2

4.4K 903 42
                                    

Happy reading, moga suka ya.

Luv,
Carmen

__________________________________________

Saat Stephanie keluar dari bandara Milan, ia menimbang apakah akan lebih baik menggunakan bus atau taksi menuju Como

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat Stephanie keluar dari bandara Milan, ia menimbang apakah akan lebih baik menggunakan bus atau taksi menuju Como. Sebenarnya Stephanie membaca artikel gosip tentang pernikahan kakaknya di majalah – well, Angeline mungkin terlalu sibuk sehingga tidak sempat memberitahunya apa-apa – dan Stephanie tahu kalau teman-teman kedua mempelai yang rata-rata kaya dan terkenal dijemput dengan menggunakan limusin. Rupanya hal itu tak berlaku bagi adik sang mempelai wanita yang pendek dan gendut. Tapi baiklah, mungkin Angeline berasumsi bahwa Stephanie lebih suka menggunakan transportasi umum.

Menggunaka bus, Stephanie kemudian turun di stasiun Como. Dari sana, Stephanie menggunakan taksi. Setelah memberikan alamatnya, ia duduk santai di belakang taksi itu sambil melihat-lihat pemandangan Como yang terkenal indah tersebut. Tak lama mereka sudah mencapai lokasi yang akan menjadi tempat pernikahan kakaknya. Ada banyak petugas keamanan di sekeliling gerbang untuk mengecek para tamu yang datang. Stephanie menunjukkan undangannya dan rasanya lama sekali sebelum akhirnya ia diizinkan masuk  - mungkin para petugas itu meragukan keaslian undangan yang dibawanya, pikirnya sinis. Ketika taksi itu masuk ke dalam kompleks bangunan, Stephanie tercengang. Ia langsung mengetahui kenapa kakaknya memilih untuk menikah di sini. Tempat ini seperti kastil dalam dunia dongeng.

Si, Signorina,” sapa sang resepsionis ketika Stephanie tiba di meja penerima tamu. Pria itu tersenyum dan lutut Stephanie terasa melemah. Ia tidak pernah ke Italia sebelum ini, tapi jika semua pria memang sememesona ini, Stepahnie bisa mengerti mengapa Angelina bisa jatuh cinta dengan pria Italia. “Ada yang bisa kubantu?”

“Aku datang untuk menghadiri pernikahan kakakku. Aku rasa aku sudah dipesankan kamar. Atas nama Stephanie Moore.”

“Kau adalah Stephanie Moore?” tanyanya, wajahnya tampak sedikit bingung. Sementara Stephanie sudah terbiasa. Orang-orang yang pertama kali melihatnya memang berekspektasi kalau Stephanie akan secantik kakaknya dan kecewa ketika ia tidak terlihat seperti itu.

“Ya,” jawab Stephanie, agak lelah. Mengapa orang-orang selalu membandingkan mereka berdua? “Aku tahu kami berdua tidak mirip, tapi dia kakakku.”

“Maaf jika aku terdengar kasar.” Dia tersenyum lagi dan lutut Stephanie rasanya kembali berubah menjadi agar-agar. “Aku tahu kau tidak mirip dengan kakakmu, tapi… uhh… kau tidak seperti yang digambarkan padaku. Oke, sekarang, biar kutunjukkan kamarmu.”

Pria itu lalu berjalan keluar dari meja resepsi dan mengangkat tasnya. Stephanie lalu mengikutinya berjalan menaiki tangga-tangga indah dan koridor demi koridor hingga mereka tiba di kamarnya. Saat pintu kamar dibuka, Stephanie kembali tercengang. Itu adalah kamar hotel paling indah yang pernah dilihatnya dan ia yakin ia bisa menempatkan seluruh ruangan apartemennya di dalam kamar ini.

Thank you very much,” ucapnya pada resepsionis itu. “Um… kau tidak punya peta tempat ini? Aku… kurasa aku akan kesulitan untuk menemukan kamar ini lagi.”

“Kalau begitu, datanglah ke meja resepsionis dan cari aku. Aku akan dengan senang hati membawamu kembali ke sini.” Dia tersenyum lagi, dengan senyum yang membuat Stephanie merasa bergetar. “Namaku Alessandro.”

Stephanie menutup pintu kamarnya dan terkikik kecil ketika merasakan kupu-kupu beterbangan di perutnya. Alessandro telah melakukan sesuatu padanya yang tidak pernah dilakukan pria lain. Ada sesuatu dalam diri pria itu yang membuat lutut Stephanie melemah setiap kali melihat senyumnya. Pria itu bukan tipe yang terlalu macho gagah, sesuatu yang sepertinya selalu dimiliki pria Italia. Dia juga tidak pemaksa juga tampaknya bukan perayu. Tapi ada sesuatu yang maskulin tentang pria itu, dan caranya menatap Stephanie membuatnya berpikir seolah ia adalah satu-satunya wanita di dunia ini.

Sweet SurrenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang