Part B (Hello)

48 14 9
                                    

Tentunya aku tidak menuruti permintaan Jungkook untuk ke kantin. Kami menyelesaikan tour keliling sekolah yang menyebalkan ini dengan cepat. Ia tak banyak bertanya dan hanya mengiyakan penjelasanku yang minim--sungguh tipe murid idaman seperti dalam drama yang sering kulihat.

Kami kembali ke kelas pukul setengah sepuluh, saat pergantian mata pelajaran. Secara tidak langsung saat ini Jungkook pun tengah memulai perkenalan dengan teman-teman sekelasku. Bagaimana tidak, hampir seisi kelas tampak mengerumuninya sekarang lantas bertanya ini itu.

Are you an idol, Jeon Jungkook? Aku terheran dalam hati.

Dan jangan tanya posisiku dimana.

Yang bisa kulakukan kini hanya berdiri di ambang pintu kelas karna Wonyoung telah mengambil alih bangkuku. Cih, padahal dia sendiri yang sering mengatai bangkuku bau bangkai tikus.

Aku memutuskan untuk membersihkan papan tulis selagi menanti guru bahasa Inggris tiba. Setidaknya itu lebih baik daripada harus bengong seperti orang dungu.

Ctak!

Aku meringis kesal. Saat menoleh aku melihat Wonyoung tertawa kecil. Harusnya aku tidak heran melihat siapa tersangkanya.

"Omo aku tidak sengaja sayang." Ia menutup mulutnya dengan jari-jari lentiknya. Gestur yang membuatku ingin melemparinya kembali dengan spidol di tanganku--andai aku bisa.

"Tadi Jungkook mau memanggilmu tapi tidak enak kan kalo meneriakimu dari sini," sahut gadis itu lagi. Wonyoung lantas menoleh Jungkook penuh semangat. "Iya kan Jung?"

Seketika Jungkook tampak menatapku dengan sedikit segan. "Malam ini aku mau mengundang kalian semua ke opening kafe milik kakakku. Kebetulan aku punya grup band dan kami akan tampil disana. Jika kau mengizinkan... "

"Kenapa minta izin padaku?" Aku menatapnya datar.

Jungkook mengedikkan bahu ringan. "Kan kau ketua kelasnya."

Aku tertawa sepat. "Lakukan saja sesukamu. Aku tak peduli."

Ctak!

Aku mendengus kesal saat Wonyoung kembali melemparku dengan pulpen. Sialnya lemparannya itu selalu melesat tepat di kepalaku.

"Kenapa bicaramu ketus sekali sih dengan anak baru?" sungutnya dengan sorot mata tajam.

Aku memandangnya dengan jengkel.

"Kenapa kau memandangku begitu?" ucapnya sinis. "Ya Tuhan kau itu suka sekali mengintimidasi orang lain." Wonyoung menatapku seakan dia adalah korbannya.

Aku menundukkan kepalaku ke lantai. Kurasakan dadaku mulai bergemuruh kencang dan itu bukanlah pertanda baik. Sehingga satu-satunya hal yang dapat kulakukan hanyalah segera berlari keluar kelas.

Aku menyentuh kepalaku yang mulai pening. Seperti biasa aku hanya bisa kabur dari situasi ini. Seperti yang sudah-sudah aku hanya bisa berlari menuju tempat persembunyianku.

#

#

Pukul tiga sore aku akhirnya kembali ke kelas.

Tidak perlu khawatir karena tidak akan ada yang mencariku. Bahkan guru-guru tak akan pernah berani menegurku sekali saja--kurasa bahkan sekalipun aku tak masuk berminggu-minggu. Semuanya tak akan berpengaruh di nilai mata pelajaran ataupun nilai etikaku. Entahlah, kusebut ini anugerah sekaligus petaka.

"Kau dari mana, Ketua Kelas?"

Aku baru saja meraih ranselku dari atas meja saat kudengar suara itu menyapaku. Membuatku menoleh dengan segera.

GUITARISTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang