Pagi pagi sekali Bima sudah bersiap dengan jas formal dan dandanan yang super ganteng. Pagi ini, ia harus menghadiri rapat penting dengan petinggi petinggi perusahaan. Atasannya mengatakan kalau para petinggi ini adalah santapan manis bagi perusahaan mereka.
"Lo yang bener aja anjir. Ini meeting di mulai jam 9 cok!" Bima menendang tulang kering Satria yang masih tertidur lelap diatas kasurnya.
"Ya udah sih. Lo berangkat duluan sana. Masih males gue." Bima menghela napas pasrah. Malas juga membangunkan Satria. Toh semua usahanya akan sia sia. Biarkan saja si dekil ini dipecat dari kantor.
"Gue doain mimpi buruk lu biar cepet bangun."
Sebelum benar benar meninggalkan Satria, Bima menyingkap gorden dan membuka jendela agar udara di dalam kamarnya berganti. Pagi ini udara sangat dingin sekali, awan awan hitam sudah bergerumul di langit sejak pukul 4 pagi tadi.
Bima berpamitan pada Ibu yang baru saja selesai membuatkan bekal untuknya. Kotak bergambar Gojo Satorou itu tidak pernah absen untuk melayani bima. Yah meskipun hanya tersisa gambar matanya saja. Ibu tidak pernah mau repot repot membeli lagi dengan alasan 'nanti juga rusak lagi'.
Bima sih tidak mau pikir pusing. Selagi ibu masih mau membuatkan bekal untuknya, itu bukanlah masalah besar.
Setelah berpamitan pada Ibu, Bima menancap gas mobilnya menuju kantor. Si Satria harusnya juga ikut andil dalam pertemuan ini, namun bocah itu bahkan tidak berinisiatif untuk bangun dari tempat tidur miliknya. Kalau dia kena ompreng dari atasan, tentu saja dia akan menyangkut pautkan namanya. Awas saja.
Sampai di pertigaan, Bima berbelok kemudian menghidupkan data ponselnya yang tidak ia hidupkan dari semalam. Baru saja ikon jaringan itu menyala, sudah ada banyak notifikasi yang bermunculan di pop up. Bima membaca salah satu pesan dari rekan kerjanya.
Jalil
Meeting dimajuin jadi jam 8Melihat itu, mata Bima membelalak. Segera saja ia melihat jam yang tertera di atas.
07.58
Bima merasa dikhianati. Jantungnya berdegup kencang saat ia menaikkan kecepatan mobilnya. Bahkan mobil sedan hitam itu tak ragu menerobos banyak lampu lalu lintas yang masih menunjukkan warna merah. Perjalanan dari rumah ke kantor menempuh waktu 30 menit dan sekarang belum ada setengah jalan ia lalui.
Jadi saat ada perempatan lagi, ia memutuskan untuk kembali menerobos. Namun sialnya, seorang pengendara motor juga melajukan kendaraannya dari arah samping kiri. Yang sontak membuat mobilnya menabrak body samping motor Scoopy tersebut.
Pengendara motor tersebut terpental ke arah timur sejauh hampir 1 kilo. Tubuhnya bergesekan dengan aspal yang sudah dipastikan bahwa luka yang dia dapat tidak mungkin hanya goresan kecil.
Saat tubuh pengendara itu sudah dikerumuni oleh banyak orang, Bima masih membeku didalam. Tangannya mencengkeram kemudi erat-erat saat sebulir keringat dingin jatuh ke pundaknya.
Pikirannya berkelana pada kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada sosok yang ditabraknya, yang dapat ia yakini bahwa itu adalah seorang perempuan.
Ia baru tersadar dari lamunannya saat seseorang mengetuk kaca mobil dan meneriakinya dari luar dengan tidak sabar.
Tubuh Bima terasa lemas saat ia keluar dari mobil, yang dengan segera ditatap dengan tidak bersahabat oleh seluruh orang yang menyaksian, seolah menghakiminya. Jari jemarinya bergetar, dan seolah oksigen di bumi ini tidak bisa mencukupi paru-parunya.
Tak lama, sirine mobil polisi serta ambulan yang datang bersahut sahutan, semakin mengundang atensi banyak orang.
Saat tubuh pengendara motor itu diangkat, alih alih melihat luka parah disekujur tubuhnya, Bima justru terpaku pada wajah penuh goresan yang tertutupi helai helai rambut yang lepek itu.
Jantungnya berdegup kencang tak beraturan. Ekspresi terkejut itu membendung ribuan pertanyaan yang seolah tak tersampaikan.
Hayana.....?
Apakah itu kamu?
💞💞💞
"Satria!!!"
Pria dengan setelan kaos Real Madrid dan celana boxer itu menguap lebar. Bisa habis bumi disedotnya jika dia tidak segera menutup mulut.
Suara Ibu yang gembor-gembor dari luar mengganggu tidur manjanya di pagi menjelang siang ini. Satria menyahuti Ibu dengan gumaman keras seolah mengisyaratkan bahwa dia sudah bangun.
Dia mengucek-ucek matanya, membuatnya sedikit merah dan berair. Lantas ia berjalan gontai keluar dari kamar Bima, yang sukses membuat Ibu geleng-geleng kepala dibuatnya.
"Kamu itu lo! Udah diteriakin dari tadi nggak bangun bangun. Memang kamu nggak kerja?"
"Kerja." Satria menjawab setelah meneguk segelas air.
"La terus? Kok belum siap-siap? Lihat mukamu tuh jelek banget! Kantong matanya bisa buat nampung belanjaan." Cibir Ibu yang lantas membuat Satria mendelik.
"Iya-iya...mandi nih." Katanya dengan ketidak ikhlasan. Sejujurnya Satria berencana tidak masuk kerja hari ini. Katakan saja bahwa dia tidak bertanggungjawab, tapi satu dunia harus tau kalau dia sedang galau.
"Kalau mau sarapan, lauknya di meja kaya biasa. Ibu mau beli sabun di warung." Satria mengangguk kemudian menyaksikan ibu yang melangkah keluar dengan langkah kakinya yang kecil-kecil.
Setelah punggung ibu tak lagi terlihat dari pandangannya, pria berumur 28 tahun itu menghela nafas berat.
Satria kembali masuk ke kamar Bima dan membuka ponselnya. Melihat banyak notifikasi dari rekan-rekan kerjanya. Pula dari Ranum--kekasihnya. Ia membuka Whatsapp dan melihat pesan yang disematkan olehnya. Hampir saja membukanya ketika atensi Satria kini beralih pada pesan yang berada di bawahnya.
Bima bogel
|Gua nabrak orang
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Ending For Us
Romance"Suatu saat nanti, saya akan menceritakan semuanya." Senyum hangat terukir di bibir itu saat dia melanjutkan ucapannya, "Tentang, aku, kamu, dan perpisahan di Bandung kala itu."