Pertunangan

29 2 0
                                    

.

Happy reading guwys

.

Gaun off shoulder selutut dengan bahan full payet namun tidak mengganggu itu sudah ku kenakan dan saat ini, mbak Dewi sedang merias wajahku agar senada dengan gaun yang aku kenakan hari ini. Pink lotus. Dresscode untuk pemilik acara, aku dan Aksa.

Bukan pernikahan, ini acara pertunangan kami yang seminggu sebelumnya diawali oleh lamaran Aksa di Ranu Kumbolo, saat kami menuruni gunung Semeru. Romantis. itu kata yang sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana cara Aksa melamarku. Pagi hari, aku yang baru saja membuka tenda ditarik olehya ke tepi danau Ranu Kumbolo. Alam seperti mendukungnya saat itu, matahari mengintip diantara dua bukit di depan kami, padahal saat pendakian, dari pagi hingga sore matahari tidak muncul sama sekali.

"Woy! Iya tau yang mau tunangan, tapi bisa ngga sih, engga senyum-senyum sendiri?" Rani duduk di sebelahku dan menatapku dari cermin. Sebelumnya dia menepuk bahuku dan bilang apa tadi?

Aku balas menepuk punggung tangannya yang berada di atas meja rias, "Sirik aja lo. Makanya cari pacar, biar bisa dilamar terus senyum-senyum sendiri kayak gue."

Dia tertawa mendengar ucapanku barusan, "Iya besok gue thrifting di Gedebage." Rani beranjak dari duduknya dan berbicara pada Mbak Dewi—penata riasku hari ini, "Mbak Dew, cepetin dikit ya, Aksa udah dateng, tuh."

Mataku mengikuti Rani, "Lo pikir pacar barang loak apa, Ran?" Aku berteriak sambil tertawa. "Udah mbak, santai aja Aksa pasti nungguin kok."

***

Aku keluar dari kamar menuju taman belakang rumahku yang menjadi tempat pertunangan kami. Saat sampai di pintu taman, mataku langsung tertuju dengan papan tulis hitam kecil bertuliskan 'The Engagement. Aksa Reindra & Lintang Azura. August, 8th 2020' dan yaa, aku tersenyum lagi.

Acara hari itu dimulai dengan lelucon-lelucon singkat oleh MC, lalu dilanjutkan dengan sambutan oleh pamanku, kemudian ayahku. Ayah menanyakan beberapa pertanyaan singkat pada Aksa. Tentang bagaimana awal pertemuan kami, alasan dia dan keluarga datang kerumahku, alasan dia ingin melamarku, dan terakhir bagaimana cara dia menjagaku kelak ketika kami menikah. 

Setelah beberapa pertanyaan itu, Aksa kembali memperjelas maksudnya dan kalimatnya diakhiri dengan, "Kamu mau menikah sama aku?" Pertanyaannya sama dengan yang dia ajukan saat di Ranu Kumbolo. 

Dan tentu saja aku menjawab, "Iya, aku mau." 

Kemudian, acara itu dilanjutkan dengan penetapan hari pernikahan dan makan siang bersama. Dan saat keluarga kami sedang mengobrol, Aksa mengajakku ke taman depan rumah dan duduk di ayunan milik Shana, adikku yang saat ini masih berusia delapan tahun.

Aksa tersenyum, "Ciee yang bakalan nikah di malam tahun baru" Dia mengacak-acak rambutku yang saat itu memang sengaja diurai dan hanya dicatok tipis ala-ala korean perm. "Rambutnya diurai, lagi."

Ssttt, biar ku jelaskan. Aku ini Patissier yang setiap hari membuat pastry. Rambutku tentunya hanya ku ikat messy bun dan ditutupi toque. Jadi mana mungkin rambutku dibiarkan terurai. Kalau sehelai rambutku jatuh ke pastry kesayanganku, bagaimana?

'Kan bisa diurai kalau bertemu Aksa?'. Oke oke yang tadi itu hanya albiku saja.

"Ihh, berantakan, Aksa." Kataku sambil membenarkan rambutku kembali dan balas mengacak-acak rambut Aksa, "Lagian ini tuh buat kamu. Kamu kan tau aku ga suka diurai." Aku kembali membenarkan rambutku.

"Minggu depan kita mulai cari Wedding Organizer, yaa." Kata Aksa sambil menatapku.

Aku berhenti membenarkan rambutku, "Jadi, pakai WO?"

"Aku takut ga bisa bagi waktu. Kamu kan tau aku kerjaan aku tuh susah banget ditinggal dan akhir-akhir ini kantor juga lagi sibuk banget." Balas Aksa dengan tatapan yang sama.

"Kalo kamu sibuk, aku kok bisa, Sa." Kataku sambil memainkan dressku.

Aksa berdiri dari duduknya, "Engga, engga bisa, Nta. Pernikahan kita itu empat bulan lagi, kamu ga bisa kesana kesini sendiri. Kalo kamu kecapekan di hari-hari menjelang atau bahkan di hari pernikahan kita gimana?" Aksa mengakhiri kalimatnya dengan duduk kembali di ayunan.

"Kita kan udah ngomongin ini waktu itu, Sa. Kalo kamu ga bisa, aku bisa. Dan waktu itu kita udah sama-sama setuju kan?" Balasku tidak mau kalah dengannya. "Pokoknya aku ga mau pakai WO ya, Sa." Aku yang sudah tau kalau percakapan kami akan berlangsung lama karena Aksa pasti tidak mau mengalah, memutuskan untuk kembali ke taman belakang dan berbincang-bincang dengan keluarga Aksa.

"Aku bisa." Kalimat terakhirku sebelum meninggalkannya.

Moon and BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang