komputernya dengan tatapan serius, kerah kemeja dengan dua kancing atasnya terbuka dan bagian lengan digulung sampai siku, beberapa file Ia pegang dan beberapa lagi tercecer di atas meja. Astaga ini sudah jam istirahat padahal.

Ya, benar, seperti yang dia katakan waktu itu dia sedang sibuk sampai tidak mendengar derit pintu bergesek sepertinya.

"Sa." Aku yang masih berdiri di depan pintu memanggilnya dengan suara pelan, takut mengganggu sebenarnya, tapi kami harus tetap membicarakan hal ini.

Aksa mengalihkan pandangan dari layar komputernya dan mulai menatapku, "Lintang, astaga."

Ia langsung beranjak dari duduknya dan memelukku, "Kamu tuh kemana aja sih, aku telpon gak pernah diangkat, aku WA gak dibales dibaca aja engga. Aku mau nemuin kamu, tapi sekarang aja kerjaan aku masih numpuk. Kebiasaan deh, kalo mau-nya gak diturutin suka ilang-ilangan. Khawatir tau gak."

"Maaf." Maaf hehe, karena yang diam hanya aku sebenarnya. Aksa memang berkali-kali menghubungiku.

"Udah makan?" Aksa melepas pelukannya kemudian menatapku dan aku hanya bisa menggelengkan kepala. Rasa kesalku menguap begitu saja ketika Aksa memelukku dan berganti dengan rasa bersalah karena mengabaikannya.

Aksa mengambil card holder dan handphonenya lalu menarik lenganku pelan, membawaku keluar dari ruangannya, "Kita makan dulu".

"Eh tapi kerjaan kamu? Aku pesen makanan lewat aplikasi online aja, kita makan di ruangan kamu."

"Makan dengan tempat berantakan gitu?"
"Lagian kamu kan tau aku gak akan bisa fokus kerja kalo ada kamu, abis kamu lebih menarik sih dari komputer." Katanya sambil memamerkan senyum bulan sabitnya.

"Kamu kan bukan plankton, mana mungkin kamu tertarik sama komputer."

***

Satu porsi baked salmon dan thai red curry shrimp sudah habis, dan kini hanya ada blackcurrant tea dan lemon tea di meja kami. Aksa sedang memainkan minumannya dengan sedotan. 

"Aku tetep mau urus sendiri." Aku memulai pembicaraan.

"Oke." Ujarnya seraya menjauhkan minumannya.
"Aku ngalah. Kita gak jadi pakai WO."

YESS! Aku tersenyum mendengarnya. Aksa si keras kepala menyerah tanpa syarat. Iya, yang keras kepala dia, biasanya aku yang selalu mengalah.

"Tapi ada syaratnya." Syarat? Oh oke, ralat, Aksa si keras kepala menyerah dengan syarat.

Aku memutar mata, menjawab pernyataannya dengan kesal, "Apaan sih, pake syarat segala."

"Aku ga mau ya kamu kecapekan di hari H."
"Aku udah minta tolong sama mbak Kiya sama Ardi buat bantuin kamu. Ga ada yang kamu kerjain sendiri."

"Siappp, pak Bosssssssss!" Aku menyetujuinya tanpa tapi tapi. Kenapa? Karena jika aku menyanggahnya bisa saja Aksa membatalkan keputusannya saat itu juga.

Dan beginilah hari ini. Aksa mengalah.

Eh, atau tidak ya?

Eh, atau tidak ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Moon and BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang