~07~

307 37 10
                                    

Setelah selesai memastikan keadaan teman-temannya, Minho kembali ke rumah tuanya dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Pemikiran Minho terhadap kalimat 'lebih baik dibenci sampai mati dari pada dipukuli sampai mati' itu ternyata salah besar. Buktinya, ia sedang dilanda kesedihan sekarang.

Hidup Minho memang selalu dipenuhi dengan kesedihan, tapi kalau kematian Hyunjin memang salahnya, Minho bersumpah kalau ia tak akan membiarkan dirinya itu bahagia lagi.

Sangat tidak adil jika Hyunjin berhenti bahagia karena Minho dan Minho malah berbahagia tanpa mengindahkan luka di hati Hyunjin, kan? Hyunjin mungkin sudah tidak bisa merasakan apa pun lagi sekarang, tapi hati Minho masih berfungsi dengan sangat baik sampai saat ini, sehingga perkataan dari Changbin dan Seungmin tadi benar-benar merobek keras hatinya.

Sekarang, Jisung pun ikut menjauh. Minho sudah benar-benar sendirian sekarang. Ia tidak pernah menyadari kalau kehilangan sosok Jisung di sampingnya itu akan membuat hidupnya terasa sangat kosong. Terlebih, saat Minho harus belajar mengganti perban dilukanya ini sendirian.

Luka bakar ini sudah tidak sakit sama sekali, hanya akan terasa sedikit menyengat saat terkena air, dan Jisung selalu menjadi orang pertama yang rewel akan hal itu. Minho bohong saat dirinya mengatakan kalau ia bisa mengganti perbannya sendiri, karena kenyataannya, Minho tidak bisa melakukan apa-apa tanpa Jisung.

"Kak, Jisung."

Persetanan dengan lukanya yang belum dibalut perban, Minho langsung buru-buru berlari menuju pintu depan untuk menemui Jisung, sosok yang menolak untuk menemui dirinya tadi pagi.

"Han...." Panggil Minho pelan karena Han Jisung, benar-benar berdiri di hadapannya sekarang.

"Lu baik-baik aja, kan?"

"Aku cuma dateng buat ngeganti perban di kaki kakak sesuai jadwal. Karena kalau enggak, lukanya bakal infeksi." Balas Jisung acuh dan masuk kerumah Minho tanpa dipersilahkan.

Sang pemilik rumah sama sekali tidak masalah dengan sikap itu, yang menjadi masalah adalah mata Han yang terlihat sangat sembab. Adiknya itu seperti sudah menghabiskan semalaman hanya untuk menangis dan Minho sangat membenci dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan apapun.

"Duduk, kak." Pinta Jisung dan Minho menurut.

Jisung benar-benar hanya datang untuk mengganti perban di kakinya ini, tanpa ada maksud lain. Ia datang dengan hati yang berat, dan Minho juga sedang menunggu adiknya itu untuk mengucapkan satu patah kalimat lagi.

"Aku nggak akan banyak bicara, kak. Setelah selesai ngebalut kaki kakak, aku bakal langsung pulang." Ujar Jisung yang sepertinya mengerti tentang tatapan Minho.

Seperti biasa, suasana yang hening pun mulai mengganggu kedua insan disana. Jisung terus-terusan berusaha untuk menahan tangisnya dan Minho juga terus-terusan menghembuskan napasnya dengan lelah.

"Udah selesai, aku pulang." Jujur, ada secarik harapan di hati Minho saat Jisung sudah berjalan menjauhi rumahnya. Minho berharap kalau Jisung akan berbalik padanya dan mengatakan kalau ini semua bukan salah dirinya.

Satu orang, Minho hanya membutuhkan satu orang untuk membuatnya percaya kalau kematian Hyunjin bukanlah salahnya. Tapi sampai akhir, Jisung sama sekali tidak membalikkan badannya, dan membuat Minho menyerah untuk berharap lalu menutup pintu.

"Kak Minho...." Iya, suara Jisung dari seberang sana berhasil menghentikan pergerakan Minho.

Anak itu berlari dengan air mata yang sudah mengucur dengan jelas dan menabrakkan tubuhnya sendiri ke pelukan Minho. Karena mau sampai kapan pun, Jisung tidak bisa berhenti bersikap peduli pada kakak kesayangannya itu.

Disappointed (Hyunho) Short Story ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang