Mata Kucing

3 0 0
                                    


"Fudanshi?" Dela mengulang perkataan Nay sesaat setelah mereka duduk di ruang tunggu. Dilan pun ikut memiringkan kepalanya, merasa kalau kata asing itu pernah didengar tapi tidak ingat maknanya.

Nay tersenyum dan mengangguk, menepuk-nepuk kaki Mika yang duduk di sebelahnya. "Iya. Mika ini suka drama yang ada unsur boy's love-nya."

Sekali lagi Dilan dan Dela saling pandang, memikirkan respon yang sebaiknya dipilih untuk diutarakan. Personally, Dilan bingung kenapa Nay menceritakan hal yang bisa jadi privat bagi Mika dengan mudahnya. Bagaimana kalau Mika sebenarnya tidak ingin orang yang tidak ia kenal tahu hobinya yang cukup tak biasa ini?

"Kalian selalu deh.. kalau ada apa-apa, pasti saling lihat-lihatan." Nay memberi komentar. Dilan mengerlingkan pandangan ke arah Mika, yang sepertinya tenang-tenang saja. Mungkin menurutnya itu hal yang lumrah? Atau ia sudah terbiasa privasinya diumbar oleh Nay? Dilan sulit menebak apa yang Mika pikirkan, karena orang itu terus saja memakai kacamata hitamnya.

"Ya.. biasalah, namanya juga kembar." Dela berkilah. "Nggak pernah denger sih istilah kayak begitu. Eh tapi, apa hubungannya suka boy's love sama pergi ke Thailand?"

Nay terlihat semakin bersemangat mendengar respon Dela. "Belakangan banyak banget drama dari sana yang angkat tema itu. Aku juga udah lihat beberapa, dan lumayanlah."

Dilan tidak tahu harus kaget atau bagaimana mendengar ucapan Nay. Semakin hari, rasanya semakin banyak hal aneh yang menjadi lumrah. Dulu Kpop, sekarang.. boy's love? Ah. Lupakan. Terserah orang mereka mau suka apa saja.

"Karena Mika pernah tinggal di sana, dan aku juga pengen jalan-jalan, jadi aku minta tolong sama dia buat temenin aku liburan." Nay melanjutkan, senyum masih terulas di wajah.

"Asik ya kalau begitu." Nada Dela jelas sekali iri dengan Nay. Mereka terus saja berbicara panjang lebar sembari menunggu pesawat tiba. Dilan yang sudah tak tertarik mendengarkan, mengambil kembali ponselnya dan memilih untuk mendengarkan lagu.

Ada pesan dari Haikal. "Lo nggak jadi ke Pulau Seribu?" begitu bunyi pesan itu. Dia pasti sudah melihat status di media sosial Dilan. Seminggu. Butuh seminggu penuh sampai Haikal ingat lagi padanya untuk mengirim pesan. Berbeda jauh dengan liburan lalu, yang bahkan Haikal rela menemaninya menunggu bus jurusan Jakarta yang tak kunjung datang. Padahal ia sendiri harus menyelesaikan tugas yang harus dikumpulkan hari itu karena ia ikut semester pendek.

Dilan tidak tahu harus membalas apa pada Haikal. Apa nanti temannya itu akan mencercanya dengan berbagai pertanyaan? Atau justru hanya akan menjawab 'oh' saja kalau Dilan menjelaskan? Mood Dilan turun lagi. Tidak mau membalas.. tapi tidak enak kalau dibiarkan begitu saja.

Dela menjawab kebimbangannya dengan sekali lagi merampas ponselnya dari tangan.

"Woi!" Dilan berusaha menggapai ponselnya lagi, tapi Dela mundur menjauh, melihat pesan yang tertera di layar ponselnya itu.

"Hmm.. akhirnya nyariin juga ya." ucapnya sarkas. Wajahnya datar dan terkesan mencaci.

"Dela.." bahu Dilan turun, sudah menyerah melihat kelakuan kakaknya. Tapi ternyata kelakuan Dela tidak hanya sampai di situ, ia juga mengetik balasan untuk Haikal. Dan bahkan mengirimkannya. "Dela!"

"Apa sih. Cuma jawab 'iya' doang kok." Dela cemberut, mengembalikan ponselnya ke tangan. Benar saja, Dela hanya mengirimkan satu kata itu pada Haikal.

"Kenapa?" Nay bertanya penasaran. Tapi Dela mengangkat bahu, seakan tidak peduli.

"Bukan orang penting." Ia berkilah dan mengalihkan pembicaraan. "Eh terus, kalau kita mau pergi ke sana, bagusnya naik apa?"

[Bahasa] Love MatterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang