🔖MERAH; DUA

194 35 0
                                    

Jeongwoo duduk didepan komputer, dia terlihat sedang fokus dengan pekerjaannya. Diruangan itu terdapat berapa karyawan lain, dan mereka semua mengenakan choker yang sama dengan nomor yang berbeda.

Ditengah kegiatannya mengetik tiba-tiba saja Jeongwoo termenung, jemarinya yang sejak tadi menari diatas keyboard pun berhenti.

Muncul sebuah pertanyaan didalam otaknya. Untuk siapa mereka melakukan ini? Untuk siapa mereka bekerja?

Sreett

Jeongwoo berdiri dari duduknya menimbulkan decitan dari kursi yang langsung memenuhi setiap sudut ruangan, anehnya tidak ada yang merasa terganggu dengan suara itu. Mereka semua tetap fokus dengan pekerjaannya, Jeongwoo menatap sekeliling dengan tatapan bingungnya.

Disudut ruangan, seorang laki-laki dengan baju berwarna putih terus memperhatikan gerak-gerik Jeongwoo, dia curiga dengan tingkah laku Jeongwoo yang menurutnya tidak biasa tersebut.

Namun kecurigaannya luntur begitu saja ketika pemuda dengan kulit agak kecoklatan itu berjalan kearahnya dan berpamitan untuk pergi ke toilet, mungkin perilaku tidak biasa Jeongwoo terjadi karna dia sudah tidak tahan ingin buang air kecil.

Jeongwoo berjalan dengan tergesa menuju toilet, sebenarnya dia tidak ingin buang air itu hanya alasan saja. Dia butuh membasuh wajahnya agar semua pikirannya menjadi lurus tidak kacau seperti belakangan ini.

Tapi Jeongwoo tahu betul, ada seorang yang mengikutinya sejak dia keluar dari ruang kerjanya.

"Aku tahu kamu mengikutiku" ujar Jeongwoo, dia melirik kearah belakang tubuhnya.

Dan betul saja, ketika dia mengatakan itu seorang bertubuh lebih tinggi keluar dari persembunyiannya dan menatap punggung lebar milik Jeongwoo.

"Park Jeongwoo" namanya di sebut secara lengkap, Jeongwoo segera memutar tubuhnya dan menatap laki-laki itu dengan tatapan bingung khas anak kecil miliknya.

Dia adalah orang yang Jeongwoo lihat berapa hari lalu, seorang laki-laki dengan nomor 99 di chokernya.

"Dari mana kamu tahu namaku?" Tanya Jeongwoo bingung.

Yang ditanya menyeringai penuh arti, "aku bahkan mengetahui semua tentangmu, nama, umur, golongan darah, hobi, atau pun alasan kenapa kamu bisa ada disini.."

Matanya membulat tidak percaya, bahkan Jeongwoo pun tidak mengetahui umurnya sekarang berapa, golongan darahnya, hobinya dan juga alasannya berada disini.

"S-siapa kamu sebenarnya?"

Bukan jawaban yang dia terima tapi tarikan lumayan kencang yang menuntunnya masuk kedalam salah satu bilik toilet Jeongwoo dapatkan.

"Apa-apaan ini?!" Nada bicaranya naik berapa oktaf tapi laki-laki didepannya tidak peduli dia malah melancarkan aksinya-mengukung tubuh Jeongwoo-dan menatap mata kelam itu dengan lekat.

"... sayang, kenapa kamu malah melupakanku dan ikut arus dalam permainan ini?"

Mata cantik itu mengerjap beberapa kali, mencoba untuk memproses semua hal yang tengah terjadi namun yang ada hanyalah kekosongan, Jeongwoo tidak mengerti bahkan Jeongwoo tidak tahu apapun. Siapa laki-laki ini? Jeongwoo tidak ingat dengannya, sama sekali tidak ingat.

"Kamu benar-benar melupakanku?" Tanyanya lagi, suaranya terdengar begitu lirih dan frustrasi. "Dulu kita saling mengenal, yah?" Bukannya menjawab pertanyaan yang dilontarkan laki-laki didepannya, Jeongwoo malah membuat satu pertanyaan baru.

Jeongwoo benar-benar seperti anak kecil yang tidak mengerti tentang semua hal, begitu polos dan lugu. Hatinya seolah-olah kembali putih dan murni tak pernah tercoret tintah berwarna hitam setitikpun, laki-laki didepannya hanya bisa meringis kecil.

Jeongwoonya sudah berubah.

Entah kemana perginya dia tidak tahu sama sekali, tapi yang dia tahu adalah perasaan menyesal mulai menggrogoti hatinya. Tapi kemudian, senyum kecil berhasil dia terbitkan, lekungan kurva itu tertarik dengan begitu apik membuat wajahnya berkali-kali lipat lebih tampan.

"Aku tidak peduli jika kamu benar-benar melupakanku. Kenangan sialan yang telah kita buat itu... kita bisa melakukannya lagi!" Ujarnya penuh keyakinan. "Kita akan melakukannya lagi, dan aku berjanji kali ini aku akan melakukan yang terbaik untukmu." Tambahnya.

Belum sempat Jeongwoo membalas ucapannya, teriakan nyaring dari laki-laki didepannya membuat Jeongwoo terkejut. Si nomor 99 mengerang kesakitan sembari menyentuh chokernya yang perlahan mengetat dan mencekik lehernya membuatnya kesulitan bernafas.

Kakinya gemetar dan akhirnya kaki jenjang itu tidak mampu menahan bobot tubuhnya, si nomor 99 terjatuh, Masih dengan tangan yang menyentuh choker seperti berusaha untuk melepaskan paksa benda yang melilit lehernya itu dengan kencang.

Jeongwoo panik, dia ingin membantu laki-laki itu tapi dobrakan dari bilik toilet lalu disusul dengan berapa orang berseragam serba putih muncul dan menarik si nomor 99 untuk menjauh.

Yang ditarik seperti berusaha menggapai tubuh Jeongwoo, memilih enggan menjauh karna tidak rela harus berpisah dengan yang terkasih. Dia tahu, dia begitu ceroboh sampai kejadian ini terjadi, tapi perasaan rindunya jauh lebih besar dan tak terbendung lagi.

"Jeongwoo.. Jeongwoo.." nama itu berkali-kali dipanggil, keringat dingin sebesar biji jagung telah memenuhi wajahnya yang putih memucat.

Entah kemana laki-laki itu dibawa pergi, Jeongwoo hanya bisa diam dengan perasaan sedihnya.



B e r s a m b u n g

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Merah; HajeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang