Bab 1 : FIRASAT

16 3 1
                                    

Suatu pagi yang sangat cerah. Burung-burung saling berkicau bersautan satu sama lain. Ditemani dengan suara ayam berkokok yang sudah bernyanyi dari sejak matahari masih sembunyi-sembunyi mengintip di balik awan yang masih sedikit berwarna hitam.

Udara pagi yang masih sangat sehat dan sejuk juga sedikit dingin mulai menusuk ke dalam pori-pori kulit setiap makhluk hidup yang ada di alam dunia ini. Mencoba membangunkan para manusia yang masih terlelap di bawah selimut, di atas tempat tidur, di dalam berjuta mimpi indah yang dapat membuat sang pemiliknya sedikit tersenyum bahagia.

Di dalam sebuah kamar yang cukup besar, dengan segala fasilitas yang sangat mahal, seorang gadis cantik masih terlelap dalam tidurnya di atas tempat tidur yang sangat empuk dan membuat nyaman. Seorang gadis cantik berusia 22 tahun dengan rambut hitam terurai panjang dan kulit yang putih.

SRET

Terdengar suara gorden kamar yang dibuka secara paksa. Membuat gadis itu mulai merasakan sedikit panas akibat sinar matahari yang masuk melalui jendela kamar tersebut. Gadis itu mulai menggeliat dan dengan perlahan kedua matanya mulai mengerjap dan akhirnya terbuka.

"Hoaaaammm... Ibu, kenapa membuka gorden jendela malam-malam?" ucap gadis itu dengan masih mengantuk.

"Apa? Malam? Sasaaaa... Apa kamu tidak lihat ini sudah jam berapa?" teriak wanita paruh baya yang merupakan ibu kandung dari Sasa, si gadis cantik tersebut.

Kencangnya suara teriakan sang ibu selalu berhasil membuat daun telinga Sasa serasa mau pecah. Dengan sekuat tenaga dia menutup kedua telinganya dan berharap gendang telinganya tidak melompat keluar.

"Ibu, kenapa harus teriak-teriak? Memangnya ini jam berapa?" tanya Sasa kembali.

Sang ibu tidak menjawab dan hanya membiarkan anak gadis satu-satunya itu membuka matanya dan melihat sendiri ke arah jam di dinding tersebut. Saat kedua bola mata Sasa melihat ke arah jam di dinding kamarnya yang berada tepat di depannya, sejenak dia terlihat acuh.

"Ooh jam 6..." ucap Sasa masih santai dan langsung kembali menarik selimut hangatnya. Sampai beberapa detik kemudian, gadis itu pun tampak melonjak kaget dan langsung berdiri serta turun dari tempat tidur ternyamannya itu.

"Apa? Sudah jam 6? Ibu, kenapa ibu tidak membangunkan aku dari subuh? Apa ibu tidak tahu kalau pagi ini aku ada ujian di kampus? Aaahhhh...."

Sasa terus menggerutu sambil berlari menuju ke arah kamar mandi. Sedangkan sang ibu hanya diam dan tidak mau mendengarkan ocehan dari anak gadisnya itu. Melihat sang anak yang sudah masuk ke dalam kamar mandi, sang ibu pun kembali keluar kamar dan turun untuk menyiapkan sarapan pagi.

Beberapa menit telah berlalu. Sasa kini sudah turun dari kamarnya dan sudah duduk di meja makan bersama sang ibu sambil menikmati sarapan roti bakar mentega dan juga susu putih hangat.

Sasa merupakan anak tunggal dari seorang pengusaha kaya raya. Dia memiliki rumah yang sangat besar dengan fasilitas yang lengkap dan juga perusahaan keluarga yang sudah menyebar dimana-mana, bahkan sampai di luar negeri. Sebagai anak tunggal, Sasa selalu dimanja oleh kedua orang tuanya. Semua fasilitas dilengkapi dan apapun yang diinginkan selalu dia dapatkan. Akan tetapi segala kemewahan yang dia dapatkan, tidak semata-mata membuat gadis cantik ini sombong. Dia tetap rendah hati, ramah, ceria dan juga selalu menolong siapa pun yang membutuhkan tanpa pandang bulu. Itu sebabnya dimana pun dia berada, Sasa selalu memiliki banyak teman baik perempuan maupun laki-laki.

Pagi ini di atas meja makan, entah mengapa tapi sang ibu melihat ada yang berbeda dengan sang anak. Tingkah laku Sasa yang biasanya selalu ceria, kini seperti berubah menjadi murung dan tidak bersemangat.

"Nak, apa kamu sakit?" tanya sang ibu yang melihat sang anak yang seperti tidak bergairah.

Sasa menoleh ke arah sang ibu dan menatap kedua mata wanita paruh baya itu dengan lekat.

"Entahlah Bu, Sasa tidak tahu. Tadi pagi rasanya tidak apa-apa tapi setelah Sasa keluar dari kamar mandi tiba-tiba saja hati Sasa sangat gelisah. Perasaan Sasa berubah jadi tidak enak dan rasanya sangat malas sekali untuk pergi ke kampus hari ini. Jika saja hari ini tidak ada ujian, mungkin Sasa akan memilih untuk diam di rumah saja," jawab Sasa dengan nada yang sendu.

Mendengar ucapan dari sang anak tunggalnya itu, entah kenapa perasaan sang ibu pun mulai berubah menjadi tidak enak. Padahal biasanya jika terjadi seperti itu, sang ibu selalu hadir sebagai penguat tapi kali ini kenapa dirinya juga malah ikut merasa takut. Ada apa ini? Apa yang akan terjadi? Firasat apakah ini sebenarnya?

"Nak, apa kali ini kamu tidak bisa izin saja dari kuliah?" ucap sang ibu tidak sadar.

"Gak bisa bu. Hari ini ada ujian penting. Jika aku tidak hadir maka tidak ada ujian susulan," jawab Sasa. Gadis ini pun menarik nafas panjang seketika setelah melihat ke arah jam di dinding rumahnya yang sudah menunjukkan waktunya dia untuk berangkat.

Dengan perlahan dan ogah-ogahan, Sasa berdiri dari tempat duduknya dan langsung mencium punggung tangan sang ibu. Saat melakukan hal yang sudah menjadi rutinitas setiap hari itu entah kenapa tapi kali ini ada rasa berat di hati sang ibu. Merekapun langsung berpelukan dengan sangat erat seolah tidak ingin lepas satu sama lain. Sang ibu pun mencium puncak kepala Sasa dengan sangat lekat dan lama. Ada rasa sedih yang muncul di hatinya dan dia tidak tahu kenapa hal itu bisa terjadi.

"Ibu, Sasa pergi kuliah dulu. Ibu baik-baik di rumah ya. Jika nanti siang ayah pulang dari kunjungan kerja dari luar negeri, tolong sampaikan salam cinta Sasa untuk ayah," ucap Sasa membuat sang ibu merasa heran.

"Kenapa kamu berbicara seperti itu, Nak? Jika ayahmu pulang nanti siang, kamu kan bisa berkata langsung sama ayah," tanya sang ibu.

Sasa tidak menjawab perkataan sang ibu. Dia hanya tersenyum dengan sangat manis. Sebuah senyum hangat yang mungkin akan sangat dirindukan oleh kedua orangtuanya di kemudian hari.

Pagi itu sebenarnya Sasa hanya pamit untuk pergi kuliah saja akan tetapi entah kenapa suasana yang terjadi di rumah itu seperti seolah akan terjadi sebuah perpisahan yang sangat lama. Kepergian Sasa dengan menggunakan sepeda motor kesayangannya itu diantarkan oleh beberapa tetes air yang jatuh di kedua sudut mata sang ibu. Berat. Sungguh berat rasanya melepaskan kepergian sang anak pagi itu. Untuk pertama kalinya disepanjang hidupnya, dia merasa tidak ingin jauh dari sang anak.

"Ya Allah, tolong lindungi anakku dimana pun dia berada. Aamiin."

****

ADA CINTA DI ALAM LAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang