“Bakar! Bakar! Bakar!”
“Musnahkan penyihir!”
“Bunuh semua penyihir! Penyihir hanya membawa kesengsaraan bagi kita!”
Sumpah serapah terus keluar dari mulut gerombolan orang-orang, mereka membawa obor masing-masing sembari menyeret seorang perempuan yang tubuhnya terikat dengan tali.
Perempuan itu terus meronta, berusaha melepaskan diri dari orang-orang yang menariknya dengan kasar. Namun, semua itu percuma. Tidak peduli sekuat apa pun dia melawan, bahkan air mata darah yang dia keluarkan, mereka terus menariknya kasar bagai hewan tangkapan.
“Jangan melawan!”Pria besar yang memegang tali mnegencangkan tarikannya. Wajah bengis bak iblis yang menakutkan itu sebenarnya bercampur ketakutan. Jelas sekali terlihat dari tangannya yang gemetar, ngeri kalau saja wanita yang diikatnya sekarang ini mengeluarkan manta untuk menyerangnya.
Angin yang tak berembus di malam nan gelap. Suara hewan malam bahkan dibungkam oleh kecaman. menambah kengerian akan hinaan dan kemarahan warga desa, tertuju pada perempuan–yang diduga–penyihir pembawa malapetaka.
Kenyataannya perempuan yang mereka arak bukanlah penyihir. Dia hanyalah orang biasa, yang keseharianya sederhana. Menjalani hidup layaknya manusia normal lainnya.
Sayangnya, masyarakat tempat dia tinggal tidak berpikir seperti itu. Kegagalan panen, penyakit yang menyebar, dan kebakaran ladang membuat tingkat strees penduduk meningkat. Mereka membutuhkan seseorang untuk disalahkan dan melampiaskan kekesalan.
Perempuan yang tidak beruntung, nasib seakan membencinya. Dia dituduh sebagai penyihir oleh tetangganya sendiri. Namun, ini bukanlah hal yang baru. Perburuan penyihir sudah pernah terjadi sebelumnya, berkali-kali.
“Musnahkan penyihir!”
“Bakar dia!”
Seruan demi seruan marah lagi-lagi meledak, layaknya obor yang makin berkobar. Perempuan itu diikat pada tiang di tengah desa. Di kakinya tersusun kayu-kayu bakar. Beberapa pria dewasa menyiapkan benda-benda lain yang mudah terbakar.
“A-Aku bukan penyihir ....”Suara lirih itu tidak mencapai siapa pun. Bahkan sejak awal, suaranya tidak lagi didengar. Haknya sebagai manusia sudah dirampas, mata orang-orang menatapnya seperti kengerian yang harus dilenyapkan segera.
Cemooh bercampur dengan suara api yang berkobar. Ranting-ranting yang disusun dekat perempuan itu disulut, terbakar secara perlahan ke arahnya. Penduduk bersorak, bersukacita. Merayakan berhasilnya mereka membakar penyihir malapetaka.
Perlahan kaki perempuan itu terkena api panas yang terus membesar di sekelilingnya. Dia terus meminta ampun sembari menangis meminta bantuan. Namun, yang didapatnya hanyalah sorak sorai penduduk yang menikmati penderitaannya.
Perburuan penyihir, semua orang menganggap perbuatan mereka adalah sikap terpuji dan layak. Menghapuskan seorang penyihir yang menyebabkan kelaparan, penyakit, dan kesengsaraan lainnya.
Orang-orang percaya kalau semua kesengsaraan yang mereka alami dikarenakan adanya penyihir. Awalnya mereka ragu, tetapi menengok buku paling keji dan kejam dalam sejarah umat manusia menumbuhkan kembali keyakinan mereka.Malleus Maleficarum, buku yang menjadi pedoman mereka dalam mengatasi dalang dari semua malapetaka. Pihak gereja yang memiliki kuasa, mengatasnamakan kehendak Tuhan untuk menghukum perempuan yang diduga penyihir.
Hiruk pikuk kesenangan dan kelegaan menyebar di udara bersama dengan api besar yang membakar perempuan malang itu. Teriakan sakit dan tangisan kesengsaraan mereka anggap sebagai perwujudan dari menghapus malapetaka.
Perempuan itu terus meronta dalam kobaran api, dagingnya yang terbakar terasa sangat sakit. Air matanya bahkan tidak menetes lagi. Permohonan ampun yang tidak didengar, melahirkan keputusasaan sebelum dia hampir hilang kesadaran.“Mereka semua pantas mati, bukan?”
Dalam keputusasaannya, bisikan manis membelai telinganya. Meski samar-samar, dia berusaha membuka matanya. Hanya ada kobaran api di sana. Mungkin hal yang dia dengar hanyalah halusinasi belaka.
“Mereka pantas menjadi abu, bukan?”
Sekali lagi dia mendengarnya. Di antara kesadarannya nan makin tipis, bisikan tadi makin jelas pula terdengar. Perempuan itu tahu, mana mungkin ada orang yang berbisik padanya di tengah api.
Itu adalah bisikkan hatinya sendiri. Kebenciannya pada orang-orang yang membakarnya. Orang yang menariknya dengan kasar. Orang yang menuduhnya sebagai penyihir.Benar, mereka semua pantas mati. Mati menjadi abu, sama sepertinya. Dia membenci mereka. Tidak, kebenciannya bahkan lebih besar lagi. Perempuan itu membenci manusia.
Di tengah-tengah kobaran api yang kian membesar, suara retak terdengar perlahan. Penduduk yang tadinya bersukacita kini sunyi. Saling memandang satu sama lain sebelum menatap perempuan yang mereka bakar.
Api yang menyebar seolah ditarik ke udara, berkumpul menjadi bola besar yang terus berkobar. Di bawah sana, sosok perempuan yang harusnya sudah menjadi abu masih berdiri, tanpa luka sedikit pun.
“Di-Dia benar-benar penyihir!”“Sialan, mati kau dasar penyihir!”
“Karenamu kebun kami jadi rusak!”
Sumpah serapah itu bercampur dengan ketakutan. Pria-pria yang tadinya gagah dan berani kini mulai gemetar. Para wanita yang melihat sosok itu seolah ingin lari. Akan tetapi, kaki mereka ditahan oleh tekanan monster yang ada di tengah sana.
Perempuan itu membuka matanya. Menatap mereka semua dengan pupil ungu yang mengintimidasi. Dia berteriak, begitu kencang sampai-sampai memekakkan telinga. Angin kencang bertiup, berkumpul pada bola api besar di atasnya. Hawa panas yang terasa begitu menusuk membuat semua orang berkeringat.
“Mati kalian!”
Api menyebar, seperti ombak besar yang tak terhentikan membakar semuanya. Desa dan juga hutan-hutan didekatnya dalam satu malam berubah menjadi lautan api.
Tidak ada lagi yang tersisa. Manusia, rumah, ternak, kebun, hutan ... semuanya berubah menjadi abu. Hanya ada satu yang tersisa. Ya, dia yang masih berdiri di tempat semula.Itulah awal dari semuanya, awal dari kehancuran umat manusia yang disebabkan oleh manusia itu sendiri. Mereka melahirkan monster yang akan membawa kepunahan dan malapetaka yang tak terelakkan.
Kelahiran Anomalis pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat Datang Di Kafe Holmes
Mystery / ThrillerPhillip H. Watson bekerja sebagai detektif di Divisi Investigasi Spesial langsung mennagani kasus sulit setelah beberapa hari masuk bekerja. Dia dan seniornya, Inspektur Lastrade mengalami kebuntuan. Alih-alih mendalami kasus, Ispektur Lastrade mala...