"Ngga tapi kalo lu ngerasa ya Alhamdulillah."
"Ga usah sok suci lu anjing."
"Santai dong, ga usah pake urat ngomongnya." Xavier berkata tenang.
"Oh pantes belagu, ada ketos jadi bakcingannya. Baru jadi ketos aja belagu." Ucap salah satu dari kedua pemuda itu.
"Lah, gue ketos kan dipilih pake voting kalian, gua juga sebenarnya ga mau jadi ketos. Ngerepotin apalagi ngurus brandalan sekolah kaya kalian."
"Udahlah ga berprestasi apa apa buat sekolah, nilai standar, masih mending gua kemana mana." Tambah Xavier yang membuat 2 pemuda itu terdiam malu.
2 pemuda itu pun beranjak dari tempatnya dan pergi ntah kemana.
"Mereka siapa sih?" Tanya Regan pada Xavier.
"Ga tau, ga peduli." Jawab Xavier acuh.
Skip
Dilain tempat
"Apa arti 3 tahun ini nay?"
"Gue sangat berterimakasih atas 3 tahun ini kal. Tapi maafin gue. Kita harus berakhir." Nayla menunduk menatap sepatu putihnya.
"Bukan salah lu nay. Sesayang apapun gue sama lu, ga akan gue pisahin lu sama Tuhan lu."
"Semoga dikehidupan lain, kita dipertemukan dalam keadaan sehati dan seiman."
"Aamiin, mau bagaimana lagi kan? Jodoh emang ditangan Tuhan, tapi Tuhan kita aja udah berbeda."
"Gue... Mau berangkat ke Aussie kal."
"Nay, lu..."
"Maaf kal..."
Nayla pergi meninggalkan Haikal dengan air mata yang mengalir dikedua pipinya.
Haikal menunduk
"CUT!!!!"
"Perfect! Okeee kita break 15 menit ya."
"Ya!"
"Anjir, benci banget gua nangis buat cowo modelan Haikal."
"Lu kira lu doang, gua juga ga mau kali satu partner sama lu"
"Lagian kenapa si gua kebagian tokoh barengan sama tuh tuyul satu." Nayla menatap Haikal kesal.
"Kalo gua tuyul lu apa dong? Mbak kunti?" Haikal menatap remeh Nayla.
"Kalian berisik." Sentak satu orang yang berada di depan pintu.
"Dia duluan loh kak!" Nayla menujuk Haikal.
"Mana ada, kan lu duluan yang ngomong tadi." Balas Haikal tak terima.
"Udah udah, ada perlu apa kesini sat?" Tanya seorang perempuan dari balik meja.
"Berhenti manggil gue sat."
"Kan nama lu Satya anjir, ga mungkin gua manggil lu Oom."
"Terserah, gua cuma mau tanya.
Dir, kira kira project drama ini selesainya kapan?""Belum tau, tapi diusahakan secepatnya, kenapa? Aula mau dipake ya?" Dira menatap heran Satya.
"Ngga, nanya aja soalnya udah ditanyain Pak Badrun." Satya menghelas nafasnya lelah.
Flashback on
"Satya, Rakha, kalian tanya itu sama anak drama, kapan selesainya mereka, dari kapan udah itu proyeksi ga selesai selesai." Pak Badrun berkata sambil membolak balik dokumen dimejanya
"Anu maaf pak, maksud bapak project?" Tanya Satya bingung.
"Kamu berani mengoreksi saya ya? Anak zaman sekarang emang susah sekali diberi tahu, adab dan perilaku kepada orang yang lebih tua ga ada sopan sopannya, harusnya kamu tau kamu disekolahin buat di didik jadi lebih baik, tapi kelakuan kamu seperti ini, gimana kalo orang tua kamu tau ini? Malu mereka pasti."
"Maaf pak, saya ga bermaksud gitu." Jawab Satya pelan.
"Masih berani kamu berani menjawab perkataan saya ya? Belajar adab ga kamu dirumah? Kamu sama orang tua kamu kaya gini juga, coba kamu pikir. Orang tua kamu kerja seharian banting tulang buat sekolahin anaknya, tapi anaknya ga bisa dibilangin. Mau jadi apa kamu?"
Satya diam, tidak menjawab perkataan Pak Badrun. Rakha gatau harus apa, dia hanya bisa menatap Satya kasihan.
"Kalo saya tanya itu dijawab, bukan diem aja, ga punya mulut kamu? Sudahlah sana kamu, sampaikan ke anak drama apa yang saya bilang."
"Baik terimakasih banyak pak."
Flashback off
"Lu kenap-"
"Jangan tanya." Rakha memotong pertanyaan Ratna.
"Kalo bisa tolong cepat diselesaiin ya. Gue mau ke kelas dulu." Satya meninggalkan aula begitu saja. Dengan Rakha yang mengekori dari belakang.
Seluruh penghuni aula menatap mereka berdua heran, tapi ga berani bertanya.
Koridor
"Satya, tunggu bentar." Rakha berjalan sejajar disamping Satya.
"Gue tau lu kesel, sedih juga, jangan diambil hati banget ya omongan Pak Badrun. Gue tau gue gatau apa yang lu rasain, tapi seengganya lu ga sendirian kok sat." Rakha menepuk bahu Satya pelan.
"Dia mana tau ka, gue dirumah boro boro diajarin adab, gue sampe rumah aja kena lempar gelas, dikatain anak pembawa sial, gue tau gue harusnya bersyukur bisa sekolah, makan, jajan dan lain lain. Cuma-" Satya tak sanggup melanjutkan kata katanya. Dia menunduk dan menangis.
Kebetulan koridor sepi, jadi ga ada yang melihat, Rakha merangkuk bahu Satya.
"Gapapa nangis aja, semua perasaan itu valid, lu mau nangis, senang, marah, lampiasin aja, jangan ditahan. Lu berhak rasain semua emosi yang ada di diri lu."
Mereka berdua duduk di kursi yang memang disediakan di koridor tersebut. Dengan Rakha yang diam dengan pikirannya sendiri dan Satya yang menangis akan apa yang dialaminya.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Nilawarsa
Teen Fiction"Ibarat hujan disertai angin ribut dan banjir bandang, gue berperan sebagai pohon yang berusaha untuk tidak tumbang." -Azkia Seorang remaja sma yang dipaksa baik baik aja oleh keadaan, yang harus ikhlas atas semua yang terjadi dalam hidupnya, akanka...