Langit menghitam, awan kelabu mengeluarkan air dan turun membasahi diriku dan para manusia berpakaian hitam di tanah yang penuh dengan rumah peristirahatan terakhir. Burung putih dengan paruh kuningnya ikut menyaksikan kotak putih itu terkubur ke dalam tanah. Hanya air mata yang menyatu dengan tetes air hujan, menghiasi wajahku yang gelap. Tepukan di pundak disertai kata-kata sabar mengalun indah di telingaku. Tak lama pandangan mataku mengaburkan karena air hujan yang turun deras menimpa wajahku, sesaat keheningan memeluku dan kian lama kegelapan memenuhi mataku. Aku hanya bisa berdoa pada Tuhan, tolong biarkan aku hidup didalam kenangan indah selamanya.
Aku terbangun di ruangan yang serba putih. Ditambah suara mesin yang khas dari tempat ini. Rumah sakit. Tunggu kenapa aku di rumah sakit? Pintu ruangan bergeser dan muncullah ayah dengan keringat yang menetes di dahinya serta bola mata yang terbelalak, melihat keadaanku di ranjang rumah sakit.
"Sayang, kenapa kamu begitu ceroboh", ujar ayah dengan lirih melihat keadaanku yang kaku diam di ranjang. Aneh. Aku bisa melihat diriku sendiri, terbaring di ranjang. Ada apa ini, apakah aku menjadi arwah? Atau aku mempunyai misi? Seperti dalam drama "49 Days"?
"Hentikan khayalan itu!", suara bariton tiba-tiba memenuhi telinga ku. Dan sekelibat muncullah sosok lelaki yang seluruh pakaiannya berwarna hitam.
"Kau. Anak perempuan yang berdoa pada Tuhan, agar hidup didalam kenangan indah selamanya, bukan? ", tanya sosok itu pada aku. Yang aku jawab dengan anggukkan. Kemudian sosok itu menghampiri dan menatap diriku dengan tajam. Tiba-tiba aku merasa seperti ruangan ini dimatikan lampunya, dan tanpa terasa otakku menyegarkan pikirannya, sontak aku menguap. Dan tak terdengar lagi suara ayah ataupun mesin yang sedari tadi menemani.
"Sya? Kenapa kamu melamun? ", ujar ibu padaku dimeja makan.
Eh kenapa tiba-tiba aku berada di meja makan? Apakah aku kembali ke masa lalu? Terimakasih Tuhan! Aku tidak akan melewatkan kesempatan ini lagi!
"Tidak ibu, aku tidak melamun. Masakan ibu sangat enak sekali, bisakah aku membawanya untuk bekal ke sekolah?", ujarku dengan maksud agar ibu tidak khawatir. Dilanjutkan dengan ibu yang membawa kotak makan kuning di atas meja.
Aku masih tidak percaya, Tuhan memberikan aku kesempatan ini. Tiga hari dari sekarang adalah peristiwa kelam itu, aku tidak akan membiarkan ibu merasakannya lagi. Tidak akan!
Sesudah menyiapkan bekal untukku, bis sekolah membunyikan klaksonnya.
"Aku berangkat dulu ya, ibuku sayang, jangan kemana-mana. Dirumah saja ya?", ujarku sebelum pergi. Karena sesudah aku berangkat ini, dalang dari peristiwa kelam itu akan datang. Dan akan mengajak ibu pergi keluar. Apa sebaiknya aku mengunci rumah ini? Aku tidak ingin ibu kembali terhasut wanita itu. Sebaiknya aku mengunci ibu. Maafkan aku ibu, aku melakukan ini demi dirimu.
Suara "klik" terdengar, bersamaan dengan panggilan Dar. Sahabatku dari masa putih biru. Dengan rok abu-abu kepanjangannya, ia berlari menghampiri aku.
"Kamu ini! Kenapa malah memandang aku! Cepat naik bis, nanti kita terlambat! ", kata Dar disertai dengan raut mukanya yang merah akibat berlari. Yang langsung saja aku berlari memeluknya. Sahabatku ini, aku merindukanmu Dar!
Akhirnya bis sekolah sudah sampai di depan gerbang. Kembali bersekolah, membuat diriku murung. Sejak memasuki gerbang tadi, pikiranku hanya tertuju pada ibu dirumah. Aku hanya duduk saja di kursi dan tidak fokus pada penjelasan yang diberikan oleh para guru. Baru jam pertama, mengapa waktu disini berjalan sangat lambat. Sontak lamunanku terhenti dikala tepukan keras dipundakku. Dar si pelaku itu, dengan raut kesal ia menatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pisang Tanduk Terakhir
FantasyTerinspirasi dari lagu "Halu" Feby Langit menghitam, awan kelabu mengeluarkan air dan turun membasahi diriku dan para manusia berpakaian hitam di tanah yang penuh dengan rumah peristirahatan terakhir. Burung putih dengan paruh kuningnya ikut menyak...