Cara Komunikasi

279 45 22
                                    

Seseorang berdiri di podium dengan percaya diri, auranya menyebar ditambah seulas senyum tipis mampu menghipnotis semua orang yang ada di aula. Suaranya lantang, tatapannya tajam, tetapi tidak mengandung rasa dingin.

" .... Sekian yang dapat saya sampaikan. Saya berharap kita semua bisa bisa saling berteman dan belajar dengan bahagia selama tiga tahun ke depan. Terima kasih atas perhatiannya!"

Pidato yang tak memakan waktu lima belas menit itu selesai. Badan tinggi tegap di panggung tersebut perlahan turun menerima banyak riuh tepuk tangan penonton. Iris purple itu tak melepaskan pandangan sampai sosok itu tertelan di belakang layar.

Dia, lelaki yang baru saja menjadi perwakilan angkatan baru telah mendapat julukan Pangeran Sekolah. Seseorang yang sedari seminggu semenjak mereka ospek menarik perhatian pemuda pendek bernama Inumaki Toge ini.

"Perkenalkan nama saya Okkatsu Yuuta, asal dari SMP 1 Kemenangan. Alasan saya memilih masuk SMA Juara Bangsa karena sekolah ini menyediakan dan dapat memfasilitasi bakat dan minat siswa, serta mendukung penuh para siswanya untuk berprestasi."

Suara itu. Suara yang sama dengan yang pertama kali Inumaki dengar saat memasuki sekolah barunya. Terdengar maskulin dan menyenangkan, senyum selalu terukir di wajah mulus itu. Pastinya, dia hanya satu dari sekian banyak orang yang sama-sama menaruh perhatiannya pada sosok itu.

"Toge, ayo liat papan pengumuman! Pembagian kelas udah ditempel, tuh." Seruan berisik itu mengusik pikirannya yang sudah jauh berkelana. Kembali ke tempat semula, menatap ke depan panggung yang sudah tidak ada satu pun orang. Sementara di sekitarnya hanya tersisa beberapa yang hendak keluar aula pula.

Dia mengangguk. Mengikuti dengan diam langkah surai hijau yang sama tinggi menjulang di depannya. Zenin Maki, salah dua temannya. Lebih tepatnya teman pertama yang Inumaki miliki.

Dunianya hanya berputar pada dua orang, Maki dan Panda. Bukan karena dia tidak pandai berteman, mungkin tidak ada orang lain yang ingin menjadi temannya selain mereka.

Inumaki seharusnya bisa meraup atensi banyak orang. Meskipun dia sebenarnya tidak terlalu pendek untuk ukuran rata-rata lelaki seumuran, rambut pirang platinumnya terlihat mencolok, iris ungu yang dalam mengandung kehangatan. Ditambah wajahnya sedikit tembam, berkulit putih pucat, gambaran Inumaki adalah seorang anak laki-laki yang tampan dan menggemaskan.

Sayang, tidak banyak yang memperhatikan sisi itu. Karena mereka hanya fokus pada satu celah, kekurangannya. Sudah sejak lama Inumaki mencoba menerima diri sendiri, tidak peduli apa pun yang dikatakan orang lain tentang dia. Meski kesan buruk tak pernah lepas dalam lingkarannya.

Langkah kaki itu terhenti di depan lautan manusia. Siswa-siswi yang berdesakan mencari nama mereka di mading. Inumaki tanpa sadar mundur, menjauh dari kerumunan.

Sementara Maki yang ada di depannya menoleh ke belakang. Menatap dia seolah memberi isyarat untuk menunggunya. Lelaki kecil itu hanya mengangguk, mencari tempat sepi.

Tidak peduli di mana pun kelasnya. Toh dia tidak akan menambah teman lain, hanya berharap dengan kemungkinan kecil bisa satu kelas dengan Maki dan Panda. Sering kali harapannya pupus.

"Toge! Kamu dapet kelas 1-3 MIPA. Dah pasti, 'kan, orang anak pinter begini mah masuknya IPA!" sorak Panda yang entah datang dari mana memberi tahu hasil pengumuman, padahal Maki yang sedang berdesakan melihat papan mading.

Seolah mengerti raut bingung orang yang dia ajak bicara, Panda kembali bersuara. "Aku udah liat dari tadi. Sebelum penyambutan di aula beres, hehe."

Segera setelah mendengar jawaban orang tersebut, terdengar bunyi mengaduh kesakitan. Inumaki tanpa ampun memberikan cubitan menyakitkan pada pinggang temannya itu.

Matanya seolah memprotes marah. "Iya-iya, Toge ampun! Gak lagi-lagi bolos. Lagian acaranya juga ngebosenin banget, cuman banyak omong," kilah Panda mengacungkan dua jari bertanda v.

Mendengar alasan demi alasan yang tidak jelas, Inumaki hanya bisa medengkus sebal. Menatap kembali kepada kerumuman selain Maki, orang itu tidak ada di sana.

. . .

Kelas 1-3 MIPA seperti yang Panda bilang sebelumnya. Menjadi kelas Inumaki untuk satu tahun ini, tanpa Maki yang masuk kelas 1-1 MIPA sementara Panda memilih jurusan yang berbeda di 1-5 Bahasa.

Kelas selalu berisik, banyak orang mulai menjalin pertemanan dan mengobrol santai. Terlihat menyenangkan, tanpa satu pun yang menyadari Inumaki memasuki kelas, mungkin karena tubuhnya yang kecil.

Tanpa berpikir lama, Inumaki langsung melesatkan kakinya ke bangku paling terakhir di sisi kiri tepat di bawah jendela. Dia hanya menatap keluar, tetapi bukan pemandangan yang menjadi perhatiannya. Melamun, Inumaki tidak ada niatan untuk mencoba mengajak yang lain berbicara, karena dia tidak bisa.

Semakin lama kelas semakin padat. Ramai orang memasuki kelas, mungkin sudah mendekati waktu jam pelajaran. Semua telah melihat pembagian kelas di mading.

Setiap bangku berisi dua kursi. Dia memilih menempel pada jendela, tetapi tidak berharap kursi lainnya terisi. Bayangan tinggi menjulang dan aura dominan sesaat membuat Inumaki menoleh.

Yang lebih mengejutkan orang itu ... dia yang berdiri di panggung. Kini ... duduk di sebelahnya. Sebelum meletakkan tas dan menoleh ke samping, kedua pandanga itu beradu.

Senyum segera terukir di pihak lawan. Suara merdu itu menyusul. "Halo, boleh duduk di sini ya? Namaku Okkatsu Yuuta," sapanya menaruh perhatian pada Inumaki.

Sarafnya tiba-tiba tegang. Meski tidak ditanyai langsung tentang dirinya, mata itu menunjukkan harapan timbal balik. Inumaki dengan cemas menarik keluar sesuatu dari saku celananya. Menunduk sesaat membuat dia tanpa sadar mendapat pandangan heran.

Namaku Inumaki Toge. Salam kenal, Okkatsu!

Lembaran note kecil itu berisi tulisan singkat. Yuuta sedikit menunduk membacanya, sebelum terdiam kemudian. Iris ungu itu mengintip sedikit, rupanya sama ....

Inumaki tidak lagi memperhatikan respons orang lain. Dia menarik kembali note-nya ke saku celana sebelum melirik ke samping jendela.

. . .

Sejak berdiri di pintu kelas. Pandangan Yuuta terfokus pada orang yang duduk di barisan bangku paling belakang. Surai pirang itu terlihat berkibar lembut terkena hembusan angin dari jendela. Tatapan dan perhatiannya seolah tidak ada di kelas ini, kosong.

Tanpa sadar kakinya telah melangkah lebih dahulu, sampai di samping bangku orang tersebut, duduk sebelum mengucapkan permisi. Yang lebih mengejutkan Yuuta saat dia memperkenalkan diri lelaki kurus itu tampak panik sesaat sebelum merogoh sesuatu.

Note dengan tulisan rapi dan kecil, terlihat cocok dan enak dibaca. Yuuta terdiam sesaat sebelum otaknya langsung terhubung, dia mengerti. Segera meraih ponsel mengetik sesuatu di sana, setidaknya itulah yang dia pikirkan.

Begitu hendak memperlihatkan isi ponselnya pandangan sang surai pirang itu kembali ke samping jendela. Sehingga Yuuta perlu mencolek sedikit bahunya untuk menarik perhatian.

Pandangan orang tersebut kembali padanya. Setelah terlihat lebih terkejut dan memberi tatapan heran, yang lebih mengherankan saat melihat ponsel Yuuta.

Panggil saja Yuuta.

Tak sempat memikirkan kalimat lain, hanya itu yang terlihat di benak Yuuta. Lain dengan Inumaki yang terdiam, lelaki itu bukan mengacuhkannya karena tahu dia tidak bisa bicara, tetapi malah membalas dia dengan hal serupa.

Hal yang hampir tidak pernah orang lain lakukan untuknya. Entah kenapa dadanya terasa menghangat, meski raut wajah itu tetap tanpa ekspresi dan hanya memberi tanggapan anggukan kepala.

Sebelum perbincangan berlanjut. Guru lebih dulu memasuki kelas membuat semuanya kembali fokus ke depan.

. . .

Lebu note:

Halo, ketemu lagi sama aku yang lagi kabur dari cerita sebelah hehe. Tenang, dilanjut, kok, ini niatannya cuman bikin draf dan gak tahu dilanjut kapan. Pstt! Denger bisikan ini, kayaknya mengandung bumbu-bumbu angst. Siap-siap aja ....

Okey, terima kasih telah membaca. Jangan lupa vote and follow akunku biar makin semangat nulisnya. Bye-bye!

(Kalau rame mungkin lanjut cepet)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Silent Fate || OttogeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang