Ombak dan Karang

3 0 0
                                    

"Ombak itu mengirimkan air", kataku saat itu. Sambil menjinjing sepatu dan berjalan perlahan di tepian bibir pantai, menyeimbangi langkahmu.

"Ombak bukan mengirimkan air, melainkan energi yang melintasi lautan". katamu membalas ucapanku.

Dan aku percaya, karena itu memang kenyataannya. Setauku memang kau orang yang berbicara fakta dan mengandalkan logika. Mungkin itu yang membuatku kagum padamu, dan mungkin itu pula yang membuatku akhirnya selalu memaklumi perbuatanmu dan salahmu di masa mendatang, tanpa kusadari rasa cintaku selalu menutupi rasa sakit karena ketidakpekaanmu akan keinginan dan hadirku.

Masa sekolah adalah masa yang sangat indah, kata orang, tapi mungkin tidak bagiku dengan kondisiku yang kehilangan sosok ibu di umur 4 tahun.

Aku, Lily, jangan tanya umurku, cerita ini ada karena aku telah terurai dengan waktu, umur tidak ada artinya bagiku kini. Aku terlahir di keluarga yang cukup berada, kala itu. Papi ku adalah kepala dinas di salah satu daerah. Mami ku berasal dari Belanda dan besar di Kota Hujan bersama saudara kembar dan ayahnya yang seorang pendeta. Aku anak ke 4 dari 6 bersaudara. Dan perempuan semua, aku merasa "sedikit" beruntung. ,Mami meninggal karena sakit disaat umurku 4 tahun yang saat itu aku belum mengerti arti kata "meninggal". Belum 40 hari mami meninggal, papi yang baru balik dari perjalanan dinas daerah terpencil di provinsi itu, membawa oleh-oleh yang tidak di terima oleh kakak-kakakku, ya seorang ibu sambung.

Perempuan itu datang bersama papi, di belakangnya ada seorang anak perempuan sebayaku. Aku yang belum terlalu begitu mengerti istilah-istilah itu hanya memikirkan bermain dengan anak yang di bawa ibu, ke depannya aku memanggil beliau dengan sebutan itu. Aku yang asik bermain dengan Evelyn, nama anak ibu-dan ku ketahui dia adalah saudara bawaan, anak dari ibu dengan suami terdahulunya sebelum papi, di tarik kasar oleh kakak tertua ku, dan dengan nada menggertak melarang ku untuk bermain dengannya. Takut. Aku hanya bisa berteriak dan mencari mami, yang saat itu sudah tenang tidur di rumah baru nya.

Waktu berlalu, ibu melahirkan 4 orang anak laki-laki, tentu saja papi bahagia, karena mempunyai anak laki-laki. Aku juga senang kala itu, karena pikirku adalah menambah teman ku untuk bermain. Kebahagiaan seorang anak kecil telah di rampas dengan asupan kata-kata culas dari pikiran para kakak-kakakku yang terhormat. Tentu saja tidak semuanya, kakak pertamaku yang saat itu sudah beranjak dewasa, merasa bebannya terlalu berat. Semua adik-adiknya harus menurut dengan ucapannya, bukannya aku tidak suka, aku suka, terlebih lagi banyak ilmu yang kudapat dari dia, seperti table manner dan lain-lain yang semakin lama semakin manner aku rasa. Semenjak kehadiran ibu, bukannya aku dan saudara-saudara terurus, kala itu biasanya setelah pulang sekolah aku menumpang makan di tetangga yang juga teman sekolahku. Jangan kan uang saku atau uang jajan, syukur-syukur aku masih punya seragam dan itu bekas kakakku, ya disini aku masih bilang "beruntung", karena masih ada kakak-kakak yang mau mengurus hidupku walaupun setelah itu kelak mereka sibuk dengan urusan dan dunia mereka masing-masing. Tentu saja aku tidak ingin menjadi beban. Untuk menambah uang saku, biasanya aku di ajak ke gedung siaran radio nasional untuk acara bernyanyi. Sangat menyenangkan.

Pikir kalian pasti ibu sambungku lebih mengurus anak-anak kandungnya di bandingkan dengan anak-anak tirinya, sangat salah. Adik-adik tiriku biasa ikut bersama-sama ku nimbrung makan di rumah tetangga atau membantu mengambil ubi kayu dari tetangga kampung sebelah dan di bayar dengan ubi kayu juga. Masa kecil yang berat namun ku nikmati dan ku syukuri karena aku masih di berikan kesempatan untuk sekolah.

Waktu terus bergulir, tanpa terasa kini aku duduk di bangku STM dan mengambil jurusan gambar. Sedangkan kau yang saat itu belum ku kenal, merupakan kakak tingkatku di jurusan mesin. Semua berawal dari mana ya, ingatan ku mulai kabur, apakah berawal dari aku yang mengetuk pintu kelasmu un tuk meminjam penggaris siku, atau dari kau yang lupa atau sengaja lupa untuk membayar makanan di kantin sekolah dan ketahuan oleh ku?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta di Lautan TerdalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang