Praang.....
"Kenapa harus aku..... Kenapa?"
Suara benda jatuh mengusik keheningan pagi pada sebuah rumah. Di sudut ruangan. Seorang gadis bersurai cokelat tengah mendremimilkan sesuatu. Sudut matanya merah. Kakinya telanjang, seolah menantang pecahan beling yang berserakan. Di luar, tampak dua orang paruh baya mengetuk-ngetuk pintu kamar si gadis.
"Anne.... Buka pintunya sayang!"
"Anne...." Tak ada sahutan. Hanya terdengar lolongan anjing dan suara jangkrik yang bersahutan.
Braaakkk.... Pintu terbuka. Si gadis duduk terdiam diujung balkon.
"Anne.... Dengar mama sayang. Ayok turun!"
"Nak, turun nak! Papa sayang sama Anne. Papa janji gak marah lagi." Lelaki paruh baya itu mendekati si gadis. Mengulurkan tangannya lalu mendekap tubuh gadis itu. Si gadis lalu menyelipkan sebuah amplop cokelat ke tangan sang mama.
***
Anne tersenyum. Jarinya mengetuk-ngetuk ujung meja. Lalu menatap lekat sebuah buku di tangannya.
20 Februari 2018
Kakak. Hari ini, kurasakan ada jutaan kupu-kupu memenuhi segala penjuru rumah. Aku bahagia sekali. Sebentar lagi, kita akan bertemu. Ada kabar yang ingin kusampaikan padamu. Kuharap kau turut bahagia.
Salam sayang,
Anne..
Anne kembali membuka lembar demi lembar. Buku itu tak ubahnya canvas, diluapkannya segala hasrat dalam diri. Itu bukan surat sayang, itu hanya kumpulan kegundahan Anne. Menanti bertemu Bryan, lelakinya.
"Mama..... Mama.... Elia mau itu!" Seorang gadis kecil mengampiri Anne, bergelayut sembari menunjuk-nunjuk gambar warna-warni pada baliho besar.
"Elia, mau apa? Mau, ice cream?" Gadis kecil itu mengangguk. Diraihnya tangan gadis kecil bernama Elia itu, Anne mengecup pucuk surai cokelatnya. Elia, bercerita banyak hal pada Anne. Sesekali Anne tertawa kecil sambil mencubit pipi gembul putrinya itu. Elia, Camelia Brianda. Surai cokelat, bola mata pekat, kulit putih dan bibir berwarna plum. Elia, sungguh seperti Anne versi mini.
"Mama, Elia mau cokelat yang banyak. Banyak mama! Sebesar ini." Anne mendekap putrinya.
"Iya, sayang. Iyaa...." Anne terkekeh. Elia mirip sekali dengan Bryan. Menggemaskan. Anne menarik lengan putrinya.
Sebuah kursi di pojok ruangan. Menghadap ke taman bunga di depannya. Anne, memilih tempat itu. Elia, tengah asik menyantap ice cream-nya. Bola-bola kecil berwarna kecokelatan menempel di pipinya. Anne, mengusap lembut pipi putrinya itu.
"Mama, mau?" Anne, menggeleng.
"Mama, mama.... Elia pengen main bertiga kayak anak itu!" Elia menunjuk sebuah pemandangan di luar café. Tampak seorang anak lelaki dengan seorang wanita dan lelaki paruh baya. Mungkin mereka ayah dan ibunya, pikir Anne. Anne, terdiam.
"Elia, pengen lihat papa." Sebuah hentakan mengaduk-aduk pusat kesadaran Anne.
"Maafkan, mama Elia." Anne, bergumam. Anne membuka resleting tasnya, mengeluarkan sebuah foto. Jika, wakttu dapat diputar. Anne, akan kembali ke masa lalu.
Flashback on
Kala itu, hujan turun dengan lebatnya. Anne gelisah menunggu kepulangan Bryan. Berkali-kali Anne menelepon, mengiriminya pesan. Tak ada kabar. Hujan masih saja turun dengan derasnya. Anne berisiatif menyusul Bryan ke kantornya. Dan terjadilah, hal yang tak pernah dibayangkan Anne. Air mata Anne mengucur dengan derasnya. Logikanya berkali-kali menyangkal. Itu bukan Bryan. Tapi itu terlalu nyata untuk Anne. Dilihatnya Bryan, berciuman dengan seorang perempuan. Bahkan Bryan tak menyadari kehadiran Anne.
"Kau pembohong!"
Brakkk... Meja itu bergetar, memenuhi keheningan malam itu. Bryan mencoba menjelaskan pada Anne, mengejarnya. Mengucapkan berkali-kali kata cinta padanya. Anne tak bergeming, batinnya terlalu sakit. Rasa sakit itu membutakan Anne. Kakinya terus melangkah. Menembus hujan di persimpangan jalan itu. Anne tak peduli suara klakson mobil yang tak henti-hentinya berbunyi. Ia terus berjalan seolah punya ribuan nyawa.
"Anne....."
Brukkk..... Semuanya begitu cepat. Cairan kental kemerahan itu bercampur dengan air hujan. Berkubang disekitar tubuh Bryan.
"Tidaaaakkk" Anne limbung, tubuhnya terjatuh. Bukan ini yang diinginkannya. Bukan. Anne sakit, tetapi ditinggalkan Bryan adalah kesakitan yang tak dapat ditahannya lagi.
Flashback off
Kenangan itu masih segar di ingatan Anne. Semenjak kepergian Bryan. Anne kehilangan mentari dalam hidupnya. Ada yang hilang, ada yang tumbuh. Dalam keterpurukannya itu, masih ada secercah cahaya yang selalu menyinarinya. Kedua orang tua Anne yang tak pernah meninggalkannya. Dan tentu hadirnya Elia. Entah, apa jadinya kalau saja Anne betul-betul melompat waktu itu. Anne pasti tak akan bisa menatap senyum putri kecilnya itu.
"Iya, sayang. Nanti kita ketemu papa ya."
"Yeay, asikkkk..... Mama bantu pilih bunganya ya ma. Elia mau kasih papa bunga yang cantikkkkk banget." Anne mengelus tangan Elia. Kristal-kristal bening itu jatuh tanpa permisi.
"Kok mama nangis? Elia nakal, ya?"
"Enggak sayang. Mama lagi seneng. Punya anak cantik dan baik kayak Elia."
"Sini, sayang!" Anne langsung memangku putrinya. Melerakan semua kenangan pahitnya untuk pergi. Memaafkan segala hal yang telah terjadi di hidupnya. Memaafkan dirinya sendiri, suaminya. Dan meminta maaf pada Tuhan, yang telah lama ditinggalkannya.
***
Pada sebuah pusara Anne terduduk. Menaburkan bunga aneka warna. Berdoa dalam diam. Sesekali berceloteh tentang Elia, seolah nisan itu mampu mendengar semua ucapannya. Elia berkali-kali mengucap kata sayang. Meskipun ia tak tahu siapa dan bagaimana papanya itu. Anne lalu menggenggam tangan Elia. Sejalan dengan senja yang baru saja tiba. Anne harus melepaskan segala kelamnya selama beberapa tahun berkisah.
"Elia, papa emang gak bisa nemenin kita. Tapi papa selalu ada disini sayang." Ucap Anne sambil menunjuk tepat di dada Elia. Elia menaruh tangkai bunga terakhirnya.
"Papa, Elia pergi dulu ya." Anne menggandeng tangan Elia. Temaram baru akan tiba. Tetapi mentari muncul lebih awal di hati Anne. Dikecupnya lagi, pucuk kepala putri kecilnya itu. Seraya menatap bunga-bunga Desember yang baru saja mekar. Apa salahnya jika Desember mekar di Januari? Tak ada kata terlambat batin Anne. Tak ada kata telat untuk menghangatkan mentari yang baru saja muncul di awal Januari ini.
Buka kita buka hari yang baru
Sebagai semangat langkah ke depan
Jadi pribadi baru
KAMU SEDANG MEMBACA
Martabak Keju Susu
Fiksi Remaja"Sejauh apapun seseorang pergi. Di tempat manapun ia berada. Sejatinya, mereka itu tak pernah menghilang. Tak pernah jauh. Mereka hidup dalam sebuah entitas berjuluk kenangan." Potongan demi potongan martabak keju susu itu memiliki sebuah makna mend...