1. Gerbang Hidayah

164 7 0
                                    

Mobil hitam yang ditumpangi empat orang mahasiswa dan mahasiswi itu mendarat di tanah lapang didekat pintu masuk gapura desa. Pohon-pohon dengan batang sebesar tubuh orang dewasa bagai payung raksasa yang menyambut kedatangan mereka.

Perjalanan dari Ibu Kota menuju desa dibawah kaki gunung ini membutuhkan waktu tempuh sepuluh jam. Belum lagi kalau harus bertemu kemacetan di jalan, waktu tempuhnya bisa lebih dari dua belas jam.

Burung-burung kenari bertasbih dengan kicaunya. Udara di desa ini masih sangat segar untuk di hirup. Yang paling tidak membosankan, siapapun yang menapakkan kakinya, maka setiap kali mata memandang akan menyaksikan lembah-lembah kecil yang diselimuti kabut. Keindahan disini tidak hanya sekedar memanjakan mata, bahkan rasa-rasanya mampu menjadi obat dari segala macam penat dan duka kehidupan.

Dua lelaki yang duduk di bangku depan mobil turun lebih dulu.

"Kayaknya benar ini lokasinya!" Kata pria bertubuh kekar sambil mengikat rambut sebahunya ke belakang. Warna kulitnya hitam manis.

"Aku sudah membuat janji dengan Pak Salim jam empat sore, kok, Bon." Sahut Falah.

"Falah! Itu, bukan?!" Bonbon mengayunkan jari telunjuknya ke sebelah utara mereka berdiri. Falah menoleh kearah Bonbon menunjuk.

"Betul, Bon!"

"Pak Salim!" Teriak Falah sambil melambaikan tangannya.

"Saya Falah!" Lanjut Falah. Kedua telapak tangannya membentuk lingkaran, berharap dengan begitu suaranya bisa makin keras dan bergema.

Pak Salim menghentikan motornya sejenak. Suara mesin motor Yamaha tahun tujuh puluh yang ditungganginya berbelok menuju tempat Falah dan teman-temannya mendaratkan mobil.

"Wah! Alhamdulillah. Selamat datang Mas Falah! Bapak kira Mas dan teman-teman kesasar, lho!" Kata Pak Salim membuka obrolan. Logat bicaranya khas Yogyakarta. Beliau mengulurkan telapak tangannya untuk berjabat tangan, lalu mematikan mesin motornya.

"Alhamdulillah. Berkat bantuan Google Map, Pak!" Bonbon menyela.

"Alhamdulillah. Oh ya, kalau ini Mas siapa namanya?" Tanya Pak Salim. Pandangannya tampak asing melihat lelaki yang baru saja menimpali ucapannya.

"Bondan. Biasa di panggil Bonbon, Pak. Saya sudah kenal Pak Salim, karena Falah sudah cerita banyak tentang Bapak dan desa ini."

"Oalah! Salam kenal Mas Bondan." Sapa Pak Salim.

"Cocok! Ini tempat yang aku cari-cari. Bagaimana menurutmu?" Tanya Bonbon antusias sambil melirik teman sebelahnya. Falah menjawab dengan anggukan kepala dan senyum merekah.

"Yuk, turun! Pak Salim akan segera mengantar kita untuk survei ke lokasi tempat Kuliah Kerja Nyata (KKN) nanti." Ajak Falah dari balik kaca depan mobil kepada dua orang penumpang perempuan yang masih berada didalam.

Dua wanita turun dari mobil dan memberikan salam hangat kepada Pak Salim.

"Kalau yang ini Mbak siapa namanya?" Tanya Pak Salim dengan senyum sumringah. Giginya yang mulai ompong terlihat jelas dari sela senyumnya.

"Aku Dewi, Pak." Jawab Dewi santun. Muslimah anggun itu menjabat sebagai sekretaris kelompok KKN.

"Aku Hana, salam kenal Pak Salim dari kami." Hana membuka suara. Wanita berdarah Belanda itu mendapat tugas menyiapkan konsumsi makan berat selama KKN.

"Wah! Pasti anak-anak di desa ini akan senang sekali bertemu Mas dan Mbak ini. Sudah ganteng, cantik, ramah lagi! Mari sekarang saya antar, ibu-ibu sudah masak enak!" Kata Pak Salim dengan wajah girang.

Hidayah Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang