"Selamat datang!"
"Sudah lama sekali tak mampir kemari."
"Saya baru ada waktu libur semester. Kalau tidak libur, mungkin tidak bisa kemari." Seorang gadis yang sudah lama sekali tak kulihat di warungku. Malam ini mampir kemari. Aku sudah tak ingat, kapan terakhir kali. Gadis ini mampir kesini.
"Penampilan barumu, bikin aku pangling."
"Sejauh itu kah perbedaannya?"
"Siapa lagi gadis cantik yang datang ke warung tenda sederhana pakai bahasa baku kalau bukan kamu." Gadis itu menyahuti candaanku hanya dengan seulas senyum. Aku menerka sesuatu yang besar telah terjadi. Manusia hanya bisa berubah terkadang karena dipaksa berubah. Bisa juga dengan peristiwa besar yang tak mau diingatnya kembali. Aku tak yakin, gadis ini berubah karena alasan yang mana.
"Cocok rambutmu di potong pendek begitu. Pas. Tak terlalu pendek, juga tak terlalu panjang."
"Wah, maaf-maaf. Asik ngobrol jadi lupa nanya. Mau pesan apa mbak.e?" Aku tak mau jadi tuan rumah yang melalaikan kewajiban. Aku menyebut warung tendaku ini rumah. Konyol, bukan? Ya, rumah untuk siapa saja yang ingin makan sambil berkeluh kesah, bercerita atau apa saja. Aku paham dunia bisa jadi sangat menyeramkan. Kuharap warung tenda ini, bisa menjadi rumah untuk mereka yang tak punya tempat untuk bercerita atau sekedar berkeluh kesah.
"Pesan martabak manis pakai keju sama susu."
"Yakin? Pesanannya beda sama biasanya. Ini buat titipan teman?" Gadis itu menggeleng. Seingatku gadis ini paling tak menyukai keju apalagi susu. Aku ingat pernah berdebat dengan gadis ini perkara ada sisa keju yang menempel di martabak manisnya. Sungguh gaduh saat itu.
"Keju sama susunya seberapa? Yakin mau pakai tambahan keju sama susu?" Untuk kedua kalinya, aku memastikan bahwa gadis itu tak salah memesan. Apa dia linglung sehabis dihajar tugas kuliah? Atau mungkin karena ada masalah di rumah? Tapi kok aneh, masak pelampiasan mau makan makanan yang bahkan tak disukainya. Bisa gawat kalau ribut lagi seperti waktu itu. Biasanya wanita cepat berubah pikiran. Apa aku tanya lagi ya?
"Mbak.e..."
"Iya, saya serius mau pakai tambahan keju sama susu. Satu lagi pertanyaan dapat piring cantik."
Ya sudah kalau memang itu maunya. Akupun tak bisa menolak permintaan pelanggan, apalagi kalau menunya ada di daftar. Bisa di bilang warung abal-abal nanti. Akupun meracik pesanannya.
"Nih, mbak.e pesanannya." Aku menyajikan seporsi martabak manis dengan taburan keju dan susu diatasnya. Tangan si gadis mengambil sepotong martabak lalu memasukkan ke dalam mulutnya. Ia mengunyah perlahan-lahan. Tak ada ekspresi sama sekali diwajahnya. Tak ada raut kebahagiaan atau semacamnya. Aku terbiasa melihat ekspresi para pelanggan dan cara mereka menyantap hidangannya. Ada ekspresi kebahagiaan walau samar. Ada yang sudah tak sabar ingin menikmatinya. Gadis ini tak menunjukkan ekspresi sama sekali, datar. Aku memperhatikannya menyuap potongan kedua. Ia benar-benar memakannya.
"Tumben sendirian tadi kesininya. Kalau gak salah biasanya selalu berdua sama temen kamu." Deg. Aku teringat kalau susu dan keju itu makanan favorit temannya.
"Apa kabar teman kamu? Biasanya dia suka minta tambahan keju dan susu ekstra. Apa kalian belajar di universitas yang sama?" Si gadis terdiam.
"Baik-baik saja. Kebetulan kita pernah satu tempat belajar. Dia lulus lebih dulu dariku." Sisa satu potong martabak di piringnya. Si gadis menyuap satu potong terakhir martabaknya. Aku lega, ternyata si gadis menyukai mertabak itu.
"Dia pasti pintar sekali. Bisa lulus lebih cepat dari teman seangkatannya." Aku kemudian tertarik dengan cerita si gadis.
"Iya.. Dia begitu pintar. Hingga dia tega meninggalkan aku sendiri." Si gadis buru-buru menyeka air matanya. Aku kaget. Mungkinkah ia merasa dikhianati teman karena meninggalkannya lulus duluan?
"Gak apa-apa. Kamu pasti bisa menyusulnya lulus segera. Ngomong-ngomong di mana temanmu itu sekarang? Pasti sudah bekerja di perusahaan yang bagus ya?"
"Mungkin tempat itu sangat bagus. Aku sendiri juga belum melihatnya."
"Wah, kapan-kapan kamu datang saja kesana. Mungkin dia bakalan senang dikunjungi teman lamanya. Tapi kamu tahu kan alamatnya?"
"Aku hanya tahu tempat singgahnya. Tapi tak pernah bertemu dengannya."
"Kenapa? Apa temanmu itu sangat sibuk sampai tak ada waktu untuk bertemu? Wah, kalau begitu repot juga ya." Aku sendiri seolah kembali ke masa lalu. Romansa memang indah pada masanya. Aku tebak mereka sebenarnya pasangan kekasih. Tak mungkin ia sefrustasi itu bila tak ada rasa lebih diantara keduanya.
"Romansa anak muda memang indah. Lain kali ajak temanmu itu mampir kesini. Sama seperti saat kalian masih SMA. Nanti aku sediakan menu spesial yang biasa kalian pesan."
"Aku inginnya begitu. Namun ini mungkin terakhir kalinya aku ke sini." Gadis itu lalu merogoh sakunya dan membayar menu yang tadi ia santap. Padahal aku masih ingin mendengarkan ceritanya.
"Sebab kedatanganku ke sini untuk belajar melepaskan dan merelakan. Martabak keju susu yang tadi kumakan kuhargai sebagai simbol sebuah pelepasan."
"Aku tak mengerti.."
"Tak perlu mengerti. Saat ini, mungkin dia sedang menikmati martabak keju dan susu yang lebih lezat. Aku tak masalah dimanapun dia berada. Sejauh apapun, dia ada di sini." Tangan si gadis menunjuk tepat arah jantungnya.
"Terima kasih." Ucap gadis itu lalu pergi. Tangannya melambai memberikan tanda perpisahan.
"Sejauh apapun seseorang pergi. Di tempat manapun ia berada. Sejatinya, mereka itu tak pernah menghilang. Tak pernah jauh. Mereka hidup dalam sebuah entitas berjuluk kenangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Martabak Keju Susu
Teen Fiction"Sejauh apapun seseorang pergi. Di tempat manapun ia berada. Sejatinya, mereka itu tak pernah menghilang. Tak pernah jauh. Mereka hidup dalam sebuah entitas berjuluk kenangan." Potongan demi potongan martabak keju susu itu memiliki sebuah makna mend...