Airinalinadion's PoV
AKU benci diriku sendiri, seberapa keras pun aku mencoba tetap saja aku tidak bisa mencapai apa yang aku inginkan. Well, sebenarnya sebelum itu semua mari perkenalkan namaku Airinalinadion. Hahaha, iya, cuma satu kata itu. Nama yang cukup aneh bagi kebanyakan orang, tapi cerita di baliknya cukup simple, namaku Airin kata Papa artinya adalah "Kedamaian" walau aku belum sepenuhnya bisa menemukan itu dalam diriku, sedangkan nama mama Lina, dan nama papa Dion.
Karena kesalahan ketik, namaku yang semestinya dua kata "Airin Alinadion" dengan 'Alinadion' yang berarti 'anak Delina dan Dionel' menjadi satu kata saja. Belum lagi saat itu setelah melahirkanku dengan operasi sesar tubuh mama melemah, beliau menghabiskan waktu tiga bulan penuh di rumah sakit. Tentu Papa mesti membawaku ke tempat kerjanya dan pada bulan pertama hidupku aku disusui oleh beberapa teman kerja Papa yang saat itu juga sedang menyusui bayi mereka, karena pada saat itu kondisi kesehatan Mama sama sekali tidak bisa untuk menyusuiku sekalipun itu dengan pumping ASI. Jadi boro-boro Papa ataupun Mama mengubah namaku, asalkan kami sekeluarga sehat saja sudah sujud syukur. Namun di sisi lain aku jadi mempunyai "dua Mama" baru sekaligus yang saat itu membantuku dengan memberikan ASI mereka; Mama Salsabil dan Mama Dhea.
Karena nama yang cukup asing dan aneh di telinga kebanyakan orang pula yang menjadi alasanku kena bully sedari SD, iya sejak SD saja. Karena sewaktu TK tidak semua murid bisa membaca dan menulis sehingga aku cukup mengatakan kepada teman-teman bahwa namaku adalah Airin dan mereka tidak akan bertanya lebih. Tapi saat di SD di mana para murid sudah mulai bisa membaca dan menulis, selain mencari tahu siapa nama bapakmu untuk mereka olok-olok, mereka juga mencari tahu siapa namamu. Tentu, namaku yang aneh itu menjadi sasaran empuk buat mereka.
Bukan cuma teman-teman sebaya denganku, tapi aku juga merasa sedih setiap kali beberapa guru yang sedang absen tepat di namaku mereka kebingungan dan tak jarang langsung menanyakan arti namaku tepat setelah mereka menyebutnya. Sialnya namaku selalu ada di urutan pertama karena memiliki awalan huruf A, sehingga setiap kali olok-olokan dari teman-teman sekelas soal namaku mulai terhenti, ada saja yang kembali memulainya setelah namaku diabsen guru.
Aku juga membenci fisikku, kulitku tidak putih tapi sawo matang, rambutku yang tidak hitam lurus tapi kribo kecoklatan, dan badanku yang lebih tinggi dari teman-teman seangkatanku. Mereka memanggilku dengan julukkan "tiang listrik" karena aku tinggi dan bagi mereka aku "berkulit hitam gosong", pernah pula menuliskan "Airintianglistrik" di bola kertas yang digunakan untuk melempariku. Tak jarang saat aku di sanggar renang atau sepulangnya di rumah aku menangis saat mengingat apa yang kualami itu.
Bahkan jauh sebelum itu semua, aku masih mengingatnya, saat awal persiapan masuk SD tidak ada baju seragam yang muat denganku, bahkan ukuran yang paling besar pun pendek untukku, rok yang semestinya di bawah lutut sudah hampir sampai setengah pahaku, lengan baju yang mestinya sesiku sudah sampai setengah lengan atasku. Saat masuk SD memang tinggiku sudah 130cm, sedangkan teman-teman seusiaku biasanya cuma 100-110cm saja.
Aku menangis kala itu tidak ada baju yang muat, aku khawatir tidak bisa dapat baju seragam tepat waktu dan aku khawatir bahwa teman-teman akan mengejek fisikku karena aku berbeda. Namun Mama dan Papa menenangkanku, mereka berkata bahwa seragamku akan diusahakan secepat mungkin selesai dijahit, dan aku tidak perlu khawatir tentang fisikku.
"Kamu cantik, dengan caramu sendiri!" Kata Mama sambil memelukku erat, aku membenamkan kepalaku lebih dalam di peluk Mama yang hangat.
Benar saja! Tepat pagi sebelum kelas pertama aku terbangun dengan baju seragam tepat di sebelahku. Lalu, saat sarapan pagi, Papa menawariku untuk ikut kelas renang, karena dari postur tubuhku sepertinya aku cocok di olahraga renang.
"Renang juga bagus untuk pernafasan, jadi asma Airin bisa mulai membaik."
Dan dengan ucapan itu sepulang sekolah, tentu setelah Mama menenangkanku yang habis menangis karena baik nama dan fisikku ternyata diolok teman-teman sekelas, aku pun memulai kelas renang pertamaku dengan Pak Salman dan istrinya, Bu Tati di sanggar renang dan senam di pusat kota yang juga dekat dengan pantai, ternyata di sana ada Milan anak Mama Salsabil dan juga ada Henry anaknya Mama Dhea, mereka berdua saudara sepersusuanku. Sehingga secapek apapun aku selesai latihan aku tetap senang karena ada teman-teman yang kukenal di sana, dan Mama juga akan mengajakku jalan-jalan dengan vespa tuanya dan melihat matahari terbenam di pantai atau memakan bakso atau jagung bakar yang dijual pedagang kaki lima di sana.
"Mama, apakah Airin bisa jadi cantik? Airin bosan diejek terus, Airin lihat teman sekelas Airin yang cantik tidak diejek yang lain," ucapku terisak.
Mama tersenyum simpul, "Nak, setiap kita berbeda, dan terlahir dengan rupa yang berbeda. Rambutmu keriting dan kulitmu yang kecoklatan mirip sekali dengan kakekmu, papanya mama yang kampung halamannya dari Sulamu di Timor Timur yang sekarang namanya Timor-Leste, ada banyak sekali perjuangan beliau dari jaman penjajahan juga bagaimana beliau memutuskan untuk berkediaman di Indonesia, yang tidak main-main rasa sedih dan perjuangan yang mesti Kakek Airin rasakan."
"Tapi, kan aku nggak sempat ketemu Kakek, Ma?"
"Walau tidak sempat tapi bagian dari diri Kakek juga ada di Mama dan juga ada di Airin. Sama soal tinggi Airin juga, Papa Airin ada campuran Belanda dan Arab mungkin dari salah satu nenek buyut atau kakek buyut Airin ada bagian dari diri mereka yang tertinggal di diri Airin, seperti tinggi badan Airin misalnya."
Saat itu aku tidak terlalu paham apa yang Mama jelaskan dan justru sekian tahun kemudian saat SMP dan mempelajari soal genetika di pelajaran biologi baru aku mengerti maksud Mama soal "bagian dari diri mereka yang tertinggal di diri Airin" ataupun juga di mata pelajaran sejarah tentang bagaimana Timor Timur akhirnya menjadi Timor-Leste juga tentang bagaimana kedatangan Belanda dan Arab di Indonesia, tentu dengan modal baca-baca beberapa buku dan surfing di internet untuk mencari tahu lebih lanjut.
Tapi saat itu aku tetap tercukupkan dengan melihat Mama dengan mata berbinar. Aku melihat kulitnya yang sawo matang dan rambutnya yang ikal dan tebal terlihat cantik di bawah sinar matahari yang mulai sayup tenggelam. Mungkin suatu saat nanti, kalau sudah besar dan mempunyai anak perempuan yang khawatir tentang penampilannya aku akan mengajaknya melihat pantai dan menenangkannya, aku berharap kelak putriku akan melihatku dengan mata yang sama seperti bagaimana aku melihat Mama. Mama yang cantik dan hangat sekalipun di luar sana ada orang yang mengatakan bahwa Mama tidak cantik karena warna kulitnya atau karena hidungnya yang tidak mancung dan rambutnya yang kasar dan mengembang, bagiku Mama adalah perempuan tercantik yang pernah kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri.
(Ps: author membayangkan kalau Airin mirip² Zendaya, tapi bentuh hidungnya sedikit lebih pesek dari Zendaya dengan rambut yang lebih keriting 😊)

KAMU SEDANG MEMBACA
My Crush Is A Mermaidboy
RomanceAirin baru saja putus asa lantaran kompetisi renang tingkat provinsi yang tidak berhasil ia menangkan sementara ia butuh untuk memenangkan kompetisi itu agar mendapat beasiswa untuk masuk ke universitas impiannya sebab dari nilai akademik Airin sama...